BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknik Bicara Efektif
1. Menggunakan Bahasa yang Efektif
a. Kejelasan.
Inti penggunaan bahasa yang jelas adalah memilih kata-kata yang dapat memperkecil ketidak mengertian. Yaitu menggunakan bahasa yang lazim dan konkrit, dan menjelaskan gayanya dengan memberikan petunjuk.
1) Gunakan kata-kata yang lazim.
Kata-kata yang digunakan adalah disesuaikan dengan komunikanya, karena apabila kata-kata yang digunakan tidak dikenali oleh khalayak maka pesan yang disampaikