A. DEFINISI BUDAYA
Istilah kebudayaan sendiri berasal dari kata
sansekerta buddhatah sebagai bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau
“akal”. Maka, kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersngkutan dengan budi
dan akal.bahasa Inggrisnya adalah culture yang berasal dari kata latin colore
artinya “mengolah, mengerjakan” atau “sebagai segala daya dan usaha manusia
mengubah alam.” Dari pengertian ini dapat ditarik suatu definisi umum yang luas bahwa kebudayan adalah seluruh
cara hidup suatu masyarakat, tidak hanya mengenai cara hidup yang dianggap
lebih tinggi atau diinginkan.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang-orang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).[2]
Koentjaraningrat menunjukkan tiga wujud
kebudayaan.
1.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan
sebagainya. Wujud kebudayaan yang pertama ini berada didalam kepala-keoala atau
alam pikiran dari masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan ini hidup.
Sifatnya abstrak, tak dapat dilihat, diraba atau difoto. Fungsi kebudayaan
ideal ini dalah sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan
memberikan arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.
2. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam
masyarakatnya. Sering disebut pula system social. Dalam system social tersebut
terdapat aktivitas-akjtivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul satu dengan yang lain, yang dari waktu ke waktu selalu mengikuti
pola-pola tertentu yang berdasarkan pada adat istiadat yang berlaku. Misalnya
tingkah laku berbicara. Dari saat ke saat, manusia dari suatu kebudayaan
berbicara satu sama lin mengikuti pola-pola yang ditentukan oleh adat
istiadatnya. Seseorang bawahan dari budaya timur lebih banyak menunduk jika
berbicara dengan atasannya. Sedangkan dalam masyarakat barat, hal itu akan
tampak sebagai dua orang yang sedang berpandang-pandangan. Wujud kebudayaan
kedua ini konkret, terjadi disekeliling kita setiap hari, dapat diobservasi dan
difoto, misalnya cara duduk, berdiri, jalan, member hormat, dan aktifitas
berpola lainnya.
3. Wujud
kebudayaan segai benda-benda hasil karya manusia atau kebudayaan fisik.
Sifatnya paling konkret, tidak hanya dapat dirasakan, diraba, dan
dipindah-pindahkan serta difoto. Kebudayaan fisik merupakan semua hasil karya
manusia mulai yang paling sederhana sampai yang terumit, mulai dalam bentuk
tongkat katyu sampai computer, dari tusuk gigi hngga peluru kendali, dari gubuk
hingga gedung mewah.[3]
B. PERSEPSI
DAN BUDAYA
Faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi
atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi
kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan, agama,
ideologi, tingkat intelektual, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita rasa
sebagai faktor-faktor internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
realitas. Denngan demikian persepsi terikat dengnan budaya.Bagaimana kita
memaknai pesan, obyek, atau lingkungan tergnatung pada sistem nilai yang kita
anut.
Oleh karena persepsi berdasarkan budaya yang
telah kita pelajari, maka persepsi seseorang atas lingkungannya bersifat
sunyektif. Semakin besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula
perbedaan persepsi mereka terhadap realitas. Dan oleh karena tidak ada dua
orang yang mempunyai nilai-nilai budaya yang persis sama, maka tidak pernah ada
dua orang yang mempunyai persepsi yang persis sama pula. Dalam konteks ini,
sebenarnya budaya dapat dianggap sebagai pola persepsi dan perilaku yang dianut
sekelompok orang.
Larry A. Samovar dan Richard E. Potter
mengemukakan enam unsur budaya secara langsung mempengaruhi persepsi kita
ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yakni :
1.
Kepercayaan (beliefs), nilai (value),
dan sikap (attitudes)
Kepercayaan adalah anggapan subyektif bahwa
suatu obyek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan tanpa bukti.
Misalnya Tuhan YME, adam adalah manusia pertama di bumi, AIDS adalah penyakit
berbahaya dll. Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup
: kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Jadi nilai bersifat normatif,
memberitahu suatu anggota buaday mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan
salah, siapa yang harus dibela, apa yang garus diperjuangkan dan lain
sebagainya.
