CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, 4 June 2014

INSTRUMEN PENELITIAN



 MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan

Dosen Pengampu
Dr. Prim Masrokan Mutohar, M.Pd.
NIP. 19720608 200212 1 001



Disusun Oleh:
Lia Hanifatur Rahmi
NIM. 2846134017


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
APRIL 2014



A.  PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh.
Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Agar data yang kita kumpulkan dalam penelitian menjadi valid, maka kita harus mengetahui bagaimana cara-cara pengumpulan data dalam research itu, sehingga data yang kita peroleh dapat menjadi pendukung terhadap kebenaran suatu konsep tertentu. Instrumen itu alat, sehingga instrumen penelitian itu alat yang digunakan dalam penelusuran terhadap gejala-gejala yang ada dalam suatu research guna membuktikan kebenaran atau menyanggah suatu hipotesa-hipotesa tertentu. Menyusun instrumen merupakan suatu proses dalam penyusunan alat evaluasi karena dengan mengevaluasi kita akan memperoleh data tentang objek yang diteliti. Oleh karena itu, menyusun instrumen merupakan langkah penting dalam  prosedur  penelitian yang tak dapat dipisahkan antara yang satu terhadap yang lainnya. Hal ini dilakukan karena untuk menjaga kesinambungan data yang dikumpulkan dengan pokok permasalahan yang dibuat dalam rangka pengujian terhadap hipotesis-hipotesis yang dibuat.

2.    Rumusan Masalah
a.    Apa pengertian instrumen penelitian?
b.    Apa saja syarat instrumen penelitian?
c.    Apa saja jenis-jenis instrumen penelitian?
d.   Bagaimana cara menyusun instrumen penelitian?

3.    Tujuan
a.    Untuk mengetahui pengertian instrumen penelitian.
b.    Untuk mengetahui syarat instrumen penelitian.
c.    Untuk mengetahui jenis instrumen penelitian.
d.   Untuk mengetahui cara menyusun instrumen penelitian.



B.  PEMBAHASAN
1.    Pengertian Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto, instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya
Ibnu Hadjar berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif.
Instrumen pengumpul data menurut Sumadi Suryabrata adalah alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikol ogis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.
Pendapat beberapa ahli tentang pengertian instrumen penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan instrumen penelitian ialah alat bantu yang digunakan dalam sebuah penelitian untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diolah dan disusun secara sistematis.
2.    Syarat Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data suatu penelitian harus memperhatikan dua hal, yakni validitas dan reliabilitas. Hal ini dikarenakan sesungguhnya data yang baik adalah data yang valid dan reliable.
Sukidin, dkk, menyatakan bahwa instrumen valid ialah instrumen yang mampu mengukur apa yang seharusnya diukur, misalnya bahwa penggaris adalah alat yang valid untuk mengukur panjang, bukan untuk mengukur berat. Sedangkan instrumen reliable adalah instrumen yang konsisten (tepat/akurat) dalam mengukur yang seharusnya diukur.
Menurut Punaji Setyosari, berpendapat bahwa validitas terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
a.    Validitas logis, yakni diperoleh dengan usaha yang sangat hati-hati sehingga secara logika instrumen itu dicapai menurut validitas yang dikehendaki,
b.    Validitas empiris, yaitu validitas yang diperoleh berdasarkan pengalaman.
Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putusujungnya, bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen  (meteran) tersebut rusak. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.
Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
a)    Pengujian reliabilitas eksternal
Pengujian reliabilitas secara eksternal dapat dilakukan dengan tiga cara:
1)   Test-retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Jadi, dalam hal ini instrumennya sama, respondennya sama, waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliabel. Pengujian cara ini sering juga disebut stability.
2)   Ekuivalen
Instrumen secara ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas dengna cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu sama, instrumen berbeda. Reliabilitas instrumen dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan ekuivalen. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dinyatakan reliabel.
3)   Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang ekuivalen beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi, cara ini merupakan gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang. Jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda, akan dapat dianalisis enam koefisien reliabilitas. Bila keenam koefisien korelasi itu semuanya positif dan signifikan, maka dapat dinyatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
b)   Pengujian reliabilitas internal
Pengujian reliabilitas dengna internal consistency dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kamudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untk memprediksi reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (split half), KR 20, KR 21 dan Anova Hoyt. Berikut rumus-rumusnya.
1)   Rumus Spearman Brown
 = reliabilitas internal seluruh instrumen
 = korelasi product momen antara bahan belahan pertama dan kedua
2)   Rumus KR 20
 
