MAKALAH
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu
Dr. Prim Masrokan Mutohar, M.Pd.
NIP. 19720608 200212 1 001
Disusun
Oleh:
Lia
Hanifatur Rahmi
NIM.
2846134017
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
APRIL 2014
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Instrumen memegang
peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena
validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh
kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur
pengumpulan data yang ditempuh.
Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Agar data yang kita kumpulkan dalam penelitian menjadi valid, maka
kita harus mengetahui bagaimana cara-cara pengumpulan data dalam research itu,
sehingga data yang kita peroleh dapat menjadi pendukung terhadap kebenaran suatu
konsep tertentu. Instrumen itu alat, sehingga instrumen penelitian itu alat
yang digunakan dalam penelusuran terhadap gejala-gejala yang ada dalam suatu
research guna membuktikan kebenaran atau menyanggah suatu hipotesa-hipotesa
tertentu. Menyusun instrumen merupakan suatu proses dalam penyusunan alat
evaluasi karena dengan mengevaluasi kita akan memperoleh data tentang objek
yang diteliti. Oleh karena itu, menyusun instrumen merupakan langkah penting
dalam prosedur penelitian yang tak dapat dipisahkan
antara yang satu terhadap yang lainnya. Hal ini dilakukan karena untuk
menjaga kesinambungan data yang dikumpulkan dengan pokok permasalahan yang
dibuat dalam rangka pengujian terhadap hipotesis-hipotesis yang dibuat.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian
instrumen penelitian?
b.
Apa saja syarat
instrumen penelitian?
c.
Apa saja
jenis-jenis instrumen penelitian?
d.
Bagaimana cara
menyusun instrumen penelitian?
3.
Tujuan
a.
Untuk
mengetahui pengertian instrumen penelitian.
b.
Untuk
mengetahui syarat instrumen penelitian.
c.
Untuk
mengetahui jenis instrumen penelitian.
d.
Untuk
mengetahui cara menyusun instrumen penelitian.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto, instrumen pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya
Ibnu Hadjar berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik
variabel secara objektif.
Instrumen
pengumpul data menurut Sumadi Suryabrata adalah alat yang digunakan untuk
merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut
psikologis. Atibut-atribut psikol ogis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi
atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa untuk
atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut
non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan.
Pendapat
beberapa ahli tentang pengertian instrumen penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan instrumen penelitian ialah alat bantu yang digunakan
dalam sebuah penelitian untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diolah dan
disusun secara sistematis.
2.
Syarat
Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data suatu penelitian harus
memperhatikan dua hal, yakni validitas dan reliabilitas. Hal ini dikarenakan
sesungguhnya data yang baik adalah data yang valid dan reliable.
Sukidin,
dkk, menyatakan bahwa instrumen valid ialah instrumen yang mampu mengukur apa
yang seharusnya diukur, misalnya bahwa penggaris adalah alat yang valid untuk
mengukur panjang, bukan untuk mengukur berat. Sedangkan instrumen reliable
adalah instrumen yang konsisten (tepat/akurat) dalam mengukur yang seharusnya
diukur.
Menurut
Punaji Setyosari, berpendapat bahwa validitas terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
a.
Validitas
logis, yakni diperoleh dengan usaha yang sangat hati-hati sehingga secara
logika instrumen itu dicapai menurut validitas yang dikehendaki,
b.
Validitas
empiris, yaitu validitas yang diperoleh berdasarkan pengalaman.
Instrumen
yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putusujungnya, bila digunakan
berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi selalu tidak
valid. Hal ini disebabkan karena instrumen
(meteran) tersebut rusak. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk
validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun instrumen yang valid umumnya
pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.
Pengujian
reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
a)
Pengujian
reliabilitas eksternal
Pengujian
reliabilitas secara eksternal dapat dilakukan dengan tiga cara:
1)
Test-retest
Instrumen
penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara
mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Jadi, dalam hal ini
instrumennya sama, respondennya sama, waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur
dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila
koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut sudah
dinyatakan reliabel. Pengujian cara ini sering juga disebut stability.
2)
Ekuivalen
Instrumen
secara ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya
sama. Pengujian reliabilitas dengna cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi
instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu sama, instrumen berbeda.
Reliabilitas instrumen dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data
instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan ekuivalen. Bila
korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dinyatakan reliabel.
3)
Gabungan
Pengujian
reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang ekuivalen
beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi, cara ini merupakan gabungan
pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua
instrumen, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya
dikorelasikan secara silang. Jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang
berbeda, akan dapat dianalisis enam koefisien reliabilitas. Bila keenam
koefisien korelasi itu semuanya positif dan signifikan, maka dapat dinyatakan
bahwa instrumen tersebut reliabel.
b)
Pengujian
reliabilitas internal
Pengujian
reliabilitas dengna internal consistency dilakukan dengan cara mencobakan
instrumen sekali saja, kamudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik
tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untk memprediksi reliabilitas
instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah
dua dari Spearman Brown (split half), KR 20, KR 21 dan Anova Hoyt. Berikut
rumus-rumusnya.
1)
Rumus Spearman
Brown
= reliabilitas internal seluruh instrumen
= korelasi product momen antara bahan belahan
pertama dan kedua
2)
Rumus KR 20
K = jumlah item dalam instrumen
= proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada
item 1
= 1 -
= varians total
3)
Rumus KR 21
K = jumlah item dalam instrumen
M = mean skor total
= varians total
4)
Analysis
Varians Hoyt (Anova Hoyt)
= mean kuadrat kesalahan
= mean kuadrat antara subyek
= reliabilitas instrumen
3.
Jenis-jenis
Instrumen Penelitian
Secara
garis besar, instrumen penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada
latar yang alami (natural setting), lebih memperhatikan proses daripada
hasil semata, yang terpenting ialah berusaha memahami makna dari suatu kejadian
atau berbagai interaksi dalam situasi yang wajar. Oleh karena itu, instrumen
yang digunakan bukanlah kuesioner atau tes, melainkan peneliti itu sendiri.
Pemanfaatan manusia sebagai instrumen penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa
hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau
berbagai interaksi sosial. Menurut Lincoln dan Guba, ada tujuh hal yang membuat
manusia menjadi instrumen yang memiliki kualifikasi baik, yaitu responsive, adaptif,
holistic, memahami konsep yang tak terkatakan, mampu memproses data secara
langsung, mampu mengklasifikasi dan meringkas data dengan segera, mampu mengekplorasi
respon yang khusus dan istimewa. Singkatnya, semua alat yang digunakan oleh
peneliti kualitatif dalam mengumpulkan data adalah sekedar alat bantu,
sedangkan instrumen utamanya adalah dirinya sendiri.
Penelitian
yang menggunakan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis
pada angka yang kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam
hal ini, instrumen penelitian kuantitatif yaitu tes, inventori, kuesioner,
pedoman observasi. Pemilahan instrumen menjadi empat dipandang lebih tepat
karena masing-masing jenis instrumen memiliki karakteristik yang khas. Berikut
ini penjelasan dari tiap-tiap instrumen penelitian
1)
Tes sebagai
instrumen penelitian
Dilihat dari
aspek yang diukur, tes dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tes non-psikologis
dan tes psikologis. Jenis tes psikologis dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu
tes psikologis yang mengukur aspek afektif dan dan tes psikologis yang
digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual. Tes psikologis yang dirancang
untuk mengukur aspek non-intelektual dari tingkah laku umumnya dikenal dengan
nama tes kepribadian (personality test). Tes psikologis inilah yang
dalam behasa Inggris dikenal dengan nama Inventory. Tes psikologis yang
dimaksudkan untuk mengukur aspek kemampuan intelektual disebut dengan nama tes
kemampuan (ability test). Termasuk dalam kategori tes kemampuan ini adalah
tes bakat (aptitude test) dan tes kemahiran (proficiency test).
Tes prestasi belajar (achievement test) termasuk dalam tes kemahiran.[12]
Agar
tes yang dibuat mampu memenuhi ketiga kriteria secara optimal maka dalam
penyusunannya haruslah mengikuti prosedur dan melalui proses yang benar.
Prosedur yang ditempuh dalam menyusun atau mengembangkan tes kemampuan dalam
rangka penelitian pada dasarnya sebagai berikut:
a.
