CINTA KEJATUHAN CINTA
“Ini kunci mobilnya, Non.”
“Oke, makasih, Bi. Emm, entar kalo Nuri datang ke sini, suruh dia nyusul
aku ke studio, ya…”
“Baik, Non.”
…….
Di studio.
“Hai, Dan.” Cinta mulai menyiapkan peralatan untuk syuting.
“Tumben lo gak telat, Cin.” Dani membuntuti Cinta yang sedang sibuk
memasang kamera.
“Hmm, muji apa muji nih? Gue udah nyiapin ini semua dari tadi malem. Jadi
tinggal bawa aja. Makanya cepet.”
“Oke, syuting segera dimulai.”
Cinta dan crew memulai syuting untuk satu film yang dikontrak oleh salah
satu perusahaan stasiun TV swasta. Mereka tinggal menyelesaikan ending dari
film tersebut.
Syuting telah berlangsung selama 6 jam. Semua crew bubar dan pulang ke
rumah masing-masing.
“Capek banget. Badan pegel-pegel pula.” Cinta menggerutu karena ia merasa
sangat lelah setelah menyelesaikan syuting film perdananya hari itu. Ia
menjabat sebagai sutradara sekaligus penulis skenarionya. Kemampuannya menulis
cerita sudah tidak diragukan lagi.
Keesokan
harinya.
“Eh, burung Nuri!” panggil Cinta pada Nuri.
“Kurang ajar lo! Gue bukan burung tau!”
“Lo sih… kenapa kemarin lo gak nyusul gue? Katanya mau ikut syuting, Cuma
omong doank lo…”
“Ya sorry, kemarin gue ada urusan mendadak. Udah yuk, kita makan aja. Gue
traktir dech…” ungkap Nuri.
Ketika berjalan menuju kursi kosong di restoran, ada seorang cowok yang
kurang ajar sama Nuri. Cinta membela Nuri mati-matian. Dia benar-benar emosi
karena cowok itu memang sangat menyebalkan dan kurang ajar (versi Cinta).
“Tuh cowok benar-benar kurang ajar. Kalo ketemu lagi, gue hajar dia! Liat
aja!”
“Udahlah, Cin. Biarin aja. Gitu aja Lo ladenin. Kalo gue sih males
banget.”
“Loh, gak bisa gitu donk. Cowok itu harus dikasih pelajaran. Gak bisa
dibiarin gitu. Entar kalo ketemu lagi, dia bakal ngelunjak.”
“Lo jangan benci minta ampun kaya gitu. Ntar Lo malah jatuh cinta ama
dia. Tau rasa Lo!”
“Ye… Lo kok gitu sih… amit-amit gue jatuh cinta sama orang kaya gitu.
Kaya gak ada cowok lain di dunia ini…”
Nuri menggelengkan kepala tanda ia heran pada sikap Cinta yang keras dan teguh
pendirian. Cinta memang gadis yang sangat keras kepala dan tidak mudah
terpengaruh oleh orang lain.
“Cin, tadi gue ketemu Dimas di taman gak jauh dari sini. Gue liat dia
sedang lagi ada masalah. Lo gak hubungi dia atau gimana gitu.”
“Lo apa-apaan sih. Ngapain gue ngurusin dia. Gue udah lupain dia. Gak ada
lagi cowok kaya dia dalam kamus hidup gue. Gak akan.”
“Siapa tau Lo masih mau berhubungan ama dia. Gue cuma nanya kok. Lo
jangan sewot gitu donk.” Nuri duduk di samping Cinta yang setengah melamun.
Malam itu udara terasa bersahabat. Cinta dan Nuri duduk di pinggir kolam
renang di rumah Cinta.
“Cin, Lo kan udah 3 tahun putus sama Dimas, apa Lo gak pengen punya pacar
lagi. Ya buat ngisi hati gitu biar Lo gak kesepian.”
“Lebih baik gue kesepian daripada gue harus sakit hati gara-gara cowok.”
