BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum tentang Jigsaw dan Complex Instruction
1. Jigsaw
Jigsaw
telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-teman dari
Universitas Texas, dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins.[1]
Pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian
materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
Jigsaw didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling
tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali
pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal
yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan
latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa
ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok
asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik
tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal
dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :[2]
Kelompok Asal
Gambar Contoh Pembentukan
Kelompok Jigsaw[3]
Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk
digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian
dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian.[4]
Jigsaw II
dapat digunakan apabila materi yang akan dipelajari adalah yang
berbentuk narasi tertulis. Metode ini paling sesuai untuk subjek-subjek seperti
pelajaran ilmu sosial, literatur, sebagian pelajaran ilmu pengetahuan ilmiah,
dan bidang-bidang lainnya yang tujuan tujuan pembelajaran lebih kepada
penguasaan konsep daripada penguasaan kemampuan. Pengajaran ”bahan baku” untuk
Jigsaw II biasanya harus berupa sebuah bab, cerita, biografi atau materi-materi
narasi atau deskripsi serupa.[5]
Strategi
ini dapat diterapkan pada pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang sudah
ditetapkan dan diketahui siswa dengan membagikan bahan ajar yang lengkap. Untuk
mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan atau dibagi secara berkelompok, siswa
dapat mendiskusikan dalam kelompok kecil. Setiap anggota kelompok kecil
berusaha membuat resume untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
Bentuklah kelompok baru secara acak dan setiap anggota kelompok saling
menjelaskan resume kepada sesama anggota sehingga diperoleh pemahaman yang
utuh. Hasil resume kelompok itupun dapat dipresentasikan.[6]
Dalam
Jigsaw II, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen, seperti dalam STAD dan
TGT. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit,
dan diberikan ”lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang
harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca.
Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang
mempunyai fokus yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli”untuk mendiskusikan
topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali
kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai
topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaianyang mencakup
seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti dalam STAD. Seperti
juga dalam STAD, skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada timnya
didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan para siswa yang timnya
meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi tim
lainnya. Sehingga, para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik
dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya mereka dapat membantu
timnya melakukan tugas dengan baik. Kunci metode Jigsaw ini adalah
interpendensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat
memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat
penilaian.[7]
2. Complex
Instructional
Metode
pembelajaran kooperatif lainnya yang didasarkan pada mencari keterangan dan
investigasi disebut Complex Instruction (Cohen,
1986). Bentuk yang paling banyak digunakan dari pendekatan ini adalah sebuah
program yang disebut Finding Out/
Descubrimiento, sebuah program berorientasi penemuan untuk pelajaran Ilmu
Pengetahuan Ilmiah di sekolah dasar yang dikembangkan oleh Edward DeAvila dan
Elizabeth Cohen. Metode ini, menggunakan kelas dwi bahasa khusus, yang
melibatkan para siswa dalam kelompok kecil, diberikan kegiatan-kegiatan ilmiah
yang diarahkan pada penemuan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah. Para
siswa boleh bekerja sama mengerjakan eksperimen untuk menemukan prinsip-prinsip
magnetisma, suara, cahaya, dan sebagainya. Materi-materi untuk program Finding Out-Descubrimient tersedia dalam
bahasa Inggris dan Spanyol, supaya siswa yang menguasai satu bahasa atau dua
bahasa dapat bekerja sama secara kooperatif. Sebagai tambahan terhadap
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Ilmiah, para siswa dalam Finding Out-Descubrimient mengaplikasikan kemampuan matematika
dalam situasi kehidupan nyata dan terlibat dalam diskusi yang terfokus yang
dapat membantu mengembangkan kemampuan bahasa Inggris untuk anak yang berbahasa
Inggris terbatas.[8]
B.
Langkah-Langkah Pembelajaran Jigsaw
1. Persiapan
a. Materi
Untuk membuat materi Jigsaw II, ikuti langkah-langkah berikut.
1. Pilihlah satu atau dua bab, cerita, atau
unit-unit lainnya, yang masing-masing mencakup materi untuk dua atau tiga hari.
Jika para siswa akan membacanya di kelas, materi yang dipilih haruslah
membutuhkan waktu tidak lebih dari dari setengah jam untuk membacanya; jika
bacaan tersebut akan dijadikan tugas untuk dibaca di rumah, maka pilihannya
boleh lebih panjang.
2. Buatlah sebuah lembar ahli untuk tiap
unit. Lembar ini akan mengatakan kepada siswa di mana mereka perlu
berkonsentrasi saat membaca, dan dengan kelompok ahli yang akan bekerja. Lembar
ini berisi empat topik yang menjadi inti dari unit pembelajaran. Sebanyak
mungkin, topik tersebut harus mencakupi tema-tema yang muncul dalam seluruh
bab, dan bukan hanya sekedar mencakup isu yang hanya muncul sekali. Topik ahli
bisa saja ditempatkan pada lembar yang sama dan masing-masing siswa dibuatkan
kopiannya, atau bisa juga ditempatkan pada papan tulis atau kertas poster.