Penetapan aspek
yang diukur
Dalam
pengembangan tes hasil belajar, ada dua aspek yang mendapat perhatian, yaitu
materi pelajaran dan aspek kepribadian (ranah kognitif, afektif, dan atau
psikomotorik) yang diukur.[13]
b.
Pendeskripsian
aspek yang diukur
Pendeskripsian
aspek yang diukur tidak lain dari penjabaran lebih lanjut dari definisi
operasional variabel yang telah dilakukan pada langkah pertama. Untuk
penyusunan tes, deskripsi variabel ini dituangkan dalam bentuk tabel
spesifikasi atau lebih dikenal dengan nama kisi-kisi tes. Di dalamnya termuat
materi pelajaran dan aspek kepribadian yang diukur, bentuk tes, dan tipe soal
yang digunakan, serta jumlah soal.[14]
c.
Pemilihan
bentuk tes
Pemilihan bentuk tes dilihat dari
cara peserta tes memberikan jawaban dan cara peneliti memberikan skor. Jika
peserta tes memiliki kebebasan yang luas dalam menjawab soal-soal tes, bahkan
hanya tinggal memilih dari jawaban yang telah disediakan, maka tes itu disebut
tes subyektif (free answer test). Sebaliknya, jika peserta tes tidak
memiliki kebebasan dalam menjawab soal, bahkan hanya tinggal memilih dari
jawaban yang telah disediakan maka tes itu disebut tes obyektif (restricted
answer test). Dilihat dari caranya peneliti memberikan skor, tes juga
dibedakan menjadi tes subyektif dan tes obyektif. Dinamakan tes subyektif
apabila pada waktu memberikan skor, peneliti harus memberikan pertimbangan
terlebih dahulu terhadap jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Setelah itu
barulah memberikan skor. Sebaliknya, suatu tes dinamakan tes obyektif manakala
peneliti dapat memberikan skor secara langsung tanpa harus mempertimbangkan
jawaban yang diberikan oleh peserta tes. Hal ini dimungkinkan karena tes
obyektif terutama model pilihan, sudah bersifat pasti. Singkatnya, perbedaan
tes subyektif dan tes obyektif dilihat dari dua aspek; dari kebebasan peserta
tes dalam menjawab soal-soal tes dan dari cara peneliti memberikan skor[15]
d.
Perakitan butir
soal
Perakitan butir
soal ke dalam suatu tes didasarkan atas bentuk dan tipe soal yang dibuat, bukan
disusun menurut urutan materi pelajaran.[16]
e.
Penulisan butir
soal
f.
Pelaksanaan uji
coba tes
Kegiatan uji coba
instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui: (1) validitas butir soal, (2) tingkat
reliabilitas tes, (3) ketepatan petunjuk dan kejelasan bahasa yang digunakan,
dan (4) jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tes.[17]
g.
Analisis data
hasil uji coba
Analisi terhadap hasil
uji coba tes dimaksudkan untuk mengetahui secara empirik validitas butir soal
dan tingkat reliabilitas tes. Ukuran yang digunakan untuk menilai validitas
butir soal adalah indeks kesukaran soal (P) dan indeks daya beda soal (D).
h.
Seleksi,
penyempurnaan, dan penataan butir soal
Seleksi atau penyempurnaan butir soal diperlukan karena biasanya selalu ada
soal yang tidak memenuhi syarat dilihat dari kriteria tingkat kesukaran dan
daya beda soal. Oleh sebab itu, jumlah soal yang ditulis untuk keperluan uji
coba selalu harus lebih banyak dari jumlah yang diperlukan. Lazimnya soal yang
tergolong mudah sebagian ditaruh di bagian paling awal dari tes, sedangkan yang
sebagian lagi ditempatkan di bagian paling akhir.
i.
Pencetakan teks
Yang perlu mendapat
perhatian dalam hal ini antara lain format, jenis dan model huruf yang
digunakan. Format tes berkenaan dengan tata letak (lay out) dari soal-soal di
dalam tes, sedangkan jenis dan model huruf erat hubungannya dengan besar dan
kejelasan huruf yang digunakan. Semuanya ini perlu diperhatikan agar penampilan
tes menjadi rapi, “indah”, dan jelas sehingga menarik untuk dikerjakan.
