CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Tuesday 17 April 2012

Cerpen



CINTA KEJATUHAN CINTA

“Ini kunci mobilnya, Non.”
“Oke, makasih, Bi. Emm, entar kalo Nuri datang ke sini, suruh dia nyusul aku ke studio, ya…”
“Baik, Non.”
…….
Di studio.
“Hai, Dan.” Cinta mulai menyiapkan peralatan untuk syuting.
“Tumben lo gak telat, Cin.” Dani membuntuti Cinta yang sedang sibuk memasang kamera.
“Hmm, muji apa muji nih? Gue udah nyiapin ini semua dari tadi malem. Jadi tinggal bawa aja. Makanya cepet.”
“Oke, syuting segera dimulai.”

Cinta dan crew memulai syuting untuk satu film yang dikontrak oleh salah satu perusahaan stasiun TV swasta. Mereka tinggal menyelesaikan ending dari film tersebut.
Syuting telah berlangsung selama 6 jam. Semua crew bubar dan pulang ke rumah masing-masing.
“Capek banget. Badan pegel-pegel pula.” Cinta menggerutu karena ia merasa sangat lelah setelah menyelesaikan syuting film perdananya hari itu. Ia menjabat sebagai sutradara sekaligus penulis skenarionya. Kemampuannya menulis cerita sudah tidak diragukan lagi.
Keesokan harinya.
“Eh, burung Nuri!” panggil Cinta pada Nuri.
“Kurang ajar lo! Gue bukan burung tau!”
“Lo sih… kenapa kemarin lo gak nyusul gue? Katanya mau ikut syuting, Cuma omong doank lo…”
“Ya sorry, kemarin gue ada urusan mendadak. Udah yuk, kita makan aja. Gue traktir dech…” ungkap Nuri.
Ketika berjalan menuju kursi kosong di restoran, ada seorang cowok yang kurang ajar sama Nuri. Cinta membela Nuri mati-matian. Dia benar-benar emosi karena cowok itu memang sangat menyebalkan dan kurang ajar (versi Cinta).
“Tuh cowok benar-benar kurang ajar. Kalo ketemu lagi, gue hajar dia! Liat aja!”
“Udahlah, Cin. Biarin aja. Gitu aja Lo ladenin. Kalo gue sih males banget.”
“Loh, gak bisa gitu donk. Cowok itu harus dikasih pelajaran. Gak bisa dibiarin gitu. Entar kalo ketemu lagi, dia bakal ngelunjak.”
“Lo jangan benci minta ampun kaya gitu. Ntar Lo malah jatuh cinta ama dia. Tau rasa Lo!”
“Ye… Lo kok gitu sih… amit-amit gue jatuh cinta sama orang kaya gitu. Kaya gak ada cowok lain di dunia ini…”
Nuri menggelengkan kepala tanda ia heran pada sikap Cinta yang keras dan teguh pendirian. Cinta memang gadis yang sangat keras kepala dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain.