3. Buatlah kuis, tes berupa essai , atau
bentuk penilaian lainnya untuk tiap unit. Kuis tersebut harus berisi paling
sedikit delapan pertanyaan, dua untuk tiap topik, atau beberapa soal yang
jumlahnya kelipatan empat.Guru mungkin juga ingin menambahkan dua atau lebih
pertanyaan-pertanyaan umum yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, serta
jelas.
4. Gunakan skema diskusi (sebagai opsi).
Skema diskusi untuk tiap topik dapat membantu mengarahkan diskusi dalam
kelompok-kelompok ahli. Skema semacam ini memperlihatkan daftar poin-poin yang
harus dipertimbangkan para siswa dalam diskusi topik mereka.
b. Membagi Siswa ke Dalam Tim
Membagi para siswa ke dalam tim heterogen yang terdiri dari empat sampai
lima anggota, persis seperti dalam STAD.
c. Membagi siswa ke dalam Kelompok Ahli
Guru mungkin ingin membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok ahli hanya
dengan membagi peran secara acak dalam tiap tim, atau mungkin juga memutuskan
siswa mana yang akan msuk ke dalam kelmpok ahli yang mana, untuk memastikan
bahwa di dalam tiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang,
dan rendah. Jika jumlah murid lebih dari 24 siswa, sebaiknya ada dua kelmpok
ahli untuk tiap topik, supaya tidak terdapat lebih dari enam siswa dalam tiap
kelompok. Tempatkan nama-nama anggota tim pada lembar rangkuman tim, biarkan
kolom nama tetap kosong.
d. Penentuan Skor Awal
Berikan skor awal pertama siswa persis seperti dalam STAD. Gunakan lembar
skor kuis untuk mencatat skor-skor tersebut.
2. Jadwal Kegiatan
a. Membaca
Kegiatan pertama adalah mendistribusikan teks dan topik ahli, membagikan
tiap topik kepada masing-masing siswa, dan selanjutnya membaca. Tunjukkan
kepada siswa,topik mana yang dikerjakan, jika ada lima orang, maka dua orang
mengerjakan satu topik. Biarkan siswa membaca topiknya masing-masing atau
sebagai tugas rumah, jika ada yang telah selesai, boleh mengulang kembali
bacaan dan membuat catatan. Atau bisa juga siswa membaca dulu baru kemudian
membagikan topik ahlinya agar siswa mendapat gambaran sebelum mereka membaca
kembali untuk menemukan informasi yang berkaitan dengan topik mereka.
b. Diskusi Kelompok Ahli
Buatlah agar para siswa dengan topik ahli 1 untuk berkumpul bersama pada
satu meja, semua siswa dengan topik ahli 2 pada meja lain, dan seterusnya. Bila
ada kelompok ahli yang beranggotakan lebih dari enam, maka pisahkan dalam dua
kelompok kecil. bila ingin agar siswa menggunakan skema diskusi, maka
bagikanlah skema itu ke masing-masing kelompok ahli. Tunjuklah seorang pemimpin diskusi untuk tiap kelompok
untuk memoderatori diskusi. Pemimpin diskusi tidak harus siswa dengan kemampuan
baik, dan semua siswa suatu saat harus mengisi peran ini.
Berikan waktu sekitar 20 menit kepada kelompok-kelompok ahli tersebut untuk
mendiskusikan toik-topik mereka. Para siswa harus sudah pernah mencoba untuk
menemukan informasi tentang topik mereka dari teks-teks yang dibagikan kepada
mereka, dan mereka harus berbagi informasi tersebut kepada kelompoknya. Anggota
kelompok harus mencatat smua poin yang didiskusikan.
c. Laporan Tim
Para siswa harus kembali dari diskusi kelompok ahli mereka dan bersiap
untuk mengajari topik mereka kepada teman-teman satu timnya. Mereka harus
mengambil waktu sekitar lima menit untuk mengulang kembali semua yang telah
mereka pelajari mengenai topik mereka dari bacaan mereka dan dari diskusi dalam
kelompok ahli. Apabila dua tim memiliki topik yang sama, maka mereka harus
melakukan presentasi bersama.