Pagi ini syuting ditunda karena cuaca yang buruk dan sebagian besar crew
tidak hadir. Karena langit mendung, Cinta terpaksa harus kembali ke rumah agar
ia tidak terjebak banjir yang biasa melanda ibukota.
Hujan turun dengan amat deras. Cinta mengendarai mobilnya dengan pelan
agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Di perempatan lampu merah,
dia melihat sosok pemuda yang pernah ia liat.
“Tuh cowok kayaknya udah gak asing dech. Tapi siapa ya?” tanyasnya dalam
hati.
“Mbak, boleh numpang bentar?”
“Mm, boleh.” Cinta membukakan pintu mobilnya untuk pemuda yang sedang
kehujanan di luar. Cinta masih terus memutar kembali memorinya untuk mengingat
orang yang kini duduk di sampingnya.
“Lailahaillallah…” batinnya. “Heh, Lo kan cowok yang berbuat kasar ama
temen gue di restoran…”
Cowok itu spontan melihat sosok cewek yang telah menolongnya. “Loh, Lo
kan cewek yang waktu itu.”
“Keluar Lo! Cepetan! Keluar!” bentak Cinta yang gak ingin ada cowok
kurang ajar dalam mobilnya.
“Gak.”
“Keluar.”
“Gak.”
“Ini mobil gue. Keluar Lo!”
“Gue tau ini mobil Lo. Tapi gue gak akan keluar. Hujannya masih deres
banget tau!”
“Itu urusan Lo, bukan urusan gue.”
“Udah, jalan aja. Ntar gue bayar kok.”
Cinta mengendarai mobilnya menuju Bogor. Mobil yang dikendarainya melaju
cepat untuk menghindari macet yang sebentar lagi akan melanda jalan yang ia
lalui. Tiba-tiba mobilnya berhenti mendadak dan mesinnya tidak dapat dihidupkan
lagi. Mobilnya mogok apalagi sedang berada di tengah jalan yang sepi.
“Kok mogok sih?” gerutu Cinta.
“Coba hidupin lagi mesinnya.”
“Gak bisa. Ini pasti gara-gara Lo. Kalo aja gue gak ngasih tumpangan ama
Lo, mungkin mobil gue gak mogok kaya gini.”
“Udah deh, berhenti nyalahin gue. Emangnya kalo Lo nyalahin gue, mobil
ini akan hidup lagi. Sebaiknya kita cari tempat berteduh dulu. Besok baru kita
perbaiki. Kalo diperbaiki sekarang gak mungkin. Ini udah gelap banget, sepi,
gak ada peralatannya pula. Nama Lo siapa?” tanya Arya.
“Buat apa Lo tau nama gue?” jawab Cinta sewot.
“Barangkali ada sesuatu yang memaksa gue nyebutin nama Lo.”
“Gue Cinta.”
“Nama sama orangnya gak cocok.”
“Eh, Lo kurang ajar banget ya? Rugi tau gue nolongin Lo.”
Mereka berdua berhenti di depan sebuah rumah kayu milik penduduk
setempat.
“Assalamu’alaikum…” ucap Arya.
Terdengar sang pemilik rumah menjawab salam Arya. Tak lama kemudian pintu
terbuka. Tampak seorang perempuan paruh baya yang sedang memegang sebuah lilin.
“Maaf, bu. Mm, saya Arya, ini teman saya, Cinta. Begini, boleh kami
menumpang di rumah Ibu semalam aja. Soalnya mobil kami mogok di tengah jalan
sana. Kami rasa lebih baik kami berteduh dulu. Besok baru memperbaiki mobil.
“Silakan. Tapi kami hanya memiliki dua kamar. Kalian berdua di kamar
belakang ya. Maaf, memang begini kondisi rumah kami.”
Cinta dan Arya terpaksa tidur dalam satu ruangan. Tidak ada tempat tidur,
kasur dan hanya ada dua bantal dan satu selimut.