“Cin, tadi gue ketemu Dimas di taman gak jauh dari sini. Gue liat dia sedang lagi ada masalah. Lo gak hubungi dia atau gimana gitu.”
“Lo apa-apaan sih. Ngapain gue ngurusin dia. Gue udah lupain dia. Gak ada lagi cowok kaya dia dalam kamus hidup gue. Gak akan.”
“Siapa tau Lo masih mau berhubungan ama dia. Gue cuma nanya kok. Lo jangan sewot gitu donk.” Nuri duduk di samping Cinta yang setengah melamun.
Malam itu udara terasa bersahabat. Cinta dan Nuri duduk di pinggir kolam renang di rumah Cinta.
“Cin, Lo kan udah 3 tahun putus sama Dimas, apa Lo gak pengen punya pacar lagi. Ya buat ngisi hati gitu biar Lo gak kesepian.”
“Lebih baik gue kesepian daripada gue harus sakit hati gara-gara cowok.”
Pagi ini syuting ditunda karena cuaca yang buruk dan sebagian besar crew tidak hadir. Karena langit mendung, Cinta terpaksa harus kembali ke rumah agar ia tidak terjebak banjir yang biasa melanda ibukota.
Hujan turun dengan amat deras. Cinta mengendarai mobilnya dengan pelan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Di perempatan lampu merah, dia melihat sosok pemuda yang pernah ia liat.
“Tuh cowok kayaknya udah gak asing dech. Tapi siapa ya?” tanyasnya dalam hati.
“Mbak, boleh numpang bentar?”
“Mm, boleh.” Cinta membukakan pintu mobilnya untuk pemuda yang sedang kehujanan di luar. Cinta masih terus memutar kembali memorinya untuk mengingat orang yang kini duduk di sampingnya.
“Lailahaillallah…” batinnya. “Heh, Lo kan cowok yang berbuat kasar ama temen gue di restoran…”
Cowok itu spontan melihat sosok cewek yang telah menolongnya. “Loh, Lo kan cewek yang waktu itu.”
“Keluar Lo! Cepetan! Keluar!” bentak Cinta yang gak ingin ada cowok kurang ajar dalam mobilnya.
“Gak.”
“Keluar.”
“Gak.”
“Ini mobil gue. Keluar Lo!”
“Gue tau ini mobil Lo. Tapi gue gak akan keluar. Hujannya masih deres banget tau!”
“Itu urusan Lo, bukan urusan gue.”
“Udah, jalan aja. Ntar gue bayar kok.”
Cinta mengendarai mobilnya menuju Bogor. Mobil yang dikendarainya melaju cepat untuk menghindari macet yang sebentar lagi akan melanda jalan yang ia lalui. Tiba-tiba mobilnya berhenti mendadak dan mesinnya tidak dapat dihidupkan lagi. Mobilnya mogok apalagi sedang berada di tengah jalan yang sepi.
“Kok mogok sih?” gerutu Cinta.
“Coba hidupin lagi mesinnya.”
“Gak bisa. Ini pasti gara-gara Lo. Kalo aja gue gak ngasih tumpangan ama Lo, mungkin mobil gue gak mogok kaya gini.”
“Udah deh, berhenti nyalahin gue. Emangnya kalo Lo nyalahin gue, mobil ini akan hidup lagi. Sebaiknya kita cari tempat berteduh dulu. Besok baru kita perbaiki. Kalo diperbaiki sekarang gak mungkin. Ini udah gelap banget, sepi, gak ada peralatannya pula. Nama Lo siapa?” tanya Arya.
“Buat apa Lo tau nama gue?” jawab Cinta sewot.
“Barangkali ada sesuatu yang memaksa gue nyebutin nama Lo.”
“Gue Cinta.”
“Nama sama orangnya gak cocok.”
“Eh, Lo kurang ajar banget ya? Rugi tau gue nolongin Lo.”
Mereka berdua berhenti di depan sebuah rumah kayu milik penduduk setempat.
“Assalamu’alaikum…” ucap Arya.
Terdengar sang pemilik rumah menjawab salam Arya. Tak lama kemudian pintu terbuka. Tampak seorang perempuan paruh baya yang sedang memegang sebuah lilin.
“Maaf, bu. Mm, saya Arya, ini teman saya, Cinta. Begini, boleh kami menumpang di rumah Ibu semalam aja. Soalnya mobil kami mogok di tengah jalan sana. Kami rasa lebih baik kami berteduh dulu. Besok baru memperbaiki mobil.
“Silakan. Tapi kami hanya memiliki dua kamar. Kalian berdua di kamar belakang ya. Maaf, memang begini kondisi rumah kami.”

