CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Thursday, 12 January 2012

IMAM HANBALI


Imam Ahmad ibn Hanbal
A.    Biografi Madzhab Hanbali dan Latar Belakang Pendidikannya
Nama lengkap Imam besar ini adalah Ahmad bin Hilal bin Usd bin Idris bin Abdullah bin Hayyan ibn  Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syiban. Panggilan sehari-hari yaitu Abu Abdullah. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abd al Malik ibn sawadah ibn Hindun al Syaibani. Jadi, dari pihak ayah, maupun ibu, Imam Ahmad ibn Hanbal berasal dari keturunan bani Syaiban, salah satu kabilah yang berdomosili di Semenanjung di Arabia.
Imam Ahmad ibn Hanbal lahir di Baghdad pada bulan Robiul awal tahun 164 H./780 M. Setelah ibu beliau pindah kesana dari kota Murwa. Imam Ahmad ibn Hanbal lahir di tengah-tangah kelurga yang terhormat, yang memiliki kebesaran jiwa, kekuatan kemauan, kesabaran dan ketegaran dalam menghadapi penderitaan. Ayahnya meninggal sebelum dia dilahirkan, oleh sebab itu, imam Ahmad mengalami keadaan yang sederhana dan tidak tamak.
Dalam kehidupan sehari-hari Imam Ahmad ibn Hanbal mempunyai gaya hidup yang sederhana. Ia hanya memiliki sebuah rumah yang sebagiannya sendiri bersama dengan istri dan anaknya, sebagian lagi disewakan, uang sewanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi kemasyhuran namanya, justru semakin menjulang dan dikagumi dimana-mana.
Imam Ahmad Hanbal sejak kecil telah kelihatan sangat cinta kepada ilmu dan sangat rajin menunututnya. Ia terus-menerus dan tidak jemu menuntut ilmu pengetahuan, sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan mata pencaharian. Imam Ibnu Hanbal adalah imam yang ke empat dari fuqaha’ islam. Ia adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat yang luhur dan budi pekerti yang tinggi. Ibnu Hanbal terkenal wara’, zuhud, amanah dan sangat kuat berpegang teguh pada yang khak.
Ahmad bin Hanbal telah hafal Al-Qur’an pada usia yang masih muda. Beliau salah satu diantara ulama yang terkenal kuat daya hafalnya dan seorang perawi hadits terkemuka pada masanya. Ia hafal Al Qur’an dan mempelajari bahasa. Ia belajar menulis dan mengarang ketika umurnya masih empat belas tahun. Ia hidup sebagai seorang yang cinta untuk menuntut ilmu dan bekerja keras untuk itu, sehingga ibunya merasa kasihan kepadanya. Ia pernah ingin keluar untuk menuntut ilmu sebelum terbit fajar, ibunya meminta agar ditunggu saja hingga orang-orang bangun tidur.
Pada mulanya Imam Ahmad ibn Hanbal belajar ilmu fiqh pada Abu Yusuf salah seorang murid Abu Hanifah. Kemudian ia beralih untuk belajar hadits. Karena tidak henti-hentinya dalam belajar hadits, sehingga ia banyak bertemu dengan para syaikh Ahl al-Hadits. Ia menulis Hadits dari guru-gurunya dalam sebuah buku, sehingga ia terkenal sebagai seorang imam al-sunah pada masanya.
Imam Ahmad ibn Hanbal belajar fiqh dari Imam Syafi’i , dan Imam Syafi’i belajar hadits dari Imam ahmad ibn Hanbal. Ia menjelajah ke Kuffah, Basrah, Makkah, Madinah, Syam, Yaman, dan Aljazirah untuk mengumpulkan hadits. Karena banyak negeri yang di kunjungi dalam rangka mengumpulkan hadits, maka ia mendapat julukan Imam Rihalah sebagaimana halnya Imam Syfi’i. Ia berhasil mengumpulkan sejumlah besar hadits Nabi. Kumpulan haditsnya disebut dengan Musnad Imam Ahmad. Imam ahmad Ibn Hanbal wafat pada hari jum’at pagi tanggal 12 rabi’ul Awal tahun 241 H /855 M. Dalam usia 77 tahun, Imam Ahmad Ibn Hanbal di makamkan di perkuburan Bab Harb di kota Baghdad.
B.     Pola Pemikiran Imam ibn Hanbal
