CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Thursday, 12 January 2012

IMAM MALIKI


MADHHAB IMAM MALIKI

1.      Biografi Imam Malik dan Latar Belakang Pendidikannya
Pendiri madhhab ini adalah Imam Malik bin Anas al-Asybahi al-`Arabi. Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam Islam dari segi umur.  Beliau lahir pada tahun 93 H (713 M) di kota Madinah dan wafat pada hari Ahad, 10 Rabi`ul awal 179 H/798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasiyah di bawah kekuasaan harun al-Rasyid. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu amir ibn al-Harits. Beliau adalah keturunan bangsa arab dusun Zu Ashhab, sebuah dusun al-`Aliyah binti Syuraikh ibn Abd. Rahman ibn Syuraikh al-Azdiyah. Ada riwayatyang mengatakan bahwa imam Malik berada dalam kandungan rahim ibunya selam dua tahun, Ada pula yang mengatakan sampai tiga tahun.  Kakeknya yang bernama Amir merupakan kalangan sahabat di Madinah.
Imam Malik adalah seorang yang berbudi mulia,dengan pikiran yang cerdas, pemberani dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya. Beliau seorang yang memounyai sopan santun dan lemah lembut, suka menengok orang sakit, nebgaihani orang miskin dan suka memberi bantuan kepada orang yang membutuhkannya. Beliau juga orang yang sangta sangat pendiam, kalau berbicara dipilihnya man yang perlu dan berguna serta menjauhkan diri dari sewgala macam perbuatan yang tidak  bermanfaat. Di samping itu, Beliau juga seorang yang suka bdergaul dengan hadndai taulan, orang yang mengerti agama terutama para gurunya, bahkan bergaul denga para pejabat pemerintah atau wakil-wakil pemerintahan serta kepala negara. Beliau tidah pernah melanggar batasan agama.
Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa pemerintahan khalifah Sulaiman ibn Abd Malik dari Bani Umayah VII. Pada waktu itu dikota tersebut hidup beberapa golongan pendukung Islam, antara lain:golongan sahabat Anshar dan Muhajirin serta para cerdik pandai ahli hukum Islam. Dalam suasana seperti itulah Imam Malik tumbuh dan mendapat pendidikan dari beberapa guru yang terenal.Pelajaran pertama yang diterimanya adalah Al-Qur`an, yakni bagaimana cara membaca, memahami makna dan tafsirnya. Dihafalnya Al-Qur`an itu di luar kepala. Kemudian ia mempelajari hadits Nabi SAW. Dengan tekun dan rajin, sehingga mendapat julukan sebaga ahli Hadits.
Adapun guru yang pertama dan bergaul lama serta erat adalah Imam Abd. Rahman ibn Hurmuz salah seorang ulama` besar di Madinah. Kemudian beliau belajar Fiqih kepada salah seorang ulama` besar kota Madinah, yang bernama Rabi`ah al- Ra`yi. Selanjutnya Imam Malik belajar ilmu hadits kepada Imam Nafi` Maula ibn Syihab al-Zuhry. Di bawah didikan Az-Zuhri beliau mulai belajar ilmu hadits. Sedangkan dalam bidang hukum Islam, Beliau belajar kepada Nafi` Maula Ibn Umar dan Yahya bin Sa`id al- Anshar. Karya monumental beliau  dalam bidang Hadits adalah al-Muwattha`. Selain itu, beliau juga menyusun kitab al-Mudawwamah yang berisi asas-asas Fiqih. Beliau mulai mengumpulkan hadits-hadits yang kemudian dimuat dalam kitab ini atas permintaan Khalifah Abbasiyah, Abu ja`far al-Mansyur (754-755) yang menginginkan sebuah kitab Undang-undang hukum yang komprehensif dengan berdasarkan Sunnah Nabi Saw yang bisa diterapkan secara seragam di seluruh wilayah kekuasaannya.