Cinta dan Arya terpaksa tidur dalam satu ruangan. Tidak ada tempat tidur, kasur dan hanya ada dua bantal dan satu selimut.
“Mimpi apa gue tadi malam. Sial banget nasib gue. Tidur satu ruangan dengan orang aneh kaya Lo.”
“Kalo Lo gak mau, keluar aja. Kenapa tadi Lo gak cari rumah sendiri.”
“Nyebelin banget sih!”
Cinta dan Arya tidur berdampingan. Selimut yang tersedia dipake Cinta. Sedangkan Arya hanya memakai satu bantal.
Keesokan harinya.
Pagi ini Cinta membantu sang pemilik rumah untuk menyiapkan sarapan pagi. Ia berkebun dengan Bu Inah, pemilik rumah. Sedangkan Arya memancing bersama Galih, putra Bu Inah. Keduanya sangat menikmati aktivitas masing-masing.
Setelah sarapan, Bu Inah mengajak Cinta dan Arya pergi ke sawah. Sesampainya di lokasi persawahan, keduanya membantu Bu Inah menanam padi. Canda dan tawa menghiasi aktivitas mereka di sawah milik Bu Inah. Sore harinya Arya berhasil memperbaiki mobil Cinta. Sore itu juga mereka pamit pulang.
Sesampainya di rumah, Cinta teringat peristiwa yang terjadi di rumah Bu Inah, di kebun, di sawah sampai perjalanan pulang. Ia senyum-senyum sendiri tatkala teringat Arya.
……
“Gue pergi dulu ya.”
“Eh Cin, Lo mau kemana?” tanya Nuri.
“Gue mau ke perusahaan yang ngontrak film gue. Udah dulu ya, bye…”
Sampainya di perusahaan tujuannya, Cinta gagal bertemu dengan direktur utama perusahaan itu.
“Maaf mbak. Direktur utama perusahaan ini sedang ada meeting dengan klien. Tapi mbak bisa bertemu dengan manager di ruang rapat.”
“Makasih ya.”
Cinta masuk ke ruang rapat. Di sana telah hadir para pemilik saham dan perwakilan dari perusahaan sponsor film yang ia buat.
Semua yang hadir dalam rapat itu menanti manager yang belum datang.
“Maaf atas keterlambatannya.”
Cinta terkejut melihat sosok yang berdiri di depan. Arya pun terkejut melihat Cinta duduk diantara para direktur perusahaan. Namun keeduanya bersikap biasa seperti orang yang belum kenal. Setelah rapat selesai, Cinta memutuskan untuk meninggalkan ruang rapat secepatnya.
“Cinta!”
Cinta tak dapat menhindar dari Arya.
“Oh kamu. Sorry, aku gak bisa komentar apa-apa. Ternyata kamu adalah putra dari pemilik perusahaan ini sekaligus manager di sini.”
“Biasa ajalah. Gimana kalo kita makan di luar?”
Cinta dan Arya makan siang di restoran tempat di mana mereka pertama kali bertemu. Setelah makan siang, Cinta kembali ke lokasi syuting untuk melanjutkan syuting yang kemarin tertunda karena cuaca yang kurang baik.
Hari demi hari dilalui Cinta dengan penuh semangat. Hal ini membuat Nuri curiga.
“Gue perhatiin akhir-akhir ini Lo semangat banget. Dalam waktu seminggu Lo berhasil nyelesaiin sepuluh cerpen yang lima diantaranya bakal direalisasikan jadi film. Gue jadi curiga sama Lo.”
“Ah, perasaan Lo aja kali, Nur. Biasa aja kok. Lo sih mikir yang aneh-aneh,” sanggah Cinta. “Eh, Lo ingat gak, cowok yang kurang ajar sama Lo waktu di restoran itu?” tanya Cinta pada Nuri.
“Ingat. Emang kenapa?”
“Ternyata dia itu anak direktur perusahaan yang mengontrak film gue. Dia juga manager di perusahaan itu,” terang Cinta.
“Yang bener? Lo tau dari mana?” tanya Nuri.