Jika kesembilan tahap dalam penyusunan tes tadi dapat dikerjakan dengan seksama, kiranya peluang untuk mmemperoleh tes yang valid dan reliable akan lebih besar.[18]
Jika kesembilan tahap dalam penyusunan tes tadi dapat dikerjakan dengan seksama, kiranya peluang untuk mmemperoleh tes yang valid dan reliable akan lebih besar.[18]
2)
Penyusunan
inventori
Inventori adalah instrument yang digunakan untuk mengukur karakteristik
psikologis tertentu dari individu. Karena itu, inventori sering disinonimkan
dengan tes kepribadian. Perbedaan yang Nampak jelas antara inventori dengan tes
(kemampuan) ialah dalam hal sifat jawaban yang diberikan. Dalam inventori,
jawaban yang diberikan merupakan suatu keadaan yang sewajarnya, suasana
keseharian yang dirasakan dan dialami, atau sesuatu yang diharapkan. Dengan
kata lain, dalam menjawab pernyataan/pertanyaaan di dalam inventori, orang tidak
perlu belajar terlebih dahulu. Cukuplah kiranya jika ia dapat membaca dan/atau
memahami hal-hal yang ditanyakan kepadanya. Karakteristik inventori yang
demikian itu menuntut tata cara penyusunan yang berbeda dengan tes. Adapun
prosedur yang dimaksud adalah:
1)
Penetapan Konstruk yang
Diukur
Konstruk menunjuk pada
hal-hal yang pada dasarnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti
persepsi, minat, motivasi, sikap dan yang sejenisnya. Misalnya, variable yang
akan diteliti adalah “ sikap nasionalisme siswa SMA”. Dari variable penelitian
ini dapat diidentifikasi bahwa konstruk yang akan diukur adalah sikap.[19]
2) Perumusan Definisi Operasional.
Definisi operasional
adalah definisi yang didasarkan atas sifat – sifat hal yang didefinisikan
sehingga dapat diamati. Adapun cara yang dapat ditempuh untuk menyusun definisi
operasional variable jenis ini dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu adalah:[20]
a. Yang menekankan pada kegiatan apa yang dilakukan agar konstruk yang
didefinisikan itu terjadi.
b. Yang memberikan aksentuasi kepada bagaimana kegiatan itu dilakukan, dan
c. Yang menitikberatkan pada sifat – sifat statis dari konstruk yang
didefinisikan.
3) Pendeskripsian konstruk
Ketika langkah kita
sudah sampai pada kegiatan merumuskan definisi operasional konstruk (variable)
yang akan diukur, seringkali belum dapat secara langsung disusun alat ukurnya.
Definisi operasional itu belum mampu menunjukan scara rinci mengenai isi
konstruk (variable) yang hendak diukur, sehingga diperlukan adanya deskripsi
atas konstruk (variable) tersebut. Untuk mempermudah penyusunan pernyataan
dalam inventori, kebanyakan peneliti menuangkan deskripsi konstruk (variable)
itu dalam bentuk matrik.[21]
4) Menyusun butir – butir pernyataan
Setelah deskripsi
variable dapat dirampungkan, maka penulisan butir – butir pernyataan (items)
dalam inventori akan dapat dilakukan secara lebih mudah. Kegiatan menulis
pernyataan – pernyataan ini merupakan langkah yang kritis, karena dari
pernyataan – pernyataan inilah akan dihasilkan data yang diperlukan. Kualitas
penyataan yang dihasilkan tidak hanya ditentukan oleh penguasaan pengetahuan
yang bersifat teoritis, tetapi harus didukung oleh latihan yang terarah,
pengalaman yang cukup, kreatifitas dan kesungguhan, disamping faktor kiat yang
diimiliki oleh masing – masing peneliti.[22]
5) Pelaksanaan uji coba
Kegiatan uji coba instrument dalam proses penyusunan inventori mempunyai
maksud yang sama dengan pelaksanaan uji coba tes. Bedanya dalam cara atau
tekhnik yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dan mengestimasi
tingkat reliabilitas instrument. Hal ini disebabkan oleh pemberian skor yang
bersifat bergradasi. Seperti halnya tes, subjek uji coba inventori harus
memiliki karakteristik yang sama atau identik dengan subjek penelitian.