Imam Ahmad ibn Hanbal adalah seorang pemuka ahlu al hadits yang telah disepakati oleh para ulama, namun sebagian seorang ahlu fiqh masih diperselisihkan. Karena itu, Imam ibn Jaril al-Thabary tidak memperhitungkan pendapat-pendapatnya dalam menghadapi khilaf dalam masalah fiqh dikalangan para fuqoha. Menurutnya Imam ibn Hanbal termasuk ahlu al hadits, bukan ahlu al-fiqh. Ibn al-Barr dalam kitabnya al-intiqa, hanya mentebutkan tiga orang imam ahli fiqh yaitu Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i. Juga Ibn Qutaibah di dalam kitabnya, al-ma’arif tidak memasukkan Ahmad ibn Hanbal dalam bilangan ahlu fiqh.
Ahmad Amin dalam dhuha al-islam menyimpulkan, bahwa sebanarnya fikh Ahmad ibn Hanbal lebih banyak didasarkan pada hadits, yaitu apabila terdapat hadits yang shohih, sama sekali tidak diperhatikan faktor-faktor lainnya, dan apabila didapati ada fatwa sahabat, maka fatwa sahabat tersebut diamalkan. Apabila didapati beberapa fatwa sahabat dan fatwa mereka tidak saragam maka dipilih mana diantara fatwa sahabat tersebut yang mendekati al Qur’an  dan sunah. Adakalanya para sahabat berbeda pendapat dalam suatu masalah. Dalam hal yang demikian, kedua masalah tersebut dipakai sebagai hujjah. Apabila didapati hadits mursal atau dha’if, maka hadits tersebut lebih dikuatkan ketimbang qiyas. Ia tidak menggunakan qiyas, kecuali dalam keadaan terpaksa.
Imam ibn Hanbal pada dasarnya tidak menulis kitab fiqh secara khusus, karena semua masalah fiqh yang dikaitkan dengannya sebenarnya berasal dari fatwanya sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang pernah ditanyakan kepadanya. Sedangkan yang menyusunnya hingga menjadi kitab fiqh adalah para pengikutnya. Fiqh Ahmad ibn Hanbal dipastikan sangat diwarnai oleh hadits.
Adapun aliran keagamaan islam Ahmad ibn Hanbal menurut ulama’ ilmu kalam adalah termasuk aliran Ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah. Tetapi ibn Taimiyah mengatakan bahwa Imam ibn Hanbal tidak termsuk aliran Ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah, melainkan hanya orang yang pendapatnya sesuai dengan pendapat Ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah. Al-Syahrastany memasukkan Imam Ahmad dalam kelompok Ashab al-Hadits. Atas dasar itu, maka jelas bahwa Imam Ahmad adalah termasuk dalam aliran Ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah.
Karena Imam Ahmad sebagai Ahlu al-Hadits, maka ia sangat kuat berpegang kepada hadits, bahkan hal tersebut menjadikan ia terlalu takut menyimpang dari ketentuan hadits. Adapun metode istidlal Imam Ahmad dalam menetapkan hukum adalah :
a.       Nash dari al Qur’an dan Sunah yang shahih
Apabila beliau telah menghadapi suatu masalah dari Al Qur’an dan dari Sunah Rasul yang shahihah, maka beliau dalam menetapkan hukum adalah dengan nash itu.
b.      Fatwa para sahabat Nabi SAW
Apabila tidak mendapatkan  suatu nash yang jelas, baik dari al Qur’an maupun hadits shahih, maka ia mengguanakan fatwa-fatwa dari sahabat nabi yang tidak ada perselisihan di kalangan mereka.
c.       Fatwa para sahabat Nabi
Fatwa sahabat nabi yang timbul dalam perselisihan diantara mereka dan diambilnya yang lebih dekat kepada al Qur’an dan sunah.
d.      Hadits Mursal dan Hadits dha’if
C.    Sumber Hukum Imam ibn Hanbal
1)      Al-Qur’an
Tidak ada perbedaan antara imam Hanbali dengan ulama lainnya dalam memandang dan memposisikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum. Al-Qur’an memperoleh kedudukan yang tinggi mengatasi semua sumber hukum lainnya untuk semua keadaan.