2.
Pandangan dunia (worldview)
Pandangan dunia adalah orientasi budaya
terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi
(kekayaan), dan isu-isu filosofi lainnya yang berkaitan dengan kehidupan.
3.
Organisasi sosial (social organization)
Kelompok tersebut, apakah sebagai pemimpin atau
anggota biasa, norma-norma kelompok yang kita anut, dan reputasi kelompok
tersebut, mempengaruhi persepsi kita terhadap kelompok lain dan komunikasi kita
dengan mereka.Sebagai anggota kelopmpok, peran kita dalam
4.
Tabiat manusia (human nature)
Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana
sifat atau watak kita, juga mempengaruhi cara kita mempersepsikan lingkungan
fisik dan sosial kita. Kaum Muslim misalnya, berpandangan bahwa manusia adalah
makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya sperti
jin, malaikat, hewan dan tumbuhan, karena mereka diberkahi akal. Namun kemulian
itu hanya dapat diperoleh bila seseorang beramal soleh (mempergunakan akalnya dengan cara yang benar).
5.
Orientasi kegiatan (activity orientation)
Orientasi ini paling baik dianggap sebagai
suatu rentang: dari being (siapa seseorang), doing (apa yang
dilakukan seseorang), dalam suatu budaya mungkin terdapat dua kecenderungan
ini, namun salah satu biasanya lebih dominan. Dalam buadya-budaya tertentu, di
Timur khususnya, siapa seseorang itu (raja, anak presiden, pejabat, keturunan
ningrat) lebih penting daripada apa yang dilakukannya. Sedangkan di Barat,
justru apa yang sedang atau telah dilakukan seseorang (prestasinya) jauh lebih
penting daripada siapa dia.
6.
Persepsi tentang diri dan orang lain (perception
of self and others)
7.
Masyarakat Timur pada umunya adalah masyarakat
kolektivis. Dalam budaya kolektivis,
diri (self) tidak bersifat unik atau otonom, melainkan lebur dalam
kelompok (keluarga, kelompok kerja, suku, bangsa dan sebagainya). Sementara
diri dalam budaya individualis (Barat) bersifat otonom. Akan tetapi suatu
buadaya sebenarnya dapat saja memiliki kecenderungan individualis dan
kolektivis, hanya saja seperti orientasi kegiatan,salah satu biasanya lebih
menonjol.[4]
C. SARANA
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Peningkatan komunikasi antarbudaya telah berlangsung
dengan berkembangnya jaringan penerbangan dan jaringan komunikasi elektronik.
Perhatikan perkembangan luar biasa dalam
penggunaan transportasi udara.Penerbangan yang dulu merupakan hak istimewa
segelintir orang kini dilakukan berjuta-juta manusia.Kita berlibur di
ibukota-ibukota negara asing, menghadiri konferensi internasional dan pameran
dagang, dan kita terbang untuk menghadiri pertemuan bisnis.Siswa-siswa
disekolah menengah dan para mahasiswa mengikuti progam-progam studi diluar
negeri.Para anggota komunitas ilmiyah menghadiri koferensi internasional yang
membicarakan masalah-masalah kesehatan dan lingkungan.Kelompok-kelompok
wiraswasta dari Eropa dan Asia merupakan pemandangan sehari-hari di kota-kota
Amerika.
Kita telah mengganggap penggunaan telepon,
radio, surat kabar, buku dan televisi sebagai suatu keniscayaan. Sekarang
teknologi satelit mempu membawa
peristiwa-peristiwa politik ke rumah-rumah kita. Perluasan jaringan
komunikasi elektronik ini kerapa menghubungkan orang-orang diseluruh dunia. Dan
kita tahu, teknologi kopmputer, surat elektronik, telekonferensi, dan feks,
hanyalah awal dari semua ini.[5]
D. HAMBATAN-HAMBATAN
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Dalam komunikasi antar budaya, tentu ada
berbagai hambatan, diantaranya;
1.
