MADHHAB IMAM MALIKI
1. Biografi
Imam Malik dan Latar Belakang Pendidikannya
Pendiri madhhab ini adalah Imam Malik
bin Anas al-Asybahi al-`Arabi. Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam
empat serangkai dalam Islam dari segi umur.
Beliau lahir pada tahun 93 H (713 M) di kota Madinah dan wafat pada hari
Ahad, 10 Rabi`ul awal 179 H/798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasiyah
di bawah kekuasaan harun al-Rasyid. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Malik
ibn Anas ibn Malik ibn Abu amir ibn al-Harits. Beliau adalah keturunan bangsa
arab dusun Zu Ashhab, sebuah dusun al-`Aliyah binti Syuraikh ibn Abd.
Rahman ibn Syuraikh al-Azdiyah. Ada riwayatyang mengatakan bahwa imam Malik
berada dalam kandungan rahim ibunya selam dua tahun, Ada pula yang mengatakan
sampai tiga tahun. Kakeknya yang bernama
Amir merupakan kalangan sahabat di Madinah.
Imam Malik adalah seorang yang berbudi
mulia,dengan pikiran yang cerdas, pemberani dan teguh mempertahankan kebenaran
yang diyakininya. Beliau seorang yang memounyai sopan santun dan lemah lembut,
suka menengok orang sakit, nebgaihani orang miskin dan suka memberi bantuan
kepada orang yang membutuhkannya. Beliau juga orang yang sangta sangat pendiam,
kalau berbicara dipilihnya man yang perlu dan berguna serta menjauhkan diri
dari sewgala macam perbuatan yang tidak
bermanfaat. Di samping itu, Beliau juga seorang yang suka bdergaul
dengan hadndai taulan, orang yang mengerti agama terutama para gurunya, bahkan
bergaul denga para pejabat pemerintah atau wakil-wakil pemerintahan serta
kepala negara. Beliau tidah pernah melanggar batasan agama.
Imam Malik terdidik di kota Madinah pada
masa pemerintahan khalifah Sulaiman ibn Abd Malik dari Bani Umayah VII. Pada
waktu itu dikota tersebut hidup beberapa golongan pendukung Islam, antara
lain:golongan sahabat Anshar dan Muhajirin serta para cerdik pandai ahli hukum Islam.
Dalam suasana seperti itulah Imam Malik tumbuh dan mendapat pendidikan dari
beberapa guru yang terenal.Pelajaran pertama yang diterimanya adalah Al-Qur`an,
yakni bagaimana cara membaca, memahami makna dan tafsirnya. Dihafalnya
Al-Qur`an itu di luar kepala. Kemudian ia mempelajari hadits Nabi SAW. Dengan
tekun dan rajin, sehingga mendapat julukan sebaga ahli Hadits.
Adapun guru yang pertama dan bergaul
lama serta erat adalah Imam Abd. Rahman ibn Hurmuz salah seorang ulama` besar
di Madinah. Kemudian beliau belajar Fiqih kepada salah seorang ulama` besar
kota Madinah, yang bernama Rabi`ah al- Ra`yi. Selanjutnya Imam Malik belajar
ilmu hadits kepada Imam Nafi` Maula ibn Syihab al-Zuhry. Di bawah didikan
Az-Zuhri beliau mulai belajar ilmu hadits. Sedangkan dalam bidang hukum Islam,
Beliau belajar kepada Nafi` Maula Ibn Umar dan Yahya bin Sa`id al- Anshar.
Karya monumental beliau dalam bidang
Hadits adalah al-Muwattha`. Selain itu, beliau juga menyusun kitab al-Mudawwamah
yang berisi asas-asas Fiqih. Beliau mulai mengumpulkan hadits-hadits yang
kemudian dimuat dalam kitab ini atas permintaan Khalifah Abbasiyah, Abu ja`far
al-Mansyur (754-755) yang menginginkan sebuah kitab Undang-undang hukum yang
komprehensif dengan berdasarkan Sunnah Nabi Saw yang bisa diterapkan secara
seragam di seluruh wilayah kekuasaannya.
2. Pola
Pemikiran, Metode Istidlal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Malik dalam
Orang Mujtahid dan Ahli Ibadah Menetapkan Hukum Islam.
Imam Malik adalah seorang mujtahid dan
ahli ibadah sebagaimana halnya Imam Abu Hanifah. Karena ketekunannya dan
kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama` terkemuka, terutama dalam
bidang ilmu hadits dan fiqih. Setelah mencapai tingkat tinggi dalam bidang
ilmu, beliau mulai mengajar dan menulis kitab Muwwatha` yang sangat
populer, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi pengetahuannya.
Kepada orang lain yang membutuhkannya. Banyak dari Muhaditsin besar yang
mempelajari hadits dari beliau dan menjadi rujukan para ahli fiqih.
