HUKUM
BERMADZHAB
Wajibkah bagi umat islam mengikuti salah satu dari empat madzhab ? Pada
masa sekarang, wajib bagi umat islam mengikuti salah satu dari empat mahdzhab
yang tersohor dan aliran mahdzhabnya telah dikondifikasikan (mudawwan).
Empat mahdzhab itu adalah :
a.
Mahdzhab Hanafi
Yaitu mahdzhab Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit, (lahir di Kufah
pada tahun 80 H. dan wafat pada tahun 150 H.)
b.
Mahdzhab Maliki
Yaitu mahdzhab Imam Malik bin Anas bin Malik, (lahir di Madinah pada
tahun 90 H. dan wafat pada tahun 179 H.)
c.
Mahdzhab Syafi’i
Yaitu mahdzhab Imam Abu Abdillah bin Idris bib Syafi’I,(lahir di Ghozzah
pada tahun 150 H. dan wafat pada tahun 204 H.)
d.
Mahdzhab Hambali
Yaitui mahdzhab Imam Ahmad bin Hambal, (lahir di Marwaz pada tahun 164 H.
dan wafat pada tahun 241 H.)
Keterangan dari kitab al-Mizan al-Sya’rani Fatawi al-Kubra dan
Nihayatussul:
Ayat
كَانَ سَيِّدِي عَلِيُّ اْلخَوَّاصِ رَحِمَهُ اللهُ اِذَا سَاءَ
لَهُ اِنْسَانٌ عَنِ التَّقّيُّدِ بِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ اْلاَنَ. هَلْ هُوَاوَاجِبٌ
اَوَّلاً. يَقُوْلُ لَهُ يَجِبُ عَلَيْكَ التَّقْيُّدُ بِمَذْهَبِ مَا دُمْتَ لَمْ
تَصِلْ اِلَى شُهُوْدِ عَيْنِ الشَّرِيْعَةِ اْلاُوْلَى خَوْفًا مِنَ اْلوُقُوْعِ
فىِ الضَّلاَ لِ وَ عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ اْليَوْمَ (الميزان للشعران)
Tuanku yang mulia Ali Al-Khawas r.h. jika ditanya oleh seseorang tentang
mengikuti mahdzhab tertentu sekarang ini, apakah wajib atau tidak ?
Beliau berkata:”Anda harus mengikuti suatu mahdzhab selama Anda belum
sampai mengetahui inti agama, karena khawatir terjatuh pada kesesatan”. Dan ia
harus melaksanakan apa yang dilaksanakan oleh orang lain sekarang ini.
وَبِاءَنَّ التَّقْلِيْدَ مُتَعَيَّنٌ لِلاْئِمَّةِ. وَ قَالَ لاِءَنَّ
مَذَاهِبَهُمْ اِنْتَشَرَتْ حَتَّى ظَهَرَ التَّقْيِيْدُ مُطْلَقِهَا وَ
تَخْصِيْصُ عَا مِّهَا بِخِلاَفِ غَيْرِهِمْ (الفتاوى الكبرى فى باب القضاء فى
الجزء الربع)
Sesungguhnya ber-taqlid (mengikuti suatu mahdzhab) itu tertentu kepada
imam yang empat (Maliki,Syafi’I, Hanafi, Hambali), karena mahdzhab-mahdzhab
mereka yang bersifat mutlak dan pengecualian hokum yang bersifat umum, berbeda
dengan mahdzhab-mahdzhab yang lain.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اِتَّبِيْعُوْا السَّوَادَ اْلاءَ عْظَمَ" وَلَمَّا
اِنْدَرَسَتْ اْلمَذْاهِبُ اْلحَقَّةُ بِاِنْقِرَاضِ اَئِمَّتِهَا اِلاَّ
اْلمَذْهَبِ اْلاءَرْبَعَةَ الَّتِى اِنْتَشَرَتْ اَتْبَاعُهَا كَانَ
اِتَّبَاعُهَا اِتَّبَاعَا لِلسَّوَادِ اْلاءَعْظَمِ وَ اْلخُرُوْجُ عَنْهَا
خُرُوْجًا عَنِ السَّوَادِ اْلاءَعْظَمِ (سلم الاءصول شرح نهاية السول, الجزء
الرابع)
Nabi SAW. Bersabda :”Ikutilah mayoritas (umat islam)”. Dan ketika
mahdzhab-mahdzhab yang benar telah tiada, dengan wafatnya para imamnya, kecuali
imam empat mahdzhab yang pengikutnya tersebar luas, maka mengikuti mahdzhab
empat tersebut berarti mengikuti “mayoritas”, dan keluardari mahdzhab empat
tersebut berarti keluar dari “mayoritas”.