K = jumlah item dalam instrumen
 = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1
 = 1 -
 = varians total
3)   Rumus KR 21
 
K = jumlah item dalam instrumen
M = mean skor total
 = varians total
4)   Analysis Varians Hoyt (Anova Hoyt)
 
 = mean kuadrat kesalahan
 = mean kuadrat antara subyek
 = reliabilitas instrumen
3.    Jenis-jenis Instrumen Penelitian
Secara garis besar, instrumen penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, yang terpenting ialah berusaha memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam situasi yang wajar. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan peneliti itu sendiri. Pemanfaatan manusia sebagai instrumen penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau berbagai interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba, ada tujuh hal yang membuat manusia menjadi instrumen yang memiliki kualifikasi baik, yaitu responsive, adaptif, holistic, memahami konsep yang tak terkatakan, mampu memproses data secara langsung, mampu mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, mampu mengekplorasi respon yang khusus dan istimewa. Singkatnya, semua alat yang digunakan oleh peneliti kualitatif dalam mengumpulkan data adalah sekedar alat bantu, sedangkan instrumen utamanya adalah dirinya sendiri.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam hal ini, instrumen penelitian kuantitatif yaitu tes, inventori, kuesioner, pedoman observasi. Pemilahan instrumen menjadi empat dipandang lebih tepat karena masing-masing jenis instrumen memiliki karakteristik yang khas. Berikut ini penjelasan dari tiap-tiap instrumen penelitian
1)   Tes sebagai instrumen penelitian
Dilihat dari aspek yang diukur, tes dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tes non-psikologis dan tes psikologis. Jenis tes psikologis dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu tes psikologis yang mengukur aspek afektif dan dan tes psikologis yang digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual. Tes psikologis yang dirancang untuk mengukur aspek non-intelektual dari tingkah laku umumnya dikenal dengan nama tes kepribadian (personality test). Tes psikologis inilah yang dalam behasa Inggris dikenal dengan nama Inventory. Tes psikologis yang dimaksudkan untuk mengukur aspek kemampuan intelektual disebut dengan nama tes kemampuan (ability test). Termasuk dalam kategori tes kemampuan ini adalah tes bakat (aptitude test) dan tes kemahiran (proficiency test). Tes prestasi belajar (achievement test) termasuk dalam tes kemahiran.[12]
Agar tes yang dibuat mampu memenuhi ketiga kriteria secara optimal maka dalam penyusunannya haruslah mengikuti prosedur dan melalui proses yang benar. Prosedur yang ditempuh dalam menyusun atau mengembangkan tes kemampuan dalam rangka penelitian pada dasarnya sebagai berikut:
a.    Penetapan aspek yang diukur
Dalam pengembangan tes hasil belajar, ada dua aspek yang mendapat perhatian, yaitu materi pelajaran dan aspek kepribadian (ranah kognitif, afektif, dan atau psikomotorik) yang diukur.[13]
b.    Pendeskripsian aspek yang diukur
Pendeskripsian aspek yang diukur tidak lain dari penjabaran lebih lanjut dari definisi operasional variabel yang telah dilakukan pada langkah pertama. Untuk penyusunan tes, deskripsi variabel ini dituangkan dalam bentuk tabel spesifikasi atau lebih dikenal dengan nama kisi-kisi tes. Di dalamnya termuat materi pelajaran dan aspek kepribadian yang diukur, bentuk tes, dan tipe soal yang digunakan, serta jumlah soal.[14]
c.    Pemilihan bentuk tes
Pemilihan bentuk tes dilihat dari cara peserta tes memberikan jawaban dan cara peneliti memberikan skor. Jika peserta tes memiliki kebebasan yang luas dalam menjawab soal-soal tes, bahkan hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan, maka tes itu disebut tes subyektif (free answer test). Sebaliknya, jika peserta tes tidak memiliki kebebasan dalam menjawab soal, bahkan hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan maka tes itu disebut tes obyektif (restricted answer test). Dilihat dari caranya peneliti memberikan skor, tes juga dibedakan menjadi tes subyektif dan tes obyektif. Dinamakan tes subyektif apabila pada waktu memberikan skor, peneliti harus memberikan pertimbangan terlebih dahulu terhadap jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Setelah itu barulah memberikan skor. Sebaliknya, suatu tes dinamakan tes obyektif manakala peneliti dapat memberikan skor secara langsung tanpa harus mempertimbangkan jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Hal ini dimungkinkan karena tes obyektif terutama model pilihan, sudah bersifat pasti. Singkatnya, perbedaan tes subyektif dan tes obyektif dilihat dari dua aspek; dari kebebasan peserta tes dalam menjawab soal-soal tes dan dari cara peneliti memberikan skor[15]
d.   Perakitan butir soal
Perakitan butir soal ke dalam suatu tes didasarkan atas bentuk dan tipe soal yang dibuat, bukan disusun menurut urutan materi pelajaran.[16]
e.    Penulisan butir soal
f.     Pelaksanaan uji coba tes
Kegiatan uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui: (1) validitas butir soal, (2) tingkat reliabilitas tes, (3) ketepatan petunjuk dan kejelasan bahasa yang digunakan, dan (4) jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes.[17]
g.    Analisis data hasil uji coba
Analisi terhadap hasil uji coba tes dimaksudkan untuk mengetahui secara empirik validitas butir soal dan tingkat reliabilitas tes. Ukuran yang digunakan untuk menilai validitas butir soal adalah indeks kesukaran soal (P) dan indeks daya beda soal (D).
h.    Seleksi, penyempurnaan, dan penataan butir soal
Seleksi atau penyempurnaan butir soal diperlukan karena biasanya selalu ada soal yang tidak memenuhi syarat dilihat dari kriteria tingkat kesukaran dan daya beda soal. Oleh sebab itu, jumlah soal yang ditulis untuk keperluan uji coba selalu harus lebih banyak dari jumlah yang diperlukan. Lazimnya soal yang tergolong mudah sebagian ditaruh di bagian paling awal dari tes, sedangkan yang sebagian lagi ditempatkan di bagian paling akhir.
i.      Pencetakan teks
Yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini antara lain format, jenis dan model huruf yang digunakan. Format tes berkenaan dengan tata letak (lay out) dari soal-soal di dalam tes, sedangkan jenis dan model huruf erat hubungannya dengan besar dan kejelasan huruf yang digunakan. Semuanya ini perlu diperhatikan agar penampilan tes menjadi rapi, “indah”, dan jelas sehingga menarik untuk dikerjakan.
Jika kesembilan tahap dalam penyusunan tes tadi dapat dikerjakan dengan seksama, kiranya peluang untuk mmemperoleh tes yang valid dan reliable akan lebih besar.[18]
2)   Penyusunan inventori
Inventori adalah instrument yang digunakan untuk mengukur karakteristik psikologis tertentu dari individu. Karena itu, inventori sering disinonimkan dengan tes kepribadian. Perbedaan yang Nampak jelas antara inventori dengan tes (kemampuan) ialah dalam hal sifat jawaban yang diberikan. Dalam inventori, jawaban yang diberikan merupakan suatu keadaan yang sewajarnya, suasana keseharian yang dirasakan dan dialami, atau sesuatu yang diharapkan. Dengan kata lain, dalam menjawab pernyataan/pertanyaaan di dalam inventori, orang tidak perlu belajar terlebih dahulu. Cukuplah kiranya jika ia dapat membaca dan/atau memahami hal-hal yang ditanyakan kepadanya. Karakteristik inventori yang demikian itu menuntut tata cara penyusunan yang berbeda dengan tes. Adapun prosedur yang dimaksud adalah:
1)   Penetapan Konstruk yang Diukur
Konstruk menunjuk pada hal-hal yang pada dasarnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti persepsi, minat, motivasi, sikap dan yang sejenisnya. Misalnya, variable yang akan diteliti adalah “ sikap nasionalisme siswa SMA”. Dari variable penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa konstruk yang akan diukur adalah sikap.[19]
2)   Perumusan Definisi Operasional.
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat – sifat hal yang didefinisikan sehingga dapat diamati. Adapun cara yang dapat ditempuh untuk menyusun definisi operasional variable jenis ini dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu adalah:[20]
a.    Yang menekankan pada kegiatan apa yang dilakukan agar konstruk yang didefinisikan itu terjadi.
b.    Yang memberikan aksentuasi kepada bagaimana kegiatan itu dilakukan, dan
c.    Yang menitikberatkan pada sifat – sifat statis dari konstruk yang didefinisikan.
3)   Pendeskripsian konstruk
Ketika langkah kita sudah sampai pada kegiatan merumuskan definisi operasional konstruk (variable) yang akan diukur, seringkali belum dapat secara langsung disusun alat ukurnya. Definisi operasional itu belum mampu menunjukan scara rinci mengenai isi konstruk (variable) yang hendak diukur, sehingga diperlukan adanya deskripsi atas konstruk (variable) tersebut. Untuk mempermudah penyusunan pernyataan dalam inventori, kebanyakan peneliti menuangkan deskripsi konstruk (variable) itu dalam bentuk matrik.[21]
4)   Menyusun butir – butir pernyataan
Setelah deskripsi variable dapat dirampungkan, maka penulisan butir – butir pernyataan (items) dalam inventori akan dapat dilakukan secara lebih mudah. Kegiatan menulis pernyataan – pernyataan ini merupakan langkah yang kritis, karena dari pernyataan – pernyataan inilah akan dihasilkan data yang diperlukan. Kualitas penyataan yang dihasilkan tidak hanya ditentukan oleh penguasaan pengetahuan yang bersifat teoritis, tetapi harus didukung oleh latihan yang terarah, pengalaman yang cukup, kreatifitas dan kesungguhan, disamping faktor kiat yang diimiliki oleh masing – masing peneliti.[22]
5)   Pelaksanaan uji coba
Kegiatan uji coba instrument dalam proses penyusunan inventori mempunyai maksud yang sama dengan pelaksanaan uji coba tes. Bedanya dalam cara atau tekhnik yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dan mengestimasi tingkat reliabilitas instrument. Hal ini disebabkan oleh pemberian skor yang bersifat bergradasi. Seperti halnya tes, subjek uji coba inventori harus memiliki karakteristik yang sama atau identik dengan subjek penelitian. Mengenai jumlah subjek yang diperlukan untuk keperluan uji coba ini berlaku rumus umum yang menyatakan bahwa semakin banyak subjek akan semakin baik. Jika subjek penelitian terbatas, sebaiknya jumlah subjek uji coba inventori tidak kurang dari 30.[23]
6)   Analisi hasil uji coba
Dalam inventori, jawaban responden tidak dapat dinilai benar atau salah, melainkan bergradasi. Oleh sebab itu, validitas butir pernyataan hanya didasarkan atas indeks daya beda soal. Sedangkan perhitungan indeks daya beda soal ini dapat menggunakan tekhnik analisis korelasi atau uji beda nilai rata – rata. Selanjutnya, estimasi tingkat reliabilitas instrument menggunakan rumus penghitungan koefisien Alpha dan Kronbach.[24]
7)   Seleksi, penyempurnaan, dan penataan butir pernyataan
Jarang sekali semua butir pernyataan dalam suatu inventori dinyatakan valid setelah melalui proses uji coba. Pengalaman menunjukan bahwa selalu ada butir – butir pernyataan yang dinyatakan kurang atau tidak valid. Butir pernyataan yang tidak valid perlu diganti, sedangkan yang kurang valid masih dapat dipakai setelah disempurnakan, setelah itu barulah dilakukan penataan butir pernyataan.[25]
Ada satu hal yang perlu ditambahkan dalam penyusunan inventori, yaitu kata pengantar. Lazimnya kata pengantar berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan dilaksanakannya penelitian. Hal ini penting, untuk menghilangkan ketidakpastian, kecurigaan, dan kehawatiran dalam diri responden, sehingga mereka akan bersedia memberikan jawaban sebagaimana yang diharapkan. Etika penelitian sosial juga menyarankan agar maksud dan tujuan penelitian betul – betul jelas bagi responden sehingga asas informed consent terpenuhi. Rekomendasi dari instansi yang berwenang (misalnya pemerintah daerah, kanwil depdikbud) dapat dicantumkan sebagai kelengkapan isi kata pengantar. Selain itu jaminan akan kerahasiaan pribadi dan informasi yang diberikan responden penting juga diutarakan pada bagian pengantar. Bagian akhir biasanya berisi ucapan terimakasih atas kesediaan responden untuk membantu menyukseskan pelaksanaan penelitian.[26]
3)   Menyusun kuesioner
Kuesioner dari kata question = pertanyaan, adalah suatu daftar yang berisi serangkaian pertanyaan mengenai suatu hal dalam suatu bidang. Kuesioner banyak digunakan dalam penelitian pendidikan dan penelitian sosial yang menggunakan rancangan survei, karena ada beberapa keuntungan yang diperoleh, yaitu:
1.    Dapat disusun secara teliti dalam situasi yang tenang sehingga pertanyaan – pertanyaan yang terdapat didalamnya dapat mengikuti sistematik dari masalah yang diteliti.
2.    Penggunaan kuesioner memungkinkan peneliti menjaring data dari banyak responden dalam periode waktu yang relative singkat.
a)    Adapun kelemahan dari instrument kuesioner adalah sebagai berikut:
Sulit bagi peneliti untuk menangkap kejadian atau suasana khusus pada waktu data dikumpulkan.
b)   Kurang memberi keleluasaan untuk mengubah susunan pertanyaan agar lebih cocok dengan alam fikiran atau pengetahuan para penjawab.
Penelitian yang hanya menggunakan kuesioner saja tidak dapat menghasilkan temuan yang mendalam dan utuh. Adapun cara penyelesaian/mengantisipasi kelemahan diatas adalah dengan cara harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan sifat masalah yang digarap, tujuan yang hendak dicapai, jenis variable penelitian, dan karakteristik subjek penelitian.
Prosedur penyusunan kuesioner hampir sama dengan prosedur penyusunan inventori. Bedanya terlihat pada langkah ke lima, yaitu pelaksanaan uji coba instrument. Dalam penyusunan kuesioner, kegiatan uji coba bukanlah untuk menguji validitas butir pertanyaan secara statistik, melainkan untuk mengetahui kejelasan petunjuk pengerjaan, kekomunikatifan bahasa yang digunakan, dan jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk dapat menjawab semua pertanyaan secara baik.[27]
Dengan demikian, prosedur yang ditempuh dalam menyusun kuesioner adalah:
1)   Menetapkan objek yang akan diukur
2)   Merumuskan definisi operasional
3)   Membuat deskripsi dari objek yang diukur
4)   Menyusun butir – butir pertanyaan
5)   Melakukan uji coba
6)   Menyempurnakan dan menata butir – butir prtanyaan dalam satu kesatuan secara sistematis. Dalam menyusun butir – butir pertanyaan kuesioner ada dua hal yang perlu diperhatikan secara seksama, yaitu jenis pertanyaan yang dipergunakan dan tata urutannya didalam kuesioner.
Dilihat dari bentuknya , pertanyaan yang dapat digunakan dalam kuesioner dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:[28]