2.    Pola Pemikiran, Metode Istidlal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Malik dalam Orang Mujtahid dan Ahli Ibadah Menetapkan Hukum Islam.
Imam Malik adalah seorang mujtahid dan ahli ibadah sebagaimana halnya Imam Abu Hanifah. Karena ketekunannya dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama` terkemuka, terutama dalam bidang ilmu hadits dan fiqih. Setelah mencapai tingkat tinggi dalam bidang ilmu, beliau mulai mengajar dan menulis kitab Muwwatha` yang sangat populer, karena beliau merasa memiliki kewajiban untuk membagi pengetahuannya. Kepada orang lain yang membutuhkannya. Banyak dari Muhaditsin besar yang mempelajari hadits dari beliau dan menjadi rujukan para ahli fiqih.
Imam Malik adalah seorang tokoh yang dipercaya oleh umat di masa itu sering menghadapi kekejaman dan keganasan fisik yang berat dari penguasa, karena bliau tetap mempertahankan pendapatnya tentang masalah ”paksaan talak itu tidak sah”. Beliau tetap tidak mencabut fatwanya yang bertentangan dengan Khalifah al-Manshur dari Bani ‘Abbas di Baghdad, maka beliau disiksa dan di hukum penjara. Imam Malik sangat teguh dalam membelah kebenaran dan berani menyampaikan apa yang diyakininya. Pada suatu ketika harun al-Rasyid mencegahnnya dari mengatakan sepotong hadits tertentu, tetapi ia tidak menghiraukan larangan tersebut, lalu membaca Al-Qur`an surah al-Baqarah ayat 159, yang menjelaskan bahwa sesungguhnya orang orang menyembunyikannya apa-apa yang Allah turunkan yang berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, akan dilaknat oleh Allah dan semua Makhluk.
Dalam menetakan hukum dan ketika member fatwa, beliau sangat berhati-hati. Dapun metode istidal Imam Malik dalam menetapkan hukum Islam adalah berpegang kepada:
a)      Al-Qur`an
Dalam memegang al-Qur`an ini meliputi pengambilan hokum berdasarkan atas zahir nash al-Qur`an atau keumumannya, meliputi mafhum al-mukhalaf dan mafhum al-Aula dengan memperhatikan `illatnya.
b)      Sunnah
Dalam berpegang kepada Sunnah sebagai dasar hokum, Imam Malik mengikuti cara yang dilakukannya dalam berpegang kepada A-Qur`an.
c)      Ijma` Ahl al-Madinah
Ijma` ahl al-Madinah yang asalnya dari al-Naq, hasil dari mencontoh Rasulullah SAW.Menurut Ibnu Taimiyah, yang di maksud dengan ijma` ahl al-Madinah tersebut adalah ijma` ahl al-Madinah ada masa lampau yang menyaksikan amalan-amalan yang berasal dari  Nabi SAW. Sedangkan kesepakatan ahl al-Madinah yang hidup kemudian, sama sekali bukan merupakan hujjah. Ijma` ahl al-Madinah yang asalnya dari al-Naql, sudah merupakan kesepakatan kaum muslimin sebagai hujjah.
d)     Fatwa Sahabat
Yang di maksud dengan Sahabat di sisni adaah sahabat besar, yang pengetahuan mereka terhadap suatu masalah itu didasarkan pada al-Naql. Para sahabat besar tersebut tidak akan memberi fatwa, kecuali atas adasr apa yang dipahami dari Rasulullah.
e)      Khabar Ahad dan Qiyas
Imam Malik tidak mengakui Khabar ahad sebagai sesuatu yang datang dari Rasulullah, jika khabar ahad Itu bertentangan dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh masyarakat Madinah, sekalipun hanya dari hasil istinbath, kecuali khabar ahad tersebut dikuatkan oleh dalil lain yang qath`iy. Dalam menggunakan khabar ahad ini, Imam Malik tidak selalu kosisten.
f)       Al-Istihsan
Menurut madhhab imam Maiki, al-Istinbath adalah:" menurut hukum dengan mengambil, masalah yang merupakan bagian dalam dalil yang bersifat kully(menyeluuruh) dengan maksud mengutamakan al-istidlal al-Mursal dari pada qiyas, sebab menggunakan istihsan itu, tidak berarti hanya mendasarkan pada pertimbangan perasaan semata, melainkan mendasarkan pertimbangan pada maksud pembuat syara` secara keseluruhan"
g)      Al-Maslahah al-Mursalah
Maslahah Mursalah adalah maslahah yang tidak ada ketentuannya, baik secara tersurat atau sama sekali tidak disinggung oleh nash, dengan demikian, maka Maslahah Mursalah itu kembali kepada memelihara tujuan syari`at diturunkan.
h)      Sadd al-Zara`i
Imam Malik menggunakan sadd al-Zara`I sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Menurutnya, semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang haram itu terlarang, hukumnya haram atau terlarang. Dan semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang halal, halal pula hukumnya.
i)        Istishab
Imam Malik menjadikan istishab sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Istishab adalah tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau yang akan datang, berdasarkan atas ketentuan hukum yang ada di masa lampau.
j)        Syar`u Man Qablana Syar`un Lana
Menurut Abd. Wahab Khallaf, bahwa apabila A-Qur`an dan  al-Sunnah al-Shahihah mengisahkan suatu yang pernah diberlakukan buat umat sebelum kita melalui para Rasul yang diutus Allah untuk mereka dan dan hukum-hukum tersebut dinyatakan pula dalam Al-Qur`an dan al-Sunnah al-Shahihah, maka hukum-hukum tersebut belaku pula buat kita.