Tekankan kepada para siswa bahwa mereka mempunyai tanggung jawab terhadap
teman satu tim mereka untuk menjadi guru yang baik sekaligus juga sebagai
pendengar yang baik. Guru mungkin ingin agar para ahli memberi pertanyaan
kepada teman satu timnya setelah mereka
melaporkan topik mereka, untuk melihat bahwa mereka telah mempelajari
materinya dan siap untuk menghadapi kuis.
d. Tes
Bagikan kuis-kuis tersebut dan berikan cukup waktu bagi semua anak untuk
menyelesaikannya. Mintalah para siswa bertukar lembar kuis dengan anggota
kelompok lain untuk menghitung skor, atau bisa juga dengan mengumpulkan
kuis-kuis dan menghitung skornya sendiri. Bila siswa yang menghitung skor,
mintalah si pemeriksa menuliskan nama mereka pada bagian bawah lembar kuis yang
mereka periksa. Setelah usai, periksalah beberapa kuis untuk memastikan bahwa para
siswa memang sudah melakukan pemeriksaan dengan baik.
e. Rekognisi Tim
Penghitungan skor untuk Jigsaw II sama dengan penghitungan skor pada STAD,
termasuk untuk skor awalnya, poin-poin kemajuan, dan prosedur penghitungan
skor. Seperti juga dalam STAD, sertifikat, papan buletin, dan/atau penghargaan
diberikan dalam rekognisi tim-tim yang sukses.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan
dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang
dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model
pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Kurangnya pemahaman guru
mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2.
Jumlah siswa yang terlalu
banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif
kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang
lain hanya sebagai penonton.
3.
Kurangnya sosialisasi dari
pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.
Kurangnya buku sumber sebagai
media pembelajaran.
5.
Terbatasnya pengetahuan siswa
akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan
dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model
pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang
akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas
merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik
pembelajaran Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi
dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
C.
Kontribusi Metode Jigsaw terhadap Complex Instruction di SMP
Metode Jigsaw dapat digunakan juga pada Pendidikan
Agama di SMP. Misalnya pada mata pelajaran Fikih tentang bab thaharah. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Setiap siswa
diberi tugas mempelajari keseluruhan bab thaharah.
Kemudian siswa dalam tiap kelompok dipisah menuju kelompok ahli yang
memiliki teman kelompok berbeda pada kelompok ini.
Dalam kelompok ahli, para siswa membahas materi-materi tertentu,
misalnya kelompok ahli 1 membahas tentang wudhlu, kelompok ahli 2 membahas
mandi besar, dan seterusnya. Kemudian masing-masing kembali kepada kelompok
asal dan menyampaikan masing-masing materi. Kemudian dilakukan presentasi oleh
masing-masing kelompok. Selanjutnya guru memberikan kuis untuk siswa secara
individual. Dan yang terakhir guru
memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor
kuis berikutnya.
Kontribusi metode Jigsaw dalam pembelajaran kompleks (Complex Instructional) di SMP, di antaranya
adalah dapat melibatkan seluruh siswa ke dalam proses pembelajaran dengan
mencapai pengetahuan yang diinginkan.
Berdasarkan hasil penelitian Sofyan
Bakhtiar pada tahun 2008 di SMP Sriwedari Malang menunjukkan
bahwa pembelajaran Kooperatif model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar PKn
siswa kelas VII A SMP Sriwedari Malang ,
sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran PKn dan dapat disarankan kepada guru untuk menerapkan
pembelajaran kooperatif model jigsaw karena dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa.
Dengan metode Jigsaw dalam pembelajaran kompleks, diharapkan dapat
dihasilkan hasil yang maksimal. Dalam metode Jigsaw, siswa tergantung pada
kemampuan teman satu kelompoknya. Sedangkan dalam pembelajaran kompleks, siswa
diarahkan pada penemuan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan
menggunakan metode Jigsaw, siswa akan lebih mudah mencari prinsip-prinsip itu
karena Jigsaw membuat siswa lebih dapat bekerja sama antara yang satu denngan
yang lain.
[1] Trianto, S. Pd., M. Pd., 2007, Model-Model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya,
Prestasi Pustaka Jakarta, hlm. 56.
[4] Hisyam Zaini dkk., 2008, Strategi Pembelajaran Aktif, Pustaka
Insan Madani Yogyakarta,
[5] Robert E. Slavin, diterjemahkan oleh Nurulita, Cetakan III: 2008, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan
Praktik, Nusa Media Bandung, hlm. 237
[6] Marno, M.Pd. dan M. Idris, S.Si., 2008. Strategi & Metode Pengajaran: Menciptakan Keterampilan Mengajar
yang Efektif dan Edukatif, Ar-Ruzz Media Yogyakarta, hlm. 176.
[7] Robert E. Slavin, diterjemahkan oleh Nurulita, Cetakan III: 2008, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan
Praktik, Nusa Media Bandung, hlm. 237
[8] Ibid, hlm. 248-249.
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............