a.    Pertanyaan terbuka (tak tersetruktur)
Pertanyaan terbuka hampir sama pengertiannya dengan soal tes subjektif, yaitu pertanyaan yang jawabannya bersifat luas dan beragam. Dengan kata lain, responden memiliki keleluasaan yang besar dalam merespon. Pertanyaan terbuka cocok digunakan jika peneliti bermaksud untuk memperoleh informasi sebanyak – banyaknya mengenai objek yang diteliti tanpa struktur yang jelas.
b.    Pertanyaan tertutup ( terstruktur)
Dalam pertanyaan tertutup, keleluasaan yang demikian itu tidak dimiliki, bahkan kebebasan yang dimiliki responden sangat terbatas, mengingat jawaban terhadap pertanyaan itu telah tersedia. Responden hanya tinggal memilih satu atau beberapa dari alternative jawaban yang ada.
c.    Pertanyaan semi terbuka
Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kuesioner ialah tentang tata urutan pertanyaan yang terdapat didalamnya. Pertanyaan – pertanyaan tersebut hendaknya tidak disusun secara random, melainkan mengikuti suatu pola tertentu. Adapun pola yang dimaksud dalam hal ini adalah dari pertanyaan yang mudah menuju ke pertanyaan yang sukar, dari pertanyaan yag sederhana ke pertanyaan yang kompleks, dari pertanyaan yang bersifat umum menuju ke pertanyaan yang bersifat khusus.[29]
Dipandang dari jawaban yang diberikan ada:[30]
1)   Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya
2)   Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden menjawab tentang orang lain.
Dipandang dari bentuknya, maka ada:[31]
a)    Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner tertutup.
b)   Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.
c)    Check list, sebuah daftar dimana responden hanya memberikan tanda check pada kolom yang sesuai.
d)   Rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya dari sangat setuju sampai tingkat tidak setuju.
Penggunaan kuesioner ada langkah – langkah yang harus diambil atau yang perlu dilakukan yaitu mengadakan diskusi dengan orang lain yang dianggap tahu dan mampu, misalnya sarjana lain atau pejabat, untuk memberikan kritik yang sehat dan saran – saran perbaikan terhadap kuesioner yang telah disusun. Cara lain yang juga dapat ditempuh ialah melakukan usaha menguji cobakan kuesioner yang telah disusun kepada subjek yang memiliki karakteristik yang identik dengan subjek penelitian yang sebenarnya. Suasan yang meliputi wawancara berkuesioner harus bersifat bebas, tanpa ada perasaan khawatir, curiga atau takut sama sekali,. Ini perlu diingat terutama jika berhadapan dengan masyarakat desa, karena masih banyak diantara mereka yang merasa tidak tentram kalau jawabannya yang diberikannya langsung dicatat diatas kertas oleh peneliti.[32]
4)   Menyusun pedoman pengamatan
Pedoman pengamatan (observasi) diperlukan terutama jika peneliti menerapkan pengamatan terfokus dalam proses pengumpulan data. Dalam pengamatan terfokus, peneliti memusatkan perhatiannya hanya pada beberapa aspek prilaku atau fenomena yang menjadi objek sasarannya. Dalam penyusunan kuesioner ada 6 tahapan yaitu adalah:[33]
a.    Menetapkan objek yang akan diamati
b.    Merumuskan definisi operasional mengenai objek yang akan diamati
c.    Memuat deskripsi tentang objek yang akan diamati
d.   Memuat dan menyusun butir – butir pernyataan singkat tentang indikator dari objek yang diamati
e.    Melakukan uji coba
f.     Menyempurnakan dan menata butir – butir pernyataan ke dalam satu kesatuan yang utuh dan sistematis.
Pendapat lain tentang jenis-jenis instrumen penelitian diungkapkan oleh Juliansyah Noor, menurutnya, instrumen penelitian terdiri dari instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes merupakan serentetan pertanyaan, lembar kerja atau sejenisnya yang dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian. Lembar instrumen berupa tes ini berisi soal-soal tes yang terdiri dari butir-butir soal, baik itu yang ada pada angket, observasi atau wawancara. Contohnya adalah tes formatif, baik yang bersifat objektif (multiple choice) atau Essay. Sedangkan instrumen non tes  merupakan instrumen yang berupa selain dari pada bentuk pertanyaan-pertanyaan, tetapi biasanya berupa dokumentasi sebagai portofolio, ditambahkan dengan Focus Group Discussion (FGD) yaitu teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok.[34]
4.    Cara Menyusun Instrumen
Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang administrasi yang sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu, para peneliti harus mampu membuat instrumen yang akan digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan/ untuk memudahkan penyusunan instrumen, perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen atau kisi-kisi instrumen”. Untuk bisa menetapkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti dan teori-teori yang mendukungnya. Penggunaan teori untuk menyusun instrumen harus secermat mungkin agar diperoleh indikator yang valid.[35]