Mengabaikan perbedaan antar Anda dan kelompok
yang secara kultural berbeda.
Sesungguhnya
ada banyak macam hambatan apabila kita membicarakan tentang komunikasi
antarbudaya, akan tetapi hambatan yang paling lazim adalah bilamana kita
menganggap bahwa yang ada hanyalah kesamaan dan bukan perbedaan. Kita dapat
dengan mudah mengakui dan menerima perbedaan gaya rambut, cara berpakaian, dan
makanan. Tetapi dalam hal nilai-nilai dan kepercayaan dasar, kita menganggap
bahwa pada dasrnya manusia itu sama. Ini tidak benar. Bila kita mengasumsikan
kesamaan dan mengabaikan perbedaan, kita secar implisit mengasumsikan kepada
lawan bicara, bahwa kitalah yang benar dan cara mereka tidak penting bagi kita.
Contoh:
seorang Amerika mengundang rekan sekerjanya, seorang Filiphina untuk makan di
rumahnya. Orang Filiphina ini dengan sopan menolaknya.Orang Amerika tersebut
merasa akit hati dan merasabahwa kawannya itu tidak ingin menjalin hubungan
persahabatn akrab.Orang Filiphina sebaliknya, merasa sakit hati dan menganggap
bahwa undangan tadi tidak disampaikan dengan tulus. Disini tampaknya, baik
orang Amerika maupun Filiphina tersebut beranggapan bahwa adat kebiasaan mereka
dalam mengundang seseorang makan malam adalah sama, padahal sebenarnya berbeda.
Orang Filiphina mengharapkan diundang beberapa kali sebelum ia menerimanya.
Bila undangannya hanya dikemukakan sekali, ini dipandang sebagai undangan yang
tidak tulus.
2.
Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural
yang berbeda.
Dalam
setiap kelompok kultural terdapat perbedaan yang besar dan penting. Seperti
halnya orang Amerika tidak sama satu dengan lainnya, demikian pula orang
Indonesia, Yunani, meksiko dan seterusnya. Bila kita mengabaikan perbedaan ini
kita terjebak dalam stereotipe. Kita mengasumsikan bahwa semua orang yang
menjadi anggota kelompok yang sama (dalam hal ini kelompok bangsa atau ras).
Contoh: pria-pria Arab digambarkan sebagai teroris (meskipun hanya sedikit
orang Arab yang sesuai dengan kategori ini).
3.
Melanggar adat kebiasaan cultural.
Pada
beberap kultur, orang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari kontak mata
langsung dengan lawan bicaranya. Dalam kultur lain, penghindaran kontak mata
seperti ini dianggap mengisyaratkan tidak adanya minat. Jika seorang gadis
Amerika berbicara dengan pria Indonesia yang jauh lebih tua, ia diharapkan
menghindari kontak mata langsung. Bagi orang Indonesia, kontak mata langsung
dalam situasi ini akan dianggap tidak sopan.
4.
Menilai perbedaan secara negative.
Dalam
kebanyakan kultur barat, meludah dianggap sebagai tanda penghinaan dan ketidak
senangan (begitu pula di Indonesia) yang tidak boleh dilakukan di muka umum.
Tetapi, bagi suku Masai di afrika ini merupakan tanda afeksi, dan bagi suku
Indian di Amerika ini dianggap sebagai isyarat keramahtamahan atau
kebaikan.menjulurkan lidah merupakn contoh lain, bagi orang barat ini merupakan
penghinaan. Bagi orang Cina di zaman dinasti Sung, ini merupakan isyarat
mempermainkan orang lain yang sedang marah. Sementara bagi orang Cina Selatan,
menjulurkan lidah merupakan ungkapan rasa malu karena telah membuat kesalahan
sosial.
Secara
obyektif, meludah dan menjulurkan lidah bukanlah merupakan tindakan yang
negatif ataupun positif.Bila kita melihatnya sebagai hal yang negatif (jika
kita orang barat) atau hal positif (jika kita orang Masai atau Indian) kita
terperangkap dalam pikiran etnosentris.Bila kita berfikir seperti itu, kita
menempatkan lawan bicara pada posisi defensif. Kita menciptakan hubungan dimana
kita berada di pihak yang unggul dan orang lain dipihak yang rendah.
