CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, 11 June 2014

Metode Group Investigation

A.Pengertian Belajar atau Pembelajaran

Belajar atau pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita karena mereka merupakan kunci suksesuntuk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara dan agama. Melihat peran  yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien merupakan suatu keharusan. Dengan harapan, proses belajar mengajar akan menyenangkan dan tidak membosankan.



B. Metode Pembelajaran Efektif

1.    Metode Debat

Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diserahkan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.[2]

Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja untuk menyelesaikan tugas.

Keterampilan yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Keterampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memgasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas.[3]

2.    Metode Role Playing

Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung pada apa yang diperankan. Kelebihan metode ini adalah melibatkan seluruh siswa untuk berpartisipasi sehingga mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.[4]

Kelebihan yang lainnya ialah:

a.    Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

b.    Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.

c.    Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

d.   Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

3.    Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah adalah penggunaan metode dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya ialah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:

a.    Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

b.    Berpikir dan bertindak kreatif.

c.    Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

d.   Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

e.    Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

f.     Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalahyang dihadapi dengan tepat.

g.    Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.

Kelemahan metode problem solving ialah:

a.    Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal, terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.

b.    Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

4.    Cooperative Script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja secara berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah:

a)    Guru membagi siswa untuk berpasangan.

b)   Guru membagi wacana/materi pada tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.

c)    Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

d)   Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

e)    Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.

f)    Kesimpulan guru

g)   Penutup

Kelebihan:

a.    Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan.

b.    Setiap siswa mendapat peran.

c.    Melatih mengungkapkan kesalahan oranglain dengan lisan.

Kekurangan:

a.    Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu.

b.    Hanya dilakukan dua orang  (tidak melibatkan seluruh kelas) sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut.

5.    Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skill). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.[5]

Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih,kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.[6]

Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Menurut Depdiknas, pada pembelajaran ini guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah.[7]

Group investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitassiswa untuk mencari materi pelajaran secara mandiri melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku bahan pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.[8]

Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a.    Seleksi topik. Para siswa memilih beberapa subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Selanjutnya para siswa diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b.    Merencanakan kerjasama. Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah sebelumnya.

c.    Implementasi. Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b. pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d.   Analisis dan Sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c, dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

e.    Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasi oleh guru.

f.     Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.[9]

Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian (enquiri), pengetahuan (knowledge), dan dinamika kelompok ( the dynamic of the learning group). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupuntidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan kelompok yang saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.[10]

Slavin mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:

1)   Membutuhkan kemampuan kelompok

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun dari luar kelas. Kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

2)   Rencana kooperatif

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3)   Peran guru

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memperhatikan para siswa, mengatur dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.[11]



C.Cooperative Learning

Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggungjawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama, dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning dalam pendidikan adalah “Homo Homini Socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.[12]

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran cooperative adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kostruktivis. Pembelajaran cooperative merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya , setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Dalam pembelajaran koopertif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman kelompok belum menguasai bahan pelajaran.[13]

Pembelajaran kooperatif sepandangan dengan teori belajar konstruktivistik. Hal ini didasarkan padaa ide pokok dari teori konstruktivistik adala siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pandangan konstruktivisme tentang pembelajaran sebagai proses yang aktif artinya pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi tetapi siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya dalam prooses asimilasi dan akomodasi. Pendekatan konstruktivistik menganjurkan penerapan strategi belajar kooperatif agar siswa dapat diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan belajar secara bersama dan guru berlaku sebagai motivator dan fasilitator.[14]







D.Proses Belajar

Proses belajar menurut teori konstruktif hampir sama dengan metode Group Investigation.[15]

Peranan Siswa (Si-belajar). Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakikatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.

Peranan Guru. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.[16]

Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang meliputi:[17]

1)      Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.

2)      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.

3)      Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Sarana Belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu, seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional.[18]

Evaluasi Belajar. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik (tradisional) yang obyektifis dan konstruktivistik. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikan berdasarkan pengalamnnya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan umtuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata, dimana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
Teori belajar konstruktivistik mengakui bahwa siswa akan dapat menginterpretasikan informasi ke dalam pikirannya, bahwa konteks pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dan eksternal. Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual, bagaimana mengevaluasinya.


Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
Rasyad, Aminuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA.
mtsdaurrohman.blogspot.com/2011/03/teori-belajar-html  diakses pada tanggal 28 Mei 2011, 7:46 WIB
http://mtsattaqwa03.blogspot.com/2009/06/model-bermain-peran-dalam-pembelajaran-partisipatif


0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............