CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, 17 October 2012

PENGARUH BUDAYA DALAM KOMUNIKASI PENDIDIKAN


A.    DEFINISI BUDAYA
Istilah kebudayaan sendiri berasal dari kata sansekerta buddhatah sebagai bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Maka, kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersngkutan dengan budi dan akal.bahasa Inggrisnya adalah culture yang berasal dari kata latin colore artinya “mengolah, mengerjakan” atau “sebagai segala daya dan usaha manusia mengubah alam.” Dari pengertian ini dapat ditarik suatu definisi  umum yang luas bahwa kebudayan adalah seluruh cara hidup suatu masyarakat, tidak hanya mengenai cara hidup yang dianggap lebih tinggi atau diinginkan.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang-orang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).[2]
Koentjaraningrat menunjukkan tiga wujud kebudayaan.
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan yang pertama ini berada didalam kepala-keoala atau alam pikiran dari masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan ini hidup. Sifatnya abstrak, tak dapat dilihat, diraba atau difoto. Fungsi kebudayaan ideal ini dalah sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberikan arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
2.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakatnya. Sering disebut pula system social. Dalam system social tersebut terdapat aktivitas-akjtivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, yang dari waktu ke waktu selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan pada adat istiadat yang berlaku. Misalnya tingkah laku berbicara. Dari saat ke saat, manusia dari suatu kebudayaan berbicara satu sama lin mengikuti pola-pola yang ditentukan oleh adat istiadatnya. Seseorang bawahan dari budaya timur lebih banyak menunduk jika berbicara dengan atasannya. Sedangkan dalam masyarakat barat, hal itu akan tampak sebagai dua orang yang sedang berpandang-pandangan. Wujud kebudayaan kedua ini konkret, terjadi disekeliling kita setiap hari, dapat diobservasi dan difoto, misalnya cara duduk, berdiri, jalan, member hormat, dan aktifitas berpola lainnya.
3.      Wujud kebudayaan segai benda-benda hasil karya manusia atau kebudayaan fisik. Sifatnya paling konkret, tidak hanya dapat dirasakan, diraba, dan dipindah-pindahkan serta difoto. Kebudayaan fisik merupakan semua hasil karya manusia mulai yang paling sederhana sampai yang terumit, mulai dalam bentuk tongkat katyu sampai computer, dari tusuk gigi hngga peluru kendali, dari gubuk hingga gedung mewah.[3]

B.     PERSEPSI DAN BUDAYA
Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan, agama, ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa sebagai faktor-faktor internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas. Denngan demikian persepsi terikat dengnan budaya.Bagaimana kita memaknai pesan, obyek, atau lingkungan tergnatung pada sistem nilai yang kita anut.
Oleh karena persepsi berdasarkan budaya yang telah kita pelajari, maka persepsi seseorang atas lingkungannya bersifat sunyektif. Semakin besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas. Dan oleh karena tidak ada dua orang yang mempunyai nilai-nilai budaya yang persis sama, maka tidak pernah ada dua orang yang mempunyai persepsi yang persis sama pula. Dalam konteks ini, sebenarnya budaya dapat dianggap sebagai pola persepsi dan perilaku yang dianut sekelompok orang.
Larry A. Samovar dan Richard E. Potter mengemukakan enam unsur budaya secara langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yakni :
1.      Kepercayaan (beliefs), nilai (value), dan sikap (attitudes)
Kepercayaan adalah anggapan subyektif bahwa suatu obyek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan tanpa bukti. Misalnya Tuhan YME, adam adalah manusia pertama di bumi, AIDS adalah penyakit berbahaya dll. Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup : kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Jadi nilai bersifat normatif, memberitahu suatu anggota buaday mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, siapa yang harus dibela, apa yang garus diperjuangkan dan lain sebagainya.
2.      Pandangan dunia (worldview)
Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi (kekayaan), dan isu-isu filosofi lainnya yang berkaitan dengan kehidupan.
3.      Organisasi sosial (social organization)
Kelompok tersebut, apakah sebagai pemimpin atau anggota biasa, norma-norma kelompok yang kita anut, dan reputasi kelompok tersebut, mempengaruhi persepsi kita terhadap kelompok lain dan komunikasi kita dengan mereka.Sebagai anggota kelopmpok, peran kita dalam
4.      Tabiat manusia (human nature)
Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana sifat atau watak kita, juga mempengaruhi cara kita mempersepsikan lingkungan fisik dan sosial kita. Kaum Muslim misalnya, berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya sperti jin, malaikat, hewan dan tumbuhan, karena mereka diberkahi akal. Namun kemulian itu hanya dapat diperoleh bila seseorang beramal soleh  (mempergunakan akalnya dengan cara yang benar).
5.      Orientasi kegiatan (activity orientation)
Orientasi ini paling baik dianggap sebagai suatu rentang: dari being (siapa seseorang), doing (apa yang dilakukan seseorang), dalam suatu budaya mungkin terdapat dua kecenderungan ini, namun salah satu biasanya lebih dominan. Dalam buadya-budaya tertentu, di Timur khususnya, siapa seseorang itu (raja, anak presiden, pejabat, keturunan ningrat) lebih penting daripada apa yang dilakukannya. Sedangkan di Barat, justru apa yang sedang atau telah dilakukan seseorang (prestasinya) jauh lebih penting daripada siapa dia.
6.      Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others)
7.      Masyarakat Timur pada umunya adalah masyarakat kolektivis. Dalam  budaya kolektivis, diri (self) tidak bersifat unik atau otonom, melainkan lebur dalam kelompok (keluarga, kelompok kerja, suku, bangsa dan sebagainya). Sementara diri dalam budaya individualis (Barat) bersifat otonom. Akan tetapi suatu buadaya sebenarnya dapat saja memiliki kecenderungan individualis dan kolektivis, hanya saja seperti orientasi kegiatan,salah satu biasanya lebih menonjol.[4]