5.
Kejutan Budaya.
Kejutan
budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di
tengah suatu kultur yang sangat berbeda
dengan ku;turnya sendiri. Kejutan budaya ini sebenarnya normal. Sebagian dari
kejutan budaya ini timbul karena perasaan terasing menonjol dan berbeda dari
yang lain. Bila kita kurang mengenal adat kebiasaan masyarakat yang baru ini,
kita tidak dapat berkomunikasi secara efektif.[6]
E. PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP KOMUNIKASI
Keberhasilan komunikasi banyak ditentukan oleh
kemampuan comunikan member makna terhadap pesan yang diterimanya. Semakin
besar kemampuan komunikan member makna pada pesan yang diterimanya, semakin
besar pula kemungkinan komunikan memahami pesan tersebut. Sebaliknya, boleh
jadi seorang komunikan menerima banyak pesan, tetapi tidak memahami makna yang
dikandungnya karena kurangnya kemampuan dia menafsirkan pesan.
Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan
proses penafsiran atau pemberian makna terhadap pesan-pesan dan menafsirkannya
apakah makna yang dikandung pesan tersebut telah memenuhi tujuan komunikator
dalam menyampaikan maksudnya. Demikian pula, komunikan akan menafsirkan pesan
yang diterimanya, apakah makna yang dikandungnya? Jika makna yang dimmaksud
komunikatormelalui pesan itu sama persis dengan maksud komunikan maka
komunikasidapat dikatan berhasil, yakni tercapainya persamaan makna.
Untuk mencapai keberhasilan komunikasi,
dibutuhkan sejumlah persyaratan.Pakar komunikasi biasanya
mengelompokkansyarat-syarat itu ke dalam dua kelompok, yaitu kerangka acuan (term
of reference) danlatar belakang pengalaman (field of experience). Kerangka
acuan adalah objek-objek yang dirujuk sewaktu orang berkomunikasi. Misalnya,
ketika si A mengatakan “pesawat” kepada si B, yang dimaksudkan tentu saja
adalah “mesin terbang”. Apabila si b juga member makna pada kata pesawat itu
sama persis dengan yang dimaksudkan si A, tercapailah tujuan komunikasi.
Seandainya si B mengartikan pesawt dengan “alat yang memudahkan bekerja”, apa
jadinya komunikasi antara si A dan si B?
Kerangka acuan tersebut berkaitan erat dengan
latar belakang pengalaman.Hal yang disebut terakhir ini justru yang menyebabkan
timbulnya makna suatu objek (pesan) yang dijadikan acuan. Pengalaman seseorang
mengenai pesawat terbang yang menyebabkan orang itu menyebut pesawat kepada
setiap benda yang bias terbang dengan mesin. Atau sebaliknya, setiap kali orang
itu melihat benda yang terbangdengan mesin, ia akan menyebutnya pesawat.
Latar belakang pengalaman ini dapat berbeda
dari orang yang satu ke lain orang. Pengalaman yang dimaksudkan bisa jadi
sebagai pengalaman pribadi saja. Bagi Ita kata cinta itu indah karena ia selalu
mempunyai pengalaman yang selalu menyenangkan, tetapi bagi Ati kata itu justru
jelek karena ia selalu kecewa dalam membina hubungan cinta.
Seperti halnya pada pemakaian kerangka acuan
maka latar belakang pengalaman juga dapat mempengaruhi keberhasilan komunikasi.
Latar belakang pengalaman yang sama cenderung membuat komunikasi berhasil.
Sebab, jika pengalaman telah sama maka kerangka rujukannya pun cenderung sama.