“Ya gue liat sendiri. Ternyata dia itu sebenarnya bukan orang yang kurang ajar kaya waktu itu. Dia baik sih, sederhana tapi nyebelin.”
“Lo suka ya ama dia?” goda Nuri pada Cinta yang membuat raut muka Cinta mendadak aneh, wajahnya memerah.
“Gak. Lo apa-apaan sih? Ada-ada aja…”
……..
Akhirnya film yang disutradarai Cinta selesai tepat waktu sesuai dengan waktu yang ditargetkan. Film itu mampu memikat 40 juta penonton yang diputar di bioskop di seluruh wilayah Indonesia.
“Hai,” sapa Arya.
“Oh kamu. Hai juga,” jawab Cinta.
“Udah lega ya film itu akhirnya selesai juga.”
“Iya. Lega banget. Itu film perdana gue yang akhirnya laku keras di pasaran. Alhamdulillh… Ayah dan Ibu pasti senang.”
“Oya, orangtua kamu tinggal di mana?” tanya Arya.
“Orangtuaku udah meninggal dua tahun yang lalu. Mereka dibunuh oleh kawanan perampok. Waktu itu aku lagi ada seminar di luar kota. Ketika aku pulang, ayah dan ibu sudah terbujur kaku di hadapan para pelayat. Saat itu hatiku hancur, benar-benar hancur. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan cita-cita ayah yang belum terwujud, yaitu menjadi sutradara hebat. Aku mulai membangun usaha sendiri sacara pelan-pelan. Akhirnya aku jadi seperti ini.”
“Maaf ya, aku jadi ingetin kamu sama almarhum orangtua kamu. Aku salut sama kamu. Kamu punya cita-cita dan kepribadian yang baik, ya, meskipun kamu sedikit nyebelin.”
“Ye… kamu kali yang nyebelin…” sanggah Cinta.
Hubungan Cinta dan Arya semakin dekat. Mereka tampak seperti sepasang kekasih. Tanpa disadari ternyata Cinta dan Arya saling mencintai. Namun hal ini justru membuat Cinta sakit hati setelah tahu bahwa ternyata Arya sudah bertunangan dengan orang lain meskipun Arya sendiri tidak mencintai orang itu.
‘Cinta Tak Harus Memiliki’ itulah semboyan yang sesuai dengan suasana hati Cinta saat ini. Ia dan arya tidak dapat bersatu.
Beberapa bulan kemudian, Arya menikah dengan orang yang ditunangkan oleh orangtuanya dulu. Sedangkan Cinta, ia masih sendiri dengan penyakit leukemia yang didertanya yang membawanya pada kesepian hati dan keputus-asaan. Penyakit Cinta semakin parah karena Cinta tidak pernah mau menjalani pemeriksaan dan pengobatan di rumah sakit.
“Cin, Lo kok kaya gini sih? Mana semangat Lo yang dulu? Mana Cinta yang dulu?”
“Udahlah, Nur, mungkin ini memang udah jalan hidup gue. Gue jalani aja. Karena umur gue udah gak panjang lagi. Gue juga gak tahu apa satu lagi bahkan satu menita, satu detik lagi gue akan mati…”
“Cin, Lo jangan gitu donk. Lo sahabat terbaik gue. Jangan tinggalin gue.”
“Nur, gue minta maaf ya kalo selama ini gue banyak salah sama Lo. Lo boleh ambil rumah gue kalo gue udah gak ada. Gue tidur dulu ya. Gue ngantuk banget nih…”
“Cin, jangan tidur, Cin…”
Cinta memjamkan matanya dan tidak akan bangun untuk selamanya.
Berita kematian Cinta sudah tersebar kemana-mana sampai di telinga Arya. Arya merasa sangat bersalah pada Cinta. Ia sudah meninggalkan orang yang dicintainya dan yang mencintainya dengan setulus hati.


TAMAT

0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............