Mengenai jumlah subjek yang diperlukan untuk keperluan uji coba ini berlaku
rumus umum yang menyatakan bahwa semakin banyak subjek akan semakin baik. Jika
subjek penelitian terbatas, sebaiknya jumlah subjek uji coba inventori tidak
kurang dari 30.[23]
6) Analisi hasil uji coba
Dalam inventori, jawaban responden tidak dapat dinilai benar atau salah,
melainkan bergradasi. Oleh sebab itu, validitas butir pernyataan hanya
didasarkan atas indeks daya beda soal. Sedangkan perhitungan indeks daya beda
soal ini dapat menggunakan tekhnik analisis korelasi atau uji beda nilai rata –
rata. Selanjutnya, estimasi tingkat reliabilitas instrument menggunakan rumus
penghitungan koefisien Alpha dan Kronbach.[24]
7) Seleksi, penyempurnaan, dan penataan butir pernyataan
Jarang sekali semua butir pernyataan dalam suatu inventori dinyatakan valid
setelah melalui proses uji coba. Pengalaman menunjukan bahwa selalu ada butir –
butir pernyataan yang dinyatakan kurang atau tidak valid. Butir pernyataan yang
tidak valid perlu diganti, sedangkan yang kurang valid masih dapat dipakai
setelah disempurnakan, setelah itu barulah dilakukan penataan butir pernyataan.[25]
Ada satu hal yang perlu ditambahkan dalam penyusunan inventori, yaitu kata
pengantar. Lazimnya kata pengantar berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan
dilaksanakannya penelitian. Hal ini penting, untuk menghilangkan
ketidakpastian, kecurigaan, dan kehawatiran dalam diri responden, sehingga
mereka akan bersedia memberikan jawaban sebagaimana yang diharapkan. Etika
penelitian sosial juga menyarankan agar maksud dan tujuan penelitian betul –
betul jelas bagi responden sehingga asas informed consent terpenuhi. Rekomendasi
dari instansi yang berwenang (misalnya pemerintah daerah, kanwil depdikbud)
dapat dicantumkan sebagai kelengkapan isi kata pengantar. Selain itu jaminan
akan kerahasiaan pribadi dan informasi yang diberikan responden penting juga
diutarakan pada bagian pengantar. Bagian akhir biasanya berisi ucapan
terimakasih atas kesediaan responden untuk membantu menyukseskan pelaksanaan
penelitian.[26]
3)
Menyusun
kuesioner
Kuesioner dari kata
question = pertanyaan, adalah suatu daftar yang berisi serangkaian pertanyaan
mengenai suatu hal dalam suatu bidang. Kuesioner banyak digunakan dalam
penelitian pendidikan dan penelitian sosial yang menggunakan rancangan survei,
karena ada beberapa keuntungan yang diperoleh, yaitu:
1. Dapat disusun secara teliti dalam situasi yang tenang sehingga pertanyaan –
pertanyaan yang terdapat didalamnya dapat mengikuti sistematik dari masalah
yang diteliti.
2. Penggunaan kuesioner memungkinkan peneliti menjaring data dari banyak
responden dalam periode waktu yang relative singkat.
a) Adapun kelemahan dari instrument kuesioner adalah sebagai berikut:
Sulit bagi peneliti untuk menangkap kejadian atau suasana khusus pada waktu data dikumpulkan.
Sulit bagi peneliti untuk menangkap kejadian atau suasana khusus pada waktu data dikumpulkan.
b) Kurang memberi keleluasaan untuk mengubah susunan pertanyaan agar lebih
cocok dengan alam fikiran atau pengetahuan para penjawab.
Penelitian yang hanya menggunakan kuesioner saja tidak dapat menghasilkan
temuan yang mendalam dan utuh. Adapun cara penyelesaian/mengantisipasi
kelemahan diatas adalah dengan cara harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan
sifat masalah yang digarap, tujuan yang hendak dicapai, jenis variable
penelitian, dan karakteristik subjek penelitian.