C.  KESIMPULAN
1.    Pengertian Instrumen Penelitian
Pendapat beberapa ahli tentang pengertian instrumen penelitian yang telah dijelaskan dalam bab pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan instrumen penelitian ialah alat bantu yang digunakan dalam sebuah penelitian untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diolah dan disusun secara sistematis.
2.    Syarat Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data suatu penelitian harus memperhatikan dua hal, yakni validitas dan reliabilitas. Hal ini dikarenakan sesungguhnya data yang baik adalah data yang valid dan reliable.
3.    Jenis Instrumen Penelitian
Secara garis besar, instrumen penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, yang terpenting ialah berusaha memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam situasi yang wajar. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan peneliti itu sendiri. Pemanfaatan manusia sebagai instrumen penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau berbagai interaksi sosial.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam hal ini, instrumen penelitian kuantitatif yaitu tes, inventori, kuesioner, pedoman observasi. Pemilahan instrumen menjadi empat dipandang lebih tepat karena masing-masing jenis instrumen memiliki karakteristik yang khas.
4.    Cara Menyusun Instrumen Penelitian
Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang administrasi yang sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu, para peneliti harus mampu membuat instrumen yang akan digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan/ untuk memudahkan penyusunan instrumen, perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen atau kisi-kisi instrumen”.






0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............