CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, 11 June 2014

JIGSAW DAN COMPLEX INSTRUCTION



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Gambaran Umum tentang Jigsaw dan Complex Instruction
1.   Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman dari Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.[1]
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :[2]

Kelompok Asal

Cooperative Learning1


Cooperative Learning2
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw[3]

Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian.[4]
Jigsaw II dapat digunakan apabila materi yang akan dipelajari adalah yang berbentuk narasi tertulis. Metode ini paling sesuai untuk subjek-subjek seperti pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah, dan bidang-bidang lainnya yang tujuan tujuan pembelajaran lebih kepada penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan. Pengajaran ”bahan baku” untuk Jigsaw II biasanya harus berupa sebuah bab, cerita, biografi atau materi-materi narasi atau deskripsi serupa.[5]
Strategi ini dapat diterapkan pada pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan dan diketahui siswa dengan membagikan bahan ajar yang lengkap. Untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan atau dibagi secara berkelompok, siswa dapat mendiskusikan dalam kelompok kecil. Setiap anggota kelompok kecil berusaha membuat resume untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Bentuklah kelompok baru secara acak dan setiap anggota kelompok saling menjelaskan resume kepada sesama anggota sehingga diperoleh pemahaman yang utuh. Hasil resume kelompok itupun dapat dipresentasikan.[6]
Dalam Jigsaw II, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen, seperti dalam STAD dan TGT. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan ”lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli”untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaianyang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti dalam STAD. Seperti juga dalam STAD, skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada timnya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan para siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi tim lainnya. Sehingga, para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya mereka dapat membantu timnya melakukan tugas dengan baik. Kunci metode Jigsaw ini adalah interpendensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian.[7]


2.   Complex Instructional
Metode pembelajaran kooperatif lainnya yang didasarkan pada mencari keterangan dan investigasi disebut Complex Instruction (Cohen, 1986). Bentuk yang paling banyak digunakan dari pendekatan ini adalah sebuah program yang disebut Finding Out/ Descubrimiento, sebuah program berorientasi penemuan untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Ilmiah di sekolah dasar yang dikembangkan oleh Edward DeAvila dan Elizabeth Cohen. Metode ini, menggunakan kelas dwi bahasa khusus, yang melibatkan para siswa dalam kelompok kecil, diberikan kegiatan-kegiatan ilmiah yang diarahkan pada penemuan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah. Para siswa boleh bekerja sama mengerjakan eksperimen untuk menemukan prinsip-prinsip magnetisma, suara, cahaya, dan sebagainya. Materi-materi untuk program Finding Out-Descubrimient tersedia dalam bahasa Inggris dan Spanyol, supaya siswa yang menguasai satu bahasa atau dua bahasa dapat bekerja sama secara kooperatif. Sebagai tambahan terhadap pembelajaran Ilmu Pengetahuan Ilmiah, para siswa dalam Finding Out-Descubrimient mengaplikasikan kemampuan matematika dalam situasi kehidupan nyata dan terlibat dalam diskusi yang terfokus yang dapat membantu mengembangkan kemampuan bahasa Inggris untuk anak yang berbahasa Inggris terbatas.[8]

B.     Langkah-Langkah Pembelajaran Jigsaw
1.      Persiapan
a.    Materi
Untuk membuat materi Jigsaw II, ikuti langkah-langkah berikut.
1.      Pilihlah satu atau dua bab, cerita, atau unit-unit lainnya, yang masing-masing mencakup materi untuk dua atau tiga hari. Jika para siswa akan membacanya di kelas, materi yang dipilih haruslah membutuhkan waktu tidak lebih dari dari setengah jam untuk membacanya; jika bacaan tersebut akan dijadikan tugas untuk dibaca di rumah, maka pilihannya boleh lebih panjang.
2.      Buatlah sebuah lembar ahli untuk tiap unit. Lembar ini akan mengatakan kepada siswa di mana mereka perlu berkonsentrasi saat membaca, dan dengan kelompok ahli yang akan bekerja. Lembar ini berisi empat topik yang menjadi inti dari unit pembelajaran. Sebanyak mungkin, topik tersebut harus mencakupi tema-tema yang muncul dalam seluruh bab, dan bukan hanya sekedar mencakup isu yang hanya muncul sekali. Topik ahli bisa saja ditempatkan pada lembar yang sama dan masing-masing siswa dibuatkan kopiannya, atau bisa juga ditempatkan pada papan tulis atau kertas poster.
3.      Buatlah kuis, tes berupa essai , atau bentuk penilaian lainnya untuk tiap unit. Kuis tersebut harus berisi paling sedikit delapan pertanyaan, dua untuk tiap topik, atau beberapa soal yang jumlahnya kelipatan empat.Guru mungkin juga ingin menambahkan dua atau lebih pertanyaan-pertanyaan umum yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, serta jelas.
4.      Gunakan skema diskusi (sebagai opsi). Skema diskusi untuk tiap topik dapat membantu mengarahkan diskusi dalam kelompok-kelompok ahli. Skema semacam ini memperlihatkan daftar poin-poin yang harus dipertimbangkan para siswa dalam diskusi topik mereka.

b.   Membagi Siswa ke Dalam Tim
Membagi para siswa ke dalam tim heterogen yang terdiri dari empat sampai lima anggota, persis seperti dalam STAD.

c.    Membagi siswa ke dalam Kelompok Ahli
Guru mungkin ingin membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok ahli hanya dengan membagi peran secara acak dalam tiap tim, atau mungkin juga memutuskan siswa mana yang akan msuk ke dalam kelmpok ahli yang mana, untuk memastikan bahwa di dalam tiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah. Jika jumlah murid lebih dari 24 siswa, sebaiknya ada dua kelmpok ahli untuk tiap topik, supaya tidak terdapat lebih dari enam siswa dalam tiap kelompok. Tempatkan nama-nama anggota tim pada lembar rangkuman tim, biarkan kolom nama tetap kosong.

d.   Penentuan Skor Awal
Berikan skor awal pertama siswa persis seperti dalam STAD. Gunakan lembar skor kuis untuk mencatat skor-skor tersebut.

2.      Jadwal Kegiatan
a.    Membaca
Kegiatan pertama adalah mendistribusikan teks dan topik ahli, membagikan tiap topik kepada masing-masing siswa, dan selanjutnya membaca. Tunjukkan kepada siswa,topik mana yang dikerjakan, jika ada lima orang, maka dua orang mengerjakan satu topik. Biarkan siswa membaca topiknya masing-masing atau sebagai tugas rumah, jika ada yang telah selesai, boleh mengulang kembali bacaan dan membuat catatan. Atau bisa juga siswa membaca dulu baru kemudian membagikan topik ahlinya agar siswa mendapat gambaran sebelum mereka membaca kembali untuk menemukan informasi yang berkaitan dengan topik mereka.

b.   Diskusi Kelompok Ahli
Buatlah agar para siswa dengan topik ahli 1 untuk berkumpul bersama pada satu meja, semua siswa dengan topik ahli 2 pada meja lain, dan seterusnya. Bila ada kelompok ahli yang beranggotakan lebih dari enam, maka pisahkan dalam dua kelompok kecil. bila ingin agar siswa menggunakan skema diskusi, maka bagikanlah skema itu ke masing-masing kelompok ahli. Tunjuklah seorang pemimpin diskusi untuk tiap kelompok untuk memoderatori diskusi. Pemimpin diskusi tidak harus siswa dengan kemampuan baik, dan semua siswa suatu saat harus mengisi peran ini.
Berikan waktu sekitar 20 menit kepada kelompok-kelompok ahli tersebut untuk mendiskusikan toik-topik mereka. Para siswa harus sudah pernah mencoba untuk menemukan informasi tentang topik mereka dari teks-teks yang dibagikan kepada mereka, dan mereka harus berbagi informasi tersebut kepada kelompoknya. Anggota kelompok harus mencatat smua poin yang didiskusikan.

c.    Laporan Tim
Para siswa harus kembali dari diskusi kelompok ahli mereka dan bersiap untuk mengajari topik mereka kepada teman-teman satu timnya. Mereka harus mengambil waktu sekitar lima menit untuk mengulang kembali semua yang telah mereka pelajari mengenai topik mereka dari bacaan mereka dan dari diskusi dalam kelompok ahli. Apabila dua tim memiliki topik yang sama, maka mereka harus melakukan presentasi bersama.
Tekankan kepada para siswa bahwa mereka mempunyai tanggung jawab terhadap teman satu tim mereka untuk menjadi guru yang baik sekaligus juga sebagai pendengar yang baik. Guru mungkin ingin agar para ahli memberi pertanyaan kepada teman satu timnya setelah mereka  melaporkan topik mereka, untuk melihat bahwa mereka telah mempelajari materinya dan siap untuk menghadapi kuis.

d.   Tes
Bagikan kuis-kuis tersebut dan berikan cukup waktu bagi semua anak untuk menyelesaikannya. Mintalah para siswa bertukar lembar kuis dengan anggota kelompok lain untuk menghitung skor, atau bisa juga dengan mengumpulkan kuis-kuis dan menghitung skornya sendiri. Bila siswa yang menghitung skor, mintalah si pemeriksa menuliskan nama mereka pada bagian bawah lembar kuis yang mereka periksa. Setelah usai, periksalah beberapa kuis untuk memastikan bahwa para siswa memang sudah melakukan pemeriksaan dengan baik.

e.       Rekognisi Tim
Penghitungan skor untuk Jigsaw II sama dengan penghitungan skor pada STAD, termasuk untuk skor awalnya, poin-poin kemajuan, dan prosedur penghitungan skor. Seperti juga dalam STAD, sertifikat, papan buletin, dan/atau penghargaan diberikan dalam rekognisi tim-tim yang sukses.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2.      Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3.      Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.      Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5.      Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2.      Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3.      Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.      Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5.      Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

C.    Kontribusi Metode Jigsaw terhadap Complex Instruction di SMP
Metode Jigsaw dapat digunakan juga pada Pendidikan Agama di SMP. Misalnya pada mata pelajaran Fikih tentang bab thaharah. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Setiap siswa diberi tugas mempelajari keseluruhan bab thaharah. Kemudian siswa dalam tiap kelompok dipisah menuju kelompok ahli yang memiliki teman kelompok berbeda pada kelompok ini.
Dalam kelompok ahli, para siswa membahas materi-materi tertentu, misalnya kelompok ahli 1 membahas tentang wudhlu, kelompok ahli 2 membahas mandi besar, dan seterusnya. Kemudian masing-masing kembali kepada kelompok asal dan menyampaikan masing-masing materi. Kemudian dilakukan presentasi oleh masing-masing kelompok. Selanjutnya guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. Dan yang terakhir guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
Kontribusi metode Jigsaw dalam pembelajaran kompleks (Complex Instructional) di SMP, di antaranya adalah dapat melibatkan seluruh siswa ke dalam proses pembelajaran dengan mencapai pengetahuan yang diinginkan.
Berdasarkan hasil penelitian  Sofyan Bakhtiar pada tahun 2008 di  SMP Sriwedari Malang menunjukkan bahwa pembelajaran Kooperatif model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VII A SMP Sriwedari Malang ,  sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran PKn dan dapat disarankan kepada guru untuk menerapkan pembelajaran kooperatif model jigsaw karena dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Dengan metode Jigsaw dalam pembelajaran kompleks, diharapkan dapat dihasilkan hasil yang maksimal. Dalam metode Jigsaw, siswa tergantung pada kemampuan teman satu kelompoknya. Sedangkan dalam pembelajaran kompleks, siswa diarahkan pada penemuan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan menggunakan metode Jigsaw, siswa akan lebih mudah mencari prinsip-prinsip itu karena Jigsaw membuat siswa lebih dapat bekerja sama antara yang satu denngan yang lain.


[1] Trianto, S. Pd., M. Pd., 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif  Berorientasi Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, Prestasi Pustaka Jakarta, hlm. 56.
[4] Hisyam Zaini  dkk., 2008, Strategi Pembelajaran Aktif, Pustaka Insan Madani Yogyakarta,
[5] Robert E. Slavin, diterjemahkan oleh Nurulita, Cetakan III: 2008, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, Nusa Media Bandung, hlm. 237
[6] Marno, M.Pd. dan M. Idris, S.Si., 2008. Strategi & Metode Pengajaran: Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Efektif dan Edukatif, Ar-Ruzz Media Yogyakarta, hlm. 176.
[7] Robert E. Slavin, diterjemahkan oleh Nurulita, Cetakan III: 2008, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, Nusa Media Bandung, hlm. 237
[8] Ibid, hlm. 248-249.

0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............