3.      Karya-karya Imam Malik, Murid-muridnya Serta Penyebaranya dan Perkembangan Mazhabnya
Di antara karya-karya Imam Malik adalah kitab a-Muwwatha`. Kitab tersebut ditulis tahun 14 H. atas anjuran khalifah jafar al-Mansur. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Abu bakar al-Abhary. Atsar Rasulullah SAW. Sahabat dan tabi`in yang tercantum dalam kita al-Muwwatha` sejumlah 1.720 buah.Kitab al-Muwwatha` mengandung dua aspek, yaitu aspek hadits dan aspek fiqih.
Adanya aspek hadits itu, adalah karena dari Rasulullah SAW. Atau dari sahabat dan Tabi`in.
Hadits-hadits yang terdapat dalam al-Muwwtha` ada yang bersanad lengkap, ada pula yang mursal, ada pula yang muttasil dan ada pula yang munqati`, bahkan ada yang disebut balaghat yaitu suatu sanad yang tidak menyebutkan dari siapa Imam Malik menerima hadits tersebut. Imam malik mengumpulkan sejumlah besar hadits dalam kitabnya, al-Muwwatha` itu kemudian mmilihnya selama bertahun-tahun. Bahkan ada riwayat mengatakan, bahwa Imam Malik dalam al- Muwatha` telah mengumpulkan 4000 buah hadits, yang ketika ia wafat tinggal 1000 saja. Hadits-Hadits itu dipilih oleh Imam Malik setuiap Tahun, mana yang paling mendekati kebenaran. Ada yang meriwayatkan, bahwa hal itu dilakukan Imam Malik selama 40 tahun.
Adapun yang dimaksud kandungan dari aspek fiqih, adalah karena kitab al-Muwwatha` itu disusun berdasakan sistematika dengan bab-bab pembahasan seperti layaknya kitab fiqih. Ada bab kitab thaharah, Kitab shalat, Kitab Zakat, Kitab syiam, Kitab Nikah dan seterusnya. Setiap kitab dibagi lagi menjadi beberpa fasal, yang setiap fasalnya mengandung fasal-fasal yang hampir sejenis, seperti fasal shalat jama`ah, shalat safar dan seterusnya. Dengan demikian, maka hadits-hadits di dalam al-Muwwatha` itu menyerupai kitab Fiqih.
Kitab al-Mudawwamah al-Kubra meruakan kumpulan risala yang memuat tidak kurag dari 1.036% masalah dari fatwa Imam Malik yang dikumpulkan Asad al-furat al-Naisabury yan berasal dari Tunis. Asad ibn Furat tersebut pernah mendengar al-Muwwaatha` dar kepada  Imam Malik. Kemudian Ia pergi ke irak. Al-Muwwathaa` ini ditulis Asad ibn al-Furat ketika ia berada di Irak. Ketika di irak, Asad ibn al- Furat bertemu dengan dua orang Murid Abu hanifah, yaitu Abu yusuf dan Muhammad. Ia banyak mendengar dari kedua murid abu hanifah tersebut tentang masalah-masalah fiqih menurut aliran irak. Kemudian ia pergi ke Mesir dan di sana bertemu dengan murid –murid imam malik terutama ibn al-Qosim. Masalah-masalah fiqih yang ia peroleh dari murid-murid abu hanifah ketika berada di Irak, ditanyakannya kepada murid-murid Imam Malik terutama kepada ibn al-Qasim. Jawaban-jawaban ibn al-Qosim itulah yang kemudian menjadi kitab al-Mudawwanah tersebut.
Ketika Asad ibn al-Furad pergi Qairawan, Sahnun menuliskanya menjadi sebuah kitab. Kitab tersebut diberi nama al-Asadiyah. Kemudian Sahnun pergi dengan membawa kitab tersebut dan menyodorkannya kepada ibn al-Qasim pada tahun 188 H. Yang kemudian ibn al-Qasim melakukan beberapa perbaikan untuk beberapa masalah lalu Sahnun kembali ke Qairawan pada tahun 192 H. Sahnun menerima al-Mudawwanah dari Asad ibn Furad itu pada mulanya dalam keadadaan belum tersusun dengan baik dan belum diberi bab. Sahnunlah yang menyusun dan memberikan bab-bab dalam kitab al-Mudawwanah itu serta menambahkan dalil-dalik dari atsar  menurut riwayat dari ibn Wahab dan lail-lain yang dimuat dalam al-Mudawwanah. Itulah sebabnya sementara ulama menggap bahwa al-Mudawwanah itu merupakan kitab yang disusun oleh Sahnun menurut mazhab Imam Malik.
Mazhab Imam Malik pada mulanya timbul dan berkembang di kota Madinah, tempat kediaman beliau,  kemudian tersiar ke negeri Hijaz. Perkembangan mazhab Maliki sempat surut di Mesir, karena pada masa itu berkembang pula mazhab Syafi’i dan sebagian penduduknya telah mengikuti mazhab Syafi’i, tetapi pada zaman pemerintahan Ayyubiyah, mazhab Maliki kembali hidup.








0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............