“Mimpi apa gue tadi malam. Sial banget nasib gue. Tidur satu ruangan
dengan orang aneh kaya Lo.”
“Kalo Lo gak mau, keluar aja. Kenapa tadi Lo gak cari rumah sendiri.”
“Nyebelin banget sih!”
Cinta dan Arya tidur berdampingan. Selimut yang tersedia dipake Cinta.
Sedangkan Arya hanya memakai satu bantal.
Keesokan harinya.
Pagi ini Cinta membantu sang pemilik rumah untuk menyiapkan sarapan pagi.
Ia berkebun dengan Bu Inah, pemilik rumah. Sedangkan Arya memancing bersama
Galih, putra Bu Inah. Keduanya sangat menikmati aktivitas masing-masing.
Setelah sarapan, Bu Inah mengajak Cinta dan Arya pergi ke sawah.
Sesampainya di lokasi persawahan, keduanya membantu Bu Inah menanam padi. Canda
dan tawa menghiasi aktivitas mereka di sawah milik Bu Inah. Sore harinya Arya
berhasil memperbaiki mobil Cinta. Sore itu juga mereka pamit pulang.
Sesampainya di rumah, Cinta teringat peristiwa yang terjadi di rumah Bu Inah,
di kebun, di sawah sampai perjalanan pulang. Ia senyum-senyum sendiri tatkala
teringat Arya.
……
“Gue pergi dulu ya.”
“Eh Cin, Lo mau kemana?” tanya Nuri.
“Gue mau ke perusahaan yang ngontrak film gue. Udah dulu ya, bye…”
Sampainya di perusahaan tujuannya, Cinta gagal bertemu dengan direktur
utama perusahaan itu.
“Maaf mbak. Direktur utama perusahaan ini sedang ada meeting dengan
klien. Tapi mbak bisa bertemu dengan manager di ruang rapat.”
“Makasih ya.”
Cinta masuk ke ruang rapat. Di sana telah hadir para pemilik saham dan
perwakilan dari perusahaan sponsor film yang ia buat.
Semua yang hadir dalam rapat itu menanti manager yang belum datang.
“Maaf atas keterlambatannya.”
Cinta terkejut melihat sosok yang berdiri di depan. Arya pun terkejut
melihat Cinta duduk diantara para direktur perusahaan. Namun keeduanya bersikap
biasa seperti orang yang belum kenal. Setelah rapat selesai, Cinta memutuskan
untuk meninggalkan ruang rapat secepatnya.
“Cinta!”
Cinta tak dapat menhindar dari Arya.
“Oh kamu. Sorry, aku gak bisa komentar apa-apa. Ternyata kamu adalah
putra dari pemilik perusahaan ini sekaligus manager di sini.”
“Biasa ajalah. Gimana kalo kita makan di luar?”
Cinta dan Arya makan siang di restoran tempat di mana mereka pertama kali
bertemu. Setelah makan siang, Cinta kembali ke lokasi syuting untuk melanjutkan
syuting yang kemarin tertunda karena cuaca yang kurang baik.
Hari demi hari dilalui Cinta dengan penuh semangat. Hal ini membuat Nuri
curiga.
“Gue perhatiin akhir-akhir ini Lo semangat banget. Dalam waktu seminggu
Lo berhasil nyelesaiin sepuluh cerpen yang lima diantaranya bakal
direalisasikan jadi film. Gue jadi curiga sama Lo.”
“Ah, perasaan Lo aja kali, Nur. Biasa aja kok. Lo sih mikir yang
aneh-aneh,” sanggah Cinta. “Eh, Lo ingat gak, cowok yang kurang ajar sama Lo
waktu di restoran itu?” tanya Cinta pada Nuri.
“Ingat. Emang kenapa?”
“Ternyata dia itu anak direktur perusahaan yang mengontrak film gue. Dia
juga manager di perusahaan itu,” terang Cinta.
“Yang bener? Lo tau dari mana?” tanya Nuri.