Prosedur penyusunan kuesioner hampir sama dengan prosedur penyusunan
inventori. Bedanya terlihat pada langkah ke lima, yaitu pelaksanaan uji coba
instrument. Dalam penyusunan kuesioner, kegiatan uji coba bukanlah untuk
menguji validitas butir pertanyaan secara statistik, melainkan untuk mengetahui
kejelasan petunjuk pengerjaan, kekomunikatifan bahasa yang digunakan, dan
jumlah waktu riil yang dibutuhkan untuk dapat menjawab semua pertanyaan secara
baik.[27]
Dengan demikian, prosedur yang ditempuh dalam menyusun kuesioner adalah:
1) Menetapkan objek yang akan diukur
2) Merumuskan definisi operasional
3) Membuat deskripsi dari objek yang diukur
4) Menyusun butir – butir pertanyaan
5) Melakukan uji coba
6) Menyempurnakan dan menata butir – butir prtanyaan dalam satu kesatuan
secara sistematis. Dalam menyusun butir – butir pertanyaan kuesioner ada dua
hal yang perlu diperhatikan secara seksama, yaitu jenis pertanyaan yang
dipergunakan dan tata urutannya didalam kuesioner.
Dilihat dari bentuknya , pertanyaan yang dapat digunakan dalam kuesioner
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:[28]
a. Pertanyaan terbuka (tak tersetruktur)
Pertanyaan terbuka
hampir sama pengertiannya dengan soal tes subjektif, yaitu pertanyaan yang
jawabannya bersifat luas dan beragam. Dengan kata lain, responden memiliki
keleluasaan yang besar dalam merespon. Pertanyaan terbuka cocok digunakan jika
peneliti bermaksud untuk memperoleh informasi sebanyak – banyaknya mengenai
objek yang diteliti tanpa struktur yang jelas.
b.
Pertanyaan tertutup (
terstruktur)
Dalam pertanyaan
tertutup, keleluasaan yang demikian itu tidak dimiliki, bahkan kebebasan yang
dimiliki responden sangat terbatas, mengingat jawaban terhadap pertanyaan itu
telah tersedia. Responden hanya tinggal memilih satu atau beberapa dari
alternative jawaban yang ada.
c.
Pertanyaan semi terbuka
Yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan kuesioner ialah tentang tata urutan pertanyaan yang terdapat
didalamnya. Pertanyaan – pertanyaan tersebut hendaknya tidak disusun secara
random, melainkan mengikuti suatu pola tertentu. Adapun pola yang dimaksud
dalam hal ini adalah dari pertanyaan yang mudah menuju ke pertanyaan yang
sukar, dari pertanyaan yag sederhana ke pertanyaan yang kompleks, dari
pertanyaan yang bersifat umum menuju ke pertanyaan yang bersifat khusus.[29]
Dipandang dari jawaban
yang diberikan ada:[30]
1) Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya
2) Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden menjawab tentang orang lain.
Dipandang dari
bentuknya, maka ada:[31]
a) Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner
tertutup.
b) Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.
c) Check list, sebuah daftar dimana responden hanya memberikan tanda check
pada kolom yang sesuai.
d) Rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh
kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya dari sangat setuju
sampai tingkat tidak setuju.
Penggunaan kuesioner
ada langkah – langkah yang harus diambil atau yang perlu dilakukan yaitu
mengadakan diskusi dengan orang lain yang dianggap tahu dan mampu, misalnya
sarjana lain atau pejabat, untuk memberikan kritik yang sehat dan saran – saran
perbaikan terhadap kuesioner yang telah disusun. Cara lain yang juga dapat
ditempuh ialah melakukan usaha menguji cobakan kuesioner yang telah disusun
kepada subjek yang memiliki karakteristik yang identik dengan subjek penelitian
yang sebenarnya. Suasan yang meliputi wawancara berkuesioner harus bersifat
bebas, tanpa ada perasaan khawatir, curiga atau takut sama sekali,. Ini perlu diingat
terutama jika berhadapan dengan masyarakat desa, karena masih banyak diantara
mereka yang merasa tidak tentram kalau jawabannya yang diberikannya langsung
dicatat diatas kertas oleh peneliti.[32]
4) Menyusun pedoman pengamatan
Pedoman pengamatan (observasi)
diperlukan terutama jika peneliti menerapkan pengamatan terfokus dalam proses
pengumpulan data. Dalam pengamatan terfokus, peneliti memusatkan perhatiannya
hanya pada beberapa aspek prilaku atau fenomena yang menjadi objek sasarannya.