Bila petani membahas soal ganasnya serangan hama wereng dengan petani pula maka
cenderung membuahkan hasil, dibandingkan jika mereka berkomunikasi dengan
montir atau kuli bangunan.[7]
Selain menjadi tingkah laku yang diajarkan,
komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menyosialisasikan nilai-nilai budaya
kepada masyarakat. Melalui komunikasilah, baik secara lisan, tertulis, maupun
pesan nonverbal, masyarakat menstransmisikan warisan social (nilai-nilai budaya,
norma-norma social, adat kebiasaan, kepercayaan) satu generasi ke generasi
selanjutnya, dari satu kelompok ke kelomponk yang lainnya, dari satu anggota
lama ke anggota baru. Secara lisan, misalnya para orang tua memberikan petuah dan nasihat melalui cerita dan dongeng. Secara
tertulis, masyarakat menyusun buku, menerbitkan Koran atau majalah, untuk
mewariskan nilai-nilai budaya. Sedangkan perilaku tertentu dalam suatu
kebudayaan mengajarkan apa yang boleh atau tidak boleh, yang baik atau yang
jelek, yang pantas atau tidak pantas menurut kebudayaan bersangkutan kepaada
masyarakatnya.
Meskipun komunikasi antarbudaya semakin
mempengaruhi dunia tempat kita tinggal, kebanyakan ahli setuju bahwa
hambatan-hambatan terhadap komunikasi dan pemahaman antarbudaya mungkin akan
merupakan fakta bahwa sedikit komunikasi akan terjadi pada tingkat personal.
Bebergian ke luar negeri lebih mudah sekarang dan lebih ekonomis untuk
dilakukan dibandingkan dengan pada zaman orangtua dan kakek nenek kita,
misalnya, namun sedikit orang yang bepergian secara ekstensif untuk benar-benar
mengenal orang-orang dari budaya lain.
Penelitian Carlson dan Widaman, 1988
membandingkan 450 mahasisiwa dari university of californis yang menghabiskan
tahun pelajaran ke 3 di sebuah universitas eropa (Swedia, Spanyol, Perancis,
Jerman , Italia dan Inggris) dengan mahasiswa-mahasiswa yang tetap belajar di
kampus mereka di Amerika pada tahun ketiga. Pada akhir tahun pellajaran,
kelompok yang belajar di luar negeri memperlihatkan minat lintas-budaya,
kepedulian politik internasional dan kosmopolitanisme yang lebih
tinggi.Dibandingkan dengan kalompok mahasiswa yang tetap belajar di dalam
negeri, mereka yang belajar diluar negeri juga menunjukkan sikap-sikap yang
lebih positif dan lebih kritis terhadap Negara mereka, suatu penelitian yang
konsisten dengan penelitian terdahulu.Jadi belajar cukup lama diluar negeri
dapat member andil terhadap sikap-sikap yang lebih positif dan meeningkatkan
pengertian antarbudaya, namun masih banyak yang harus dipelajari bagaimana
sikap-sikap tersebut berkembang.
F. FUNGSI
FAKTOR BUDAYA DALAM BERKOMUNIKASI
1. Fungsi
pribadi
Fungsi
pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui komunikasi
yang bersumber dari seorang individu, antara lain untuk :
a. Menyatakan
identitas social
Dalam
komunikasi,budaya dapat menunjukkan beberapa perilaku komunikan yang digunakan
untuk menyatakan identitas diri maupun identitas sosial.
b. Menyatakan
integrasi social
Inti
konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi
dan, antar kelompok namun tetap menghargai perbedaanperbedaan yang dimiliki
oleh setiap unsur. perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah
memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan
komunikan.
c. Menambah
pengetahuan
Sering
kali komunikasia antar bribadi maupun antar budaya dapat menambah pengetahuan
bersama ,dan adanya saling mempelajari kubudayaan masing masing antara
komunikator dan komunikan.
d. Melepaskan
diri/jalan keluar
Hal yang
sering kita lakukan dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah untuk
melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.
2. Fungsi sosial
Fungsi sosial adalah fungsi-fungsi komunikasi
yang bersumber dari faktor budaya yang ditunjukkan melalui prilaku komunikasi
yang bersumber dari interaksi sosial, diantaranya berfunsi sebagai berikut:
a. Pengawasan
Praktek
komunikasi antar budaya di antara komunikator dan komunikan yang berbeda
kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antar
budaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan“ tentang
lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang
menyebarluaskan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar
kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang
berbeda. Akibatnya adalah kita turut mengawasi perkembangan sebuah peristiwa
dan berusaha mawas diri seandainya peristiwa itu terjadi pula dalam lingkungan
kita.
b. Menjembatani
Dalam
proses komunikasi antar pribadi, termasuk komunikasi antar budaya ,maka fungsi
komunikasi yang dilakukan antar dua orang yang berbeda budaya itu merupakan
jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat
terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan.,keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang
sama.
c. Sosialisasi
nilai
Fungsi
sosialisasi merupkan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai nilai
kebudayaan suatu masyarakat ke masyarakat lain . Dalam komunikasi antar budaya
seringkali tampil perilaku non verbal yang kurang dipahami namun yang
lebih penting daripadanya adalah bagaimana kita menangkap nilai yang terkandung
dalam gerakan tubuh, gerakan imaginer dari tarian tarian tersebut.
d. Menghibur
Fungsi
menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antar budaya. American
fun yang sering ditampilkan TVRI memberikan gambaran tentang bagaimana
orang orang sibuk memanfaatkan waktu luang untuk mengunjungi teater dan
menikmati suatu pertunjukan humor. Menonton Qosidah yang ditampilkan
oleh anak anak sebuah pesantren mungkin kurang disukai oleh mereka yang suka
music klasik , namun kalau anda menonton dengan mental menikmati maka tampilan qosidah
tidak mengganggu anda.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Komunikasi antar budaya
adalah komunikasi antar orang-orang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik,
atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).
Potter
mengemukakan enam unsur budaya secara langsung mempengaruhi persepsi kita
ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, yakni :
1. Kepercayaan
(beliefs), nilai (value), dan sikap (attitudes)
2. Pandangan
dunia (worldview)
3. Organisasi
sosial (social organization)
4. Tabiat
manusia (human nature)
5. Orientasi
kegiatan (activity orientation)
6. Persepsi
tentang diri dan orang lain (perception of self and others)
7. Masyarakat
Timur pada umunya adalah masyarakat kolektivis.
Dalam komunikasi antarbudaya, tentu ada
berbagai hambatan, diantaranya;
1.
Mengabaikan perbedaab antar Anda dan kelompok
yang secara kultural berbeda.
2.
Mengabaikan perbedaan antara kelompok kultural
yang berbeda.
3.
Melanggar adat kebiasaan cultural.
4.
Menilai perbedaan secara negativ.
5.
Kejutan budaya
.
Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan
proses penafsiran atau pemberian makna terhadap pesan-pesan dan menafsirkannya
apakah makna yang dikandung pesan tersebut telah memenuhi tujuan komunikator
dalam menyampaikan maksudnya. Demikian pula, komunikan akan menafsirkan pesan
yang diterimanya, apakah makna yang dikandungnya? Jika makna yyang dimmaksud
komunikatormelalui pesan itu sama persis dengan maksud komunikan maka
komunikasidapat dikatan berhasil, yakni tercapainya persamaan makna.
Fungsi faktor budaya dalam berkomunikasi:
1. Fungsi
pribadi
a) Menyatakan
identitas social
b) Menyatakan
integrasi social
c) Menambah
pengetahuan
d) Melepaskan
diri/jalan keluar
2. Fungsi
sosial
a) Pengawasan
b) Menjembatani
c) Menghibur
d) Sosialisasi
nilai
DAFTAR RUJUKAN
Fajar, Marheni. 2009.
Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek , Yogyakarta: Graham Ilmu
Mulyana,
Deddy. 2001. Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung:
Remaja Rosdakarya
Mulyana,
Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya
Sendjaja,
S. djuarsa, dkk. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka Kementrian Pendidikan Nasional
Windarti,
Nila K. 2010. Materi Pokok pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:
Penerbit Universitas Terbuka
http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/11/11/faktor-budaya-dalam-komunikasi/. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............