C.     SARANA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Peningkatan komunikasi antarbudaya telah berlangsung dengan berkembangnya jaringan penerbangan dan jaringan komunikasi elektronik.
Perhatikan perkembangan luar biasa dalam penggunaan transportasi udara.Penerbangan yang dulu merupakan hak istimewa segelintir orang kini dilakukan berjuta-juta manusia.Kita berlibur di ibukota-ibukota negara asing, menghadiri konferensi internasional dan pameran dagang, dan kita terbang untuk menghadiri pertemuan bisnis.Siswa-siswa disekolah menengah dan para mahasiswa mengikuti progam-progam studi diluar negeri.Para anggota komunitas ilmiyah menghadiri koferensi internasional yang membicarakan masalah-masalah kesehatan dan lingkungan.Kelompok-kelompok wiraswasta dari Eropa dan Asia merupakan pemandangan sehari-hari di kota-kota Amerika.
Kita telah mengganggap penggunaan telepon, radio, surat kabar, buku dan televisi sebagai suatu keniscayaan. Sekarang teknologi satelit mempu membawa  peristiwa-peristiwa politik ke rumah-rumah kita. Perluasan jaringan komunikasi elektronik ini kerapa menghubungkan orang-orang diseluruh dunia. Dan kita tahu, teknologi kopmputer, surat elektronik, telekonferensi, dan feks, hanyalah awal dari semua ini.[5]

D.    HAMBATAN-HAMBATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Dalam komunikasi antar budaya, tentu ada berbagai hambatan, diantaranya;
1.      Mengabaikan perbedaan antar Anda dan kelompok yang secara kultural berbeda.
Sesungguhnya ada banyak macam hambatan apabila kita membicarakan tentang komunikasi antarbudaya, akan tetapi hambatan yang paling lazim adalah bilamana kita menganggap bahwa yang ada hanyalah kesamaan dan bukan perbedaan. Kita dapat dengan mudah mengakui dan menerima perbedaan gaya rambut, cara berpakaian, dan makanan. Tetapi dalam hal nilai-nilai dan kepercayaan dasar, kita menganggap bahwa pada dasrnya manusia itu sama. Ini tidak benar. Bila kita mengasumsikan kesamaan dan mengabaikan perbedaan, kita secar implisit mengasumsikan kepada lawan bicara, bahwa kitalah yang benar dan cara mereka tidak penting bagi kita.
Contoh: seorang Amerika mengundang rekan sekerjanya, seorang Filiphina untuk makan di rumahnya. Orang Filiphina ini dengan sopan menolaknya.Orang Amerika tersebut merasa akit hati dan merasabahwa kawannya itu tidak ingin menjalin hubungan persahabatn akrab.Orang Filiphina sebaliknya, merasa sakit hati dan menganggap bahwa undangan tadi tidak disampaikan dengan tulus. Disini tampaknya, baik orang Amerika maupun Filiphina tersebut beranggapan bahwa adat kebiasaan mereka dalam mengundang seseorang makan malam adalah sama, padahal sebenarnya berbeda. Orang Filiphina mengharapkan diundang beberapa kali sebelum ia menerimanya. Bila undangannya hanya dikemukakan sekali, ini dipandang sebagai undangan yang tidak tulus.
2.      Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda.
Dalam setiap kelompok kultural terdapat perbedaan yang besar dan penting. Seperti halnya orang Amerika tidak sama satu dengan lainnya, demikian pula orang Indonesia, Yunani, meksiko dan seterusnya. Bila kita mengabaikan perbedaan ini kita terjebak dalam stereotipe. Kita mengasumsikan bahwa semua orang yang menjadi anggota kelompok yang sama (dalam hal ini kelompok bangsa atau ras). Contoh: pria-pria Arab digambarkan sebagai teroris (meskipun hanya sedikit orang Arab yang sesuai dengan kategori ini).
3.      Melanggar adat kebiasaan cultural.
Pada beberap kultur, orang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari kontak mata langsung dengan lawan bicaranya. Dalam kultur lain, penghindaran kontak mata seperti ini dianggap mengisyaratkan tidak adanya minat. Jika seorang gadis Amerika berbicara dengan pria Indonesia yang jauh lebih tua, ia diharapkan menghindari kontak mata langsung. Bagi orang Indonesia, kontak mata langsung dalam situasi ini akan dianggap tidak sopan.
4.      Menilai perbedaan secara negative.
Dalam kebanyakan kultur barat, meludah dianggap sebagai tanda penghinaan dan ketidak senangan (begitu pula di Indonesia) yang tidak boleh dilakukan di muka umum. Tetapi, bagi suku Masai di afrika ini merupakan tanda afeksi, dan bagi suku Indian di Amerika ini dianggap sebagai isyarat keramahtamahan atau kebaikan.menjulurkan lidah merupakn contoh lain, bagi orang barat ini merupakan penghinaan. Bagi orang Cina di zaman dinasti Sung, ini merupakan isyarat mempermainkan orang lain yang sedang marah. Sementara bagi orang Cina Selatan, menjulurkan lidah merupakan ungkapan rasa malu karena telah membuat kesalahan sosial.
Secara obyektif, meludah dan menjulurkan lidah bukanlah merupakan tindakan yang negatif ataupun positif.Bila kita melihatnya sebagai hal yang negatif (jika kita orang barat) atau hal positif (jika kita orang Masai atau Indian) kita terperangkap dalam pikiran etnosentris.Bila kita berfikir seperti itu, kita menempatkan lawan bicara pada posisi defensif. Kita menciptakan hubungan dimana kita berada di pihak yang unggul dan orang lain dipihak yang rendah.
5.      Kejutan Budaya.
Kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di tengah suatu kultur  yang sangat berbeda dengan ku;turnya sendiri. Kejutan budaya ini sebenarnya normal. Sebagian dari kejutan budaya ini timbul karena perasaan terasing menonjol dan berbeda dari yang lain. Bila kita kurang mengenal adat kebiasaan masyarakat yang baru ini, kita tidak dapat berkomunikasi secara efektif.[6]

E.     PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KOMUNIKASI
Keberhasilan komunikasi banyak ditentukan oleh kemampuan comunikan member makna terhadap pesan yang diterimanya. Semakin besar kemampuan komunikan member makna pada pesan yang diterimanya, semakin besar pula kemungkinan komunikan memahami pesan tersebut. Sebaliknya, boleh jadi seorang komunikan menerima banyak pesan, tetapi tidak memahami makna yang dikandungnya karena kurangnya kemampuan dia menafsirkan pesan.
Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan proses penafsiran atau pemberian makna terhadap pesan-pesan dan menafsirkannya apakah makna yang dikandung pesan tersebut telah memenuhi tujuan komunikator dalam menyampaikan maksudnya. Demikian pula, komunikan akan menafsirkan pesan yang diterimanya, apakah makna yang dikandungnya? Jika makna yang dimmaksud komunikatormelalui pesan itu sama persis dengan maksud komunikan maka komunikasidapat dikatan berhasil, yakni tercapainya persamaan makna.
Untuk mencapai keberhasilan komunikasi, dibutuhkan sejumlah persyaratan.Pakar komunikasi biasanya mengelompokkansyarat-syarat itu ke dalam dua kelompok, yaitu kerangka acuan (term of reference) danlatar belakang pengalaman (field of experience). Kerangka acuan adalah objek-objek yang dirujuk sewaktu orang berkomunikasi. Misalnya, ketika si A mengatakan “pesawat” kepada si B, yang dimaksudkan tentu saja adalah “mesin terbang”. Apabila si b juga member makna pada kata pesawat itu sama persis dengan yang dimaksudkan si A, tercapailah tujuan komunikasi. Seandainya si B mengartikan pesawt dengan “alat yang memudahkan bekerja”, apa jadinya komunikasi antara si A dan si B?
Kerangka acuan tersebut berkaitan erat dengan latar belakang pengalaman.Hal yang disebut terakhir ini justru yang menyebabkan timbulnya makna suatu objek (pesan) yang dijadikan acuan. Pengalaman seseorang mengenai pesawat terbang yang menyebabkan orang itu menyebut pesawat kepada setiap benda yang bias terbang dengan mesin. Atau sebaliknya, setiap kali orang itu melihat benda yang terbangdengan mesin, ia akan menyebutnya pesawat.
Latar belakang pengalaman ini dapat berbeda dari orang yang satu ke lain orang. Pengalaman yang dimaksudkan bisa jadi sebagai pengalaman pribadi saja. Bagi Ita kata cinta itu indah karena ia selalu mempunyai pengalaman yang selalu menyenangkan, tetapi bagi Ati kata itu justru jelek karena ia selalu kecewa dalam membina hubungan cinta.
Seperti halnya pada pemakaian kerangka acuan maka latar belakang pengalaman juga dapat mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Latar belakang pengalaman yang sama cenderung membuat komunikasi berhasil. Sebab, jika pengalaman telah sama maka kerangka rujukannya pun cenderung sama. Bila petani membahas soal ganasnya serangan hama wereng dengan petani pula maka cenderung membuahkan hasil, dibandingkan jika mereka berkomunikasi dengan montir atau kuli bangunan.[7]
Selain menjadi tingkah laku yang diajarkan, komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menyosialisasikan nilai-nilai budaya kepada masyarakat. Melalui komunikasilah, baik secara lisan, tertulis, maupun pesan nonverbal, masyarakat menstransmisikan warisan social (nilai-nilai budaya, norma-norma social, adat kebiasaan, kepercayaan) satu generasi ke generasi selanjutnya, dari satu kelompok ke kelomponk yang lainnya, dari satu anggota lama ke anggota baru. Secara lisan, misalnya para orang tua memberikan petuah dan nasihat melalui cerita dan dongeng. Secara tertulis, masyarakat menyusun buku, menerbitkan Koran atau majalah, untuk mewariskan nilai-nilai budaya. Sedangkan perilaku tertentu dalam suatu kebudayaan mengajarkan apa yang boleh atau tidak boleh, yang baik atau yang jelek, yang pantas atau tidak pantas menurut kebudayaan bersangkutan kepaada masyarakatnya.
Meskipun komunikasi antarbudaya semakin mempengaruhi dunia tempat kita tinggal, kebanyakan ahli setuju bahwa hambatan-hambatan terhadap komunikasi dan pemahaman antarbudaya mungkin akan merupakan fakta bahwa sedikit komunikasi akan terjadi pada tingkat personal. Bebergian ke luar negeri lebih mudah sekarang dan lebih ekonomis untuk dilakukan dibandingkan dengan pada zaman orangtua dan kakek nenek kita, misalnya, namun sedikit orang yang bepergian secara ekstensif untuk benar-benar mengenal orang-orang dari budaya lain.
Penelitian Carlson dan Widaman, 1988 membandingkan 450 mahasisiwa dari university of californis yang menghabiskan tahun pelajaran ke 3 di sebuah universitas eropa (Swedia, Spanyol, Perancis, Jerman , Italia dan Inggris) dengan mahasiswa-mahasiswa yang tetap belajar di kampus mereka di Amerika pada tahun ketiga. Pada akhir tahun pellajaran, kelompok yang belajar di luar negeri memperlihatkan minat lintas-budaya, kepedulian politik internasional dan kosmopolitanisme yang lebih tinggi.Dibandingkan dengan kalompok mahasiswa yang tetap belajar di dalam negeri, mereka yang belajar diluar negeri juga menunjukkan sikap-sikap yang lebih positif dan lebih kritis terhadap Negara mereka, suatu penelitian yang konsisten dengan penelitian terdahulu.Jadi belajar cukup lama diluar negeri dapat member andil terhadap sikap-sikap yang lebih positif dan meeningkatkan pengertian antarbudaya, namun masih banyak yang harus dipelajari bagaimana sikap-sikap tersebut berkembang.

F.      FUNGSI FAKTOR BUDAYA DALAM BERKOMUNIKASI
1.      Fungsi pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui komunikasi yang bersumber dari seorang individu, antara lain untuk :
a.       Menyatakan identitas social
Dalam komunikasi,budaya dapat menunjukkan beberapa perilaku komunikan yang digunakan untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial.
b.      Menyatakan integrasi social
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi dan, antar kelompok namun tetap menghargai perbedaanperbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan.
c.       Menambah pengetahuan
Sering kali komunikasia antar bribadi maupun antar budaya dapat menambah pengetahuan bersama ,dan adanya saling mempelajari kubudayaan masing masing antara komunikator dan komunikan.
d.      Melepaskan diri/jalan keluar
Hal yang sering kita lakukan dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.
2.      Fungsi sosial
Fungsi sosial adalah fungsi-fungsi komunikasi yang bersumber dari faktor budaya yang ditunjukkan melalui prilaku komunikasi yang bersumber dari interaksi sosial, diantaranya berfunsi sebagai berikut:
a.       Pengawasan
Praktek komunikasi antar budaya di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antar budaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan“ tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda. Akibatnya adalah kita turut mengawasi perkembangan sebuah peristiwa dan berusaha mawas diri seandainya peristiwa itu terjadi pula dalam lingkungan kita.
b.      Menjembatani
Dalam proses komunikasi antar pribadi, termasuk komunikasi antar budaya ,maka fungsi komunikasi yang dilakukan antar dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan.,keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama.
c.       Sosialisasi nilai
Fungsi sosialisasi merupkan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai nilai kebudayaan suatu masyarakat ke masyarakat lain . Dalam komunikasi antar budaya seringkali tampil perilaku non verbal yang kurang dipahami namun yang lebih penting daripadanya adalah bagaimana kita menangkap nilai yang terkandung dalam gerakan tubuh, gerakan imaginer dari tarian tarian tersebut.
d.      Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antar budaya. American fun yang sering ditampilkan TVRI memberikan gambaran tentang bagaimana orang orang sibuk memanfaatkan waktu luang untuk mengunjungi teater dan menikmati suatu pertunjukan humor. Menonton Qosidah yang ditampilkan oleh anak anak sebuah pesantren mungkin kurang disukai oleh mereka yang suka music klasik , namun kalau anda menonton dengan mental menikmati maka tampilan qosidah tidak mengganggu anda.




BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang-orang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).
Potter mengemukakan enam unsur budaya secara langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yakni :
1.      Kepercayaan (beliefs), nilai (value), dan sikap (attitudes)
2.      Pandangan dunia (worldview)
3.      Organisasi sosial (social organization)
4.      Tabiat manusia (human nature)
5.      Orientasi kegiatan (activity orientation)
6.      Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others)
7.      Masyarakat Timur pada umunya adalah masyarakat kolektivis.
Dalam komunikasi antarbudaya, tentu ada berbagai hambatan, diantaranya;
1.      Mengabaikan perbedaab antar Anda dan kelompok yang secara kultural berbeda.
2.      Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural yang berbeda.
3.      Melanggar adat kebiasaan cultural.
4.      Menilai perbedaan secara negativ.
5.      Kejutan budaya
.
Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan proses penafsiran atau pemberian makna terhadap pesan-pesan dan menafsirkannya apakah makna yang dikandung pesan tersebut telah memenuhi tujuan komunikator dalam menyampaikan maksudnya. Demikian pula, komunikan akan menafsirkan pesan yang diterimanya, apakah makna yang dikandungnya? Jika makna yyang dimmaksud komunikatormelalui pesan itu sama persis dengan maksud komunikan maka komunikasidapat dikatan berhasil, yakni tercapainya persamaan makna.
Fungsi faktor budaya dalam berkomunikasi:
1.      Fungsi pribadi
a)      Menyatakan identitas social
b)      Menyatakan integrasi social
c)      Menambah pengetahuan
d)     Melepaskan diri/jalan keluar
2.      Fungsi sosial
a)      Pengawasan
b)      Menjembatani
c)      Menghibur
d)     Sosialisasi nilai


DAFTAR RUJUKAN
Fajar,  Marheni. 2009.  Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek , Yogyakarta: Graham Ilmu
Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sendjaja, S. djuarsa, dkk. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka Kementrian Pendidikan Nasional
Windarti,  Nila K. 2010. Materi Pokok pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka


0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............