Dalam penyusunan kuesioner ada 6 tahapan yaitu adalah:[33]
a. Menetapkan objek yang akan diamati
b. Merumuskan definisi operasional mengenai objek yang akan diamati
c. Memuat deskripsi tentang objek yang akan diamati
d. Memuat dan menyusun butir – butir pernyataan singkat tentang indikator dari
objek yang diamati
e. Melakukan uji coba
f. Menyempurnakan dan menata butir – butir pernyataan ke dalam satu kesatuan
yang utuh dan sistematis.
Pendapat
lain tentang jenis-jenis instrumen penelitian diungkapkan oleh Juliansyah Noor,
menurutnya, instrumen penelitian terdiri dari instrumen tes dan instrumen non
tes. Instrumen tes merupakan serentetan pertanyaan, lembar kerja atau
sejenisnya yang dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan,
bakat, dan kemampuan dari subjek penelitian. Lembar instrumen berupa tes ini
berisi soal-soal tes yang terdiri dari butir-butir soal, baik itu yang ada pada
angket, observasi atau wawancara. Contohnya adalah tes formatif, baik yang
bersifat objektif (multiple choice) atau Essay. Sedangkan instrumen non
tes merupakan instrumen yang berupa selain dari pada bentuk
pertanyaan-pertanyaan, tetapi biasanya berupa dokumentasi sebagai portofolio,
ditambahkan dengan Focus Group Discussion (FGD) yaitu teknik
pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan
tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok.[34]
4.
Cara Menyusun
Instrumen
Instrumen-instrumen penelitian dalam
bidang sosial umumnya dan khususnya bidang administrasi yang sudah baku sulit
ditemukan. Untuk itu, para peneliti harus mampu membuat instrumen yang akan
digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan adalah
variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari
variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, selanjutnya
ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan
menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan/ untuk memudahkan penyusunan
instrumen, perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen atau kisi-kisi
instrumen”. Untuk bisa menetapkan indikator-indikator dari setiap variabel yang
diteliti maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang
diteliti dan teori-teori yang mendukungnya. Penggunaan teori untuk menyusun
instrumen harus secermat mungkin agar diperoleh indikator yang valid.[35]
C.
KESIMPULAN
1.
Pengertian
Instrumen Penelitian
Pendapat
beberapa ahli tentang pengertian instrumen penelitian yang telah dijelaskan
dalam bab pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan instrumen
penelitian ialah alat bantu yang digunakan dalam sebuah penelitian untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diolah dan disusun secara sistematis.
2.
Syarat
Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data suatu penelitian harus
memperhatikan dua hal, yakni validitas dan reliabilitas. Hal ini dikarenakan
sesungguhnya data yang baik adalah data yang valid dan reliable.
3.
Jenis Instrumen
Penelitian
Secara garis besar, instrumen penelitian
terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian
kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada latar yang alami (natural
setting), lebih memperhatikan proses daripada hasil semata, yang terpenting
ialah berusaha memahami makna dari suatu kejadian atau berbagai interaksi dalam
situasi yang wajar. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan bukanlah
kuesioner atau tes, melainkan peneliti itu sendiri. Pemanfaatan manusia sebagai
instrumen penelitian dilandasi oleh keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu
menggapai dan menilai makna dari suatu peristiwa atau berbagai interaksi
sosial.
Penelitian yang menggunakan
pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya berbasis pada angka yang
kemudian diuji dengan menggunakan perhitungan statistik. Dalam hal ini,
instrumen penelitian kuantitatif yaitu tes, inventori, kuesioner, pedoman
observasi. Pemilahan instrumen menjadi empat dipandang lebih tepat karena
masing-masing jenis instrumen memiliki karakteristik yang khas.
4.
Cara Menyusun
Instrumen Penelitian
Instrumen-instrumen
penelitian dalam bidang sosial umumnya dan khususnya bidang administrasi yang
sudah baku sulit ditemukan. Untuk itu, para peneliti harus mampu membuat
instrumen yang akan digunakan untuk penelitian. Titik tolak dari penyusunan
adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari
variabel-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya, selanjutnya
ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator ini kemudian dijabarkan
menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan/ untuk memudahkan penyusunan
instrumen, perlu digunakan “matrik pengembangan instrumen atau kisi-kisi
instrumen”.
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............