Hukum Taqlid dan Bermahdzhab
Ada tiga
pandangan atau tiga pendapat mengenai hukum bertaqlid.
- Wajib bertaqlid atau bermahdzhab
Pendapat ini adalah pendapat orang-orang yang
mewajibkan taqlid pada setiap orang, baik itu golongan orang awam maupun
golongan para ulama. Begitu pula mereka yang mengharamkan ijtihad bagi para
ulama kontemporer, baik ijtihad secara menyeluruh maupun sebagian saja. Bahkan,
mereka menyatakan bahwa konsep ijtihad sejak beberapa abad silam telah dilarang
dan telah terhenti secara realitas, serta pintu ijtihad telah tertutup sejak
abad keempat, abad ketiga, atau bahkan sebelum itu.
Pendapat ini berkryakinan bahwa bertaqlid pada salah satu mahzab fiqih
hukumnya wajib diyaani wajib dari aspek ketaatan beragama. Setiap muslim harus
merealisasikan kewajiban ini, baik itu mereka orang-orang awam maupun
orang-orang yang berilmu.mereka yang berpendapat seperti ini, tidak membenarkan
para ulama zaman sekarang untuk mengkaji dan mencari yang paling benar (tarjih)
antara suatu pendapat dengan pendapat lain di luar mahzab yang menjadi sandaran
taqlid. Sedangkan, keluar dari empat mahzab yang dikenal dan beralih ke mahzab
lain, meskipun kepada perkataan para sahabat atau tabi’in adalah tindakan yang
sangat mereka larang.
- Mengharamkan Taqlid dan Mewajibkan Ijtihad
Pendapat ini adalah kebalikan dari pendapat yang
pertama, yaitu mengharamkan taqlid dan mewajibkan ijtihad pada setiap orang,
bahkan sampai kepada kalangan awam sekalipun. Mereka yang mengatakan pendapat
ini, mengharuskan setiap muslim untuk mengambil hokum-hukum syariat dari
Al-Kitab dan As-Sunnah. Juga menolak orang-orang yang bertaqlid kepada
mahdzhab-mahdzhab tertentu, bahkan menghujat mereka dengan keras, sebagian mereka
memfitnah mahdzhab-mahdzhab yang ada. Lebih dari itu, terkadang mereka bersikap
melampaui batas terhadap teman-temannya sendiri.
- Diperkenankan Taqlid Bagi yang Belum Layak Berijtihad
Pendapat yang ketiga dalam permasalahan ini adalah
pendapat penengah dari kedua pendapat di atas. Mereka tidak mewajibkan taqlid secara
mutlak sebagaimana pendapat pertama, dan tidak mengharamkannya secara mutlak,
seperti pendapat kedua. Tetapi, membolehkannya kepada orang-orang tertentu dan
mengharamkannya kepada orang lain.
Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Hasan
al-Banna. Seperti tegambar dalam perkataannya, “ Bagi setiap muslim yang belum
mampu menganalisa dalil-dalil hokum syariat islam, hendaknya mengikuti
(ittibaa’) salah seorang imam dari imam-imam kaum muslimin. Alangkah baiknya,
ia berusaha mengetahui dalil-dalilnya sesuai kadar kemampuannya, menerima
setiap petunjuk yang disertai dalil-dalil jika menurutnya yang memberi petunjuk
itu benar-benar dipercaya dan mempuni untuk itu. Jika ia termasuk oranmg yang
berilmu, hendaknya memenuhi kekeurangannya dalam hal ilmu agama. Sehingga, ia
bisa sampai tingkatan kelayakan untuk menganalisa suatu hukum.
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............