Imam Malik adalah seorang tokoh yang
dipercaya oleh umat di masa itu sering menghadapi kekejaman dan keganasan fisik
yang berat dari penguasa, karena bliau tetap mempertahankan pendapatnya tentang
masalah ”paksaan talak itu tidak sah”. Beliau tetap tidak mencabut fatwanya
yang bertentangan dengan Khalifah al-Manshur dari Bani ‘Abbas di Baghdad, maka
beliau disiksa dan di hukum penjara. Imam Malik sangat teguh dalam membelah
kebenaran dan berani menyampaikan apa yang diyakininya. Pada suatu ketika harun
al-Rasyid mencegahnnya dari mengatakan sepotong hadits tertentu, tetapi ia
tidak menghiraukan larangan tersebut, lalu membaca Al-Qur`an surah al-Baqarah
ayat 159, yang menjelaskan bahwa sesungguhnya orang orang menyembunyikannya
apa-apa yang Allah turunkan yang berupa keterangan-keterangan dan petunjuk,
akan dilaknat oleh Allah dan semua Makhluk.
Dalam menetakan hukum dan
ketika member fatwa, beliau sangat berhati-hati. Dapun metode istidal Imam Malik dalam menetapkan hukum Islam adalah berpegang
kepada:
a)
Al-Qur`an
Dalam memegang al-Qur`an ini meliputi pengambilan hokum berdasarkan atas
zahir nash al-Qur`an atau keumumannya, meliputi mafhum al-mukhalaf dan
mafhum al-Aula dengan memperhatikan `illatnya.
b)
Sunnah
Dalam berpegang kepada Sunnah sebagai dasar hokum, Imam Malik mengikuti
cara yang dilakukannya dalam berpegang kepada A-Qur`an.
c)
Ijma` Ahl
al-Madinah
Ijma` ahl al-Madinah yang asalnya dari al-Naq, hasil dari mencontoh Rasulullah
SAW.Menurut Ibnu Taimiyah, yang di maksud dengan ijma` ahl al-Madinah
tersebut adalah ijma` ahl al-Madinah ada masa lampau yang menyaksikan
amalan-amalan yang berasal dari Nabi
SAW. Sedangkan kesepakatan ahl al-Madinah yang hidup kemudian, sama
sekali bukan merupakan hujjah. Ijma` ahl al-Madinah yang asalnya dari al-Naql,
sudah merupakan kesepakatan kaum muslimin sebagai hujjah.
d)
Fatwa Sahabat
Yang di maksud dengan Sahabat di sisni adaah sahabat besar, yang
pengetahuan mereka terhadap suatu masalah itu didasarkan pada al-Naql. Para
sahabat besar tersebut tidak akan memberi fatwa, kecuali atas adasr apa yang
dipahami dari Rasulullah.
e)
Khabar Ahad dan
Qiyas
Imam Malik tidak mengakui Khabar ahad sebagai sesuatu yang datang
dari Rasulullah, jika khabar ahad Itu bertentangan dengan sesuatu yang sudah
dikenal oleh masyarakat Madinah, sekalipun hanya dari hasil istinbath,
kecuali khabar ahad tersebut dikuatkan oleh dalil lain yang qath`iy.
Dalam menggunakan khabar ahad ini, Imam Malik tidak selalu kosisten.
f)
Al-Istihsan
Menurut madhhab imam Maiki, al-Istinbath adalah:" menurut
hukum dengan mengambil, masalah yang merupakan bagian dalam dalil yang bersifat
kully(menyeluuruh) dengan maksud mengutamakan al-istidlal al-Mursal
dari pada qiyas, sebab menggunakan istihsan itu, tidak berarti hanya
mendasarkan pada pertimbangan perasaan semata, melainkan mendasarkan
pertimbangan pada maksud pembuat syara` secara keseluruhan"
g)
Al-Maslahah
al-Mursalah
Maslahah Mursalah adalah maslahah yang tidak ada ketentuannya, baik
secara tersurat atau sama sekali tidak disinggung oleh nash, dengan demikian,
maka Maslahah Mursalah itu kembali kepada memelihara tujuan syari`at
diturunkan.
h)
Sadd al-Zara`i
Imam Malik menggunakan sadd al-Zara`I sebagai landasan dalam
menetapkan hukum. Menurutnya, semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang
haram itu terlarang, hukumnya haram atau terlarang. Dan semua jalan atau sebab
yang menuju kepada yang halal, halal pula hukumnya.
i)
Istishab
Imam Malik menjadikan istishab sebagai landasan dalam menetapkan hukum.
Istishab adalah tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau yang
akan datang, berdasarkan atas ketentuan hukum yang ada di masa lampau.
j)
Syar`u Man
Qablana Syar`un Lana
Menurut Abd. Wahab Khallaf, bahwa apabila A-Qur`an dan al-Sunnah al-Shahihah mengisahkan suatu yang
pernah diberlakukan buat umat sebelum kita melalui para Rasul yang diutus Allah
untuk mereka dan dan hukum-hukum tersebut dinyatakan pula dalam Al-Qur`an dan
al-Sunnah al-Shahihah, maka hukum-hukum tersebut belaku pula buat kita.
3.