2)      Sunnah
Demikian juga, Sunnah Nabi menempati posisi kedua diantara prinsip-prinsio dasar yang digunakan dalam proses pengambilan hukum. Satu-satunya persyaratan adalah bahwa sunnah dan hadits yang digunakan harus marfu’, yakni diatributkan langsung kepada Nabi Muhammad Saw.
3)      Ijma’ Sahabat
Imam Hanbali mengakui ijma’ para sahabat, dan menempatkannya sebagai sumber hukum pada posisi ketiga diantara prinsip-prinsip dasar lainnya. Namun beliau mengesampingkan ijma’ di luar era para sahabat dan memandangnya sebagi ijma’ yang tidak akurat. Alasanya, terlalu banyaknya jumlah para ulama dan terpencar-pencarnya mereka disepanjang imperium islam. Ijma’ sesudah era sahabat sebagai hal yang mustahil untuk dilakukan.
4)      Apabila terjadi perbedaan pendapat, Imam Hanbali memilih yang paling dekat kepada Al Qur’an dan Sunnah, dan apabila tidak jelas, dia hanya menceritakan ikhtilaf itu dan tidak menentukan sikapnya secara khusus.
5)      Hadits-hadits mursal dan dha’if.Untuk ketetapan hukum atas  suatu kasus dimana tidak ada satupun dari prinsip-prinsip diatas yang bisa menawarkan solusi, Imam Hanbali cenderung menggunakan hadits dha’if dari pada qiyas. Namu dha’ifnya  hadits yang digunakan bukan karena adanya fakta bahwa salah satu dari perawinya adalah orang fasiq dan kazab.
6)      Istihsan
7)      Sadd al-dara’i
8)      Istihsab
9)      Ibthal al-ja’l
10)  Mashalahah Mursalah
D.    Karya-Karya Ahmad bin Hanbal
Sebenarnya Ahmad bin Hanbal tidak banyak menulis pikiran-pikirannya, Orang yang berperan besar dalam menulis pemikirannya adalah para muridnya, terutama anaknya sendiri, Abdullah. Berbagai pikiran, fatwa maupun pendapat sang guru dikumpulkannya dengan baik. Di antara kumpulan fatwa Ahmad ibn Hanbal antar lain ditulis dalam buku yang diberi judul Musnad. Buku ini memuat 30.000 hadits Nabi saw. Bab-babnya ditulis berdasarkan nama sahabat Nabi saw. Mengenai karya ini, Ahmad mengatakan kepada anaknya:”peliharalah kitab ini dengan baik-baik, kelak ia akan menjadi panduan orang.
itu Ahmad bin Hanbal membacakannya kepada kami bertiga dan tidak ada orang lain. Ahmad ketika itu mengatakan :”isi kitab ini aku pilih dari 750.000 Hadis. Apabila ada perbedaan pendapat dkalangan muslimin, mereka diharapkan dapat kembali kepada kitab ini, lalu mereka ambil. Di luar itu tidak dapat dijadikan hujjah (Argumen).
Abdullah sendiri mengumpulkan hadits-hadits tersebut pada waktu masih kuliah kepada ayahnya. Kitab Musnad ini telah dicetak sejak tahun 1311 H di Kairo dalam 6 jilid. Karangan Ahmad bin Hanbal yang lain adalah : Kitab Al tafsir. Di dalamnya terhimpun 120 ribu Hadis, kitab al  salat (dicetak tahun 1323 H, oleh al Khanji), Al radd ‘ala al zanadiqa, al radd ‘ala al Jahmiyah, fada’il al sahabat, al Manasik al kabir, al Manasik al saghir dan Al Sunan. Kitab terakhir ini mengetengahkan prinsip-prinsip akidah Ahmad bin Hanbal. Sementara itu, beberapa tulisan yang memuat pikiran-pikiran Ahmad yang dihimpun oleh para muridnya  antar lain : Masail Hambal, dan Masail Dawud (dicetak pada tahun 1353 H oleh percetakan Al Manar).
Kitab karangan Ahmad bin Hanbal hanyalah berisikan hadis, sunnah atau “atsar” sahabat. Yang termasyhur adalah kitab “Al Musnad” berupa kumpulan hadis Rasulullah saw sejumlah 40.000 hadis. Hadis-hadis tersebut beliau kumpulkan dari perawi-perawi yang dipercayai. Kitab tersebut dijadikan pedoman dalam menyelidiki hadis-hadis.
Anak beliau, Abdullah meriwayatkan dan menyiarkan hadis dari kitab tersebut. Yahya bin Mandah menulis sebuah buku mengenai “ Musnad Ibnu Hanbal “ itu yang berjudul “Al Madkhal ilal Musnad. Kitab beliau yang lain adalah “ Az-Zuhd ” yang menjelaskan sampai ke mana kezuhudan nabi-nabi, sahabat-sahabat, khalifah-khalifah dan imam yang bersumberkan hadis, atsar dan “ akhbar “, kitab “ As shalah “ yang merupakan sebuah kitab kecil, kitab “Al Manasikul Kabir “ “Al Manasikul Shaghir “,” At Taufiq”, “An Nasikh wal Mansukh”,” Al Muqaddim wal Muakhir fi kitabillahi Taala”, “ Fadlailus shahabah “, dan lain-lain.





IMAM AHMAD IBN HANBAL


RESUME



Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah “Perbandingan Madhab”

Dosen Pengampu:
Dr. Asmawi, M.Ag



 
















Disusun Oleh:
                                   
                                    Siti Kholifah                                  (3211093026)

                                                           Kelas             : A
                                                           Semester       V (LIMA)
                                                           Jurusan         : Tarbiyah
                                                           Prodi             : PAI



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
OKTOBER 2011

0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............