“Ya gue liat sendiri. Ternyata dia itu sebenarnya bukan orang yang kurang
ajar kaya waktu itu. Dia baik sih, sederhana tapi nyebelin.”
“Lo suka ya ama dia?” goda Nuri pada Cinta yang membuat raut muka Cinta
mendadak aneh, wajahnya memerah.
“Gak. Lo apa-apaan sih? Ada-ada aja…”
……..
Akhirnya film yang disutradarai Cinta selesai tepat waktu sesuai dengan waktu
yang ditargetkan. Film itu mampu memikat 40 juta penonton yang diputar di
bioskop di seluruh wilayah Indonesia.
“Hai,” sapa Arya.
“Oh kamu. Hai juga,” jawab Cinta.
“Udah lega ya film itu akhirnya selesai juga.”
“Iya. Lega banget. Itu film perdana gue yang akhirnya laku keras di
pasaran. Alhamdulillh… Ayah dan Ibu pasti senang.”
“Oya, orangtua kamu tinggal di mana?” tanya Arya.
“Orangtuaku udah meninggal dua tahun yang lalu. Mereka dibunuh oleh
kawanan perampok. Waktu itu aku lagi ada seminar di luar kota. Ketika aku
pulang, ayah dan ibu sudah terbujur kaku di hadapan para pelayat. Saat itu
hatiku hancur, benar-benar hancur. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan
cita-cita ayah yang belum terwujud, yaitu menjadi sutradara hebat. Aku mulai
membangun usaha sendiri sacara pelan-pelan. Akhirnya aku jadi seperti ini.”
“Maaf ya, aku jadi ingetin kamu sama almarhum orangtua kamu. Aku salut
sama kamu. Kamu punya cita-cita dan kepribadian yang baik, ya, meskipun kamu
sedikit nyebelin.”
“Ye… kamu kali yang nyebelin…” sanggah Cinta.
Hubungan Cinta dan Arya semakin dekat. Mereka tampak seperti sepasang
kekasih. Tanpa disadari ternyata Cinta dan Arya saling mencintai. Namun hal ini
justru membuat Cinta sakit hati setelah tahu bahwa ternyata Arya sudah
bertunangan dengan orang lain meskipun Arya sendiri tidak mencintai orang itu.
‘Cinta Tak Harus Memiliki’ itulah semboyan yang sesuai dengan suasana
hati Cinta saat ini. Ia dan arya tidak dapat bersatu.
Beberapa bulan kemudian, Arya menikah dengan orang yang ditunangkan oleh
orangtuanya dulu. Sedangkan Cinta, ia masih sendiri dengan penyakit leukemia
yang didertanya yang membawanya pada kesepian hati dan keputus-asaan. Penyakit
Cinta semakin parah karena Cinta tidak pernah mau menjalani pemeriksaan dan
pengobatan di rumah sakit.
“Cin, Lo kok kaya gini sih? Mana semangat Lo yang dulu? Mana Cinta yang
dulu?”
“Udahlah, Nur, mungkin ini memang udah jalan hidup gue. Gue jalani aja.
Karena umur gue udah gak panjang lagi. Gue juga gak tahu apa satu lagi bahkan
satu menita, satu detik lagi gue akan mati…”
“Cin, Lo jangan gitu donk. Lo sahabat terbaik gue. Jangan tinggalin gue.”
“Nur, gue minta maaf ya kalo selama ini gue banyak salah sama Lo. Lo
boleh ambil rumah gue kalo gue udah gak ada. Gue tidur dulu ya. Gue ngantuk
banget nih…”
“Cin, jangan tidur, Cin…”
Cinta memjamkan matanya dan tidak akan bangun untuk selamanya.
Berita kematian Cinta sudah tersebar kemana-mana sampai di telinga Arya.
Arya merasa sangat bersalah pada Cinta. Ia sudah meninggalkan orang yang
dicintainya dan yang mencintainya dengan setulus hati.
TAMAT