Karya-karya
Imam Malik, Murid-muridnya Serta Penyebaranya dan Perkembangan Mazhabnya
Di antara
karya-karya Imam Malik adalah kitab a-Muwwatha`. Kitab tersebut ditulis tahun
14 H. atas anjuran khalifah jafar al-Mansur. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Abu bakar al-Abhary. Atsar Rasulullah SAW. Sahabat dan tabi`in
yang tercantum dalam kita al-Muwwatha` sejumlah 1.720 buah.Kitab al-Muwwatha`
mengandung dua aspek, yaitu aspek hadits dan aspek fiqih.
Adanya aspek
hadits itu, adalah karena dari Rasulullah SAW. Atau dari sahabat dan Tabi`in.
Hadits-hadits
yang terdapat dalam al-Muwwtha` ada yang bersanad lengkap, ada pula yang
mursal, ada pula yang muttasil dan ada pula yang munqati`, bahkan
ada yang disebut balaghat yaitu suatu sanad yang tidak menyebutkan dari siapa
Imam Malik menerima hadits tersebut. Imam malik mengumpulkan sejumlah besar
hadits dalam kitabnya, al-Muwwatha` itu kemudian mmilihnya selama
bertahun-tahun. Bahkan ada riwayat mengatakan, bahwa Imam Malik dalam al-
Muwatha` telah mengumpulkan 4000 buah hadits, yang ketika ia wafat tinggal
1000 saja. Hadits-Hadits itu dipilih oleh Imam Malik setuiap Tahun, mana yang
paling mendekati kebenaran. Ada yang meriwayatkan, bahwa hal itu dilakukan Imam
Malik selama 40 tahun.
Adapun yang
dimaksud kandungan dari aspek fiqih, adalah karena kitab al-Muwwatha`
itu disusun berdasakan sistematika dengan bab-bab pembahasan seperti layaknya
kitab fiqih. Ada bab kitab thaharah, Kitab shalat, Kitab Zakat, Kitab syiam,
Kitab Nikah dan seterusnya. Setiap kitab dibagi lagi menjadi beberpa fasal,
yang setiap fasalnya mengandung fasal-fasal yang hampir sejenis, seperti fasal
shalat jama`ah, shalat safar dan seterusnya. Dengan demikian, maka hadits-hadits
di dalam al-Muwwatha` itu menyerupai kitab Fiqih.
Kitab
al-Mudawwamah al-Kubra meruakan kumpulan risala yang memuat tidak kurag dari
1.036% masalah dari fatwa Imam Malik yang dikumpulkan Asad al-furat
al-Naisabury yan berasal dari Tunis. Asad ibn Furat tersebut pernah mendengar
al-Muwwaatha` dar kepada Imam Malik. Kemudian Ia pergi ke
irak. Al-Muwwathaa` ini ditulis Asad ibn al-Furat ketika
ia berada di Irak. Ketika di irak, Asad ibn al- Furat bertemu dengan dua orang
Murid Abu hanifah, yaitu Abu yusuf dan Muhammad. Ia banyak mendengar dari kedua
murid abu hanifah tersebut tentang masalah-masalah fiqih menurut aliran irak.
Kemudian ia pergi ke Mesir dan di sana bertemu dengan murid –murid imam malik
terutama ibn al-Qosim. Masalah-masalah fiqih yang ia peroleh dari murid-murid
abu hanifah ketika berada di Irak, ditanyakannya kepada murid-murid Imam Malik
terutama kepada ibn al-Qasim. Jawaban-jawaban ibn al-Qosim itulah yang kemudian
menjadi kitab al-Mudawwanah tersebut.
Ketika Asad ibn al-Furad pergi
Qairawan, Sahnun menuliskanya menjadi sebuah kitab. Kitab tersebut diberi nama al-Asadiyah.
Kemudian Sahnun pergi dengan membawa kitab tersebut dan menyodorkannya kepada
ibn al-Qasim pada tahun 188 H. Yang kemudian ibn al-Qasim melakukan beberapa
perbaikan untuk beberapa masalah lalu Sahnun kembali ke Qairawan pada tahun 192
H. Sahnun menerima al-Mudawwanah dari Asad ibn Furad itu pada mulanya dalam
keadadaan belum tersusun dengan baik dan belum diberi bab. Sahnunlah yang
menyusun dan memberikan bab-bab dalam kitab al-Mudawwanah itu serta menambahkan
dalil-dalik dari atsar menurut
riwayat dari ibn Wahab dan lail-lain yang dimuat dalam al-Mudawwanah. Itulah
sebabnya sementara ulama menggap bahwa al-Mudawwanah itu merupakan kitab yang
disusun oleh Sahnun menurut mazhab Imam Malik.
Mazhab Imam Malik pada mulanya
timbul dan berkembang di kota Madinah, tempat kediaman beliau, kemudian tersiar ke negeri Hijaz.
Perkembangan mazhab Maliki sempat surut di Mesir, karena pada masa itu
berkembang pula mazhab Syafi’i dan sebagian penduduknya telah mengikuti mazhab
Syafi’i, tetapi pada zaman pemerintahan Ayyubiyah, mazhab Maliki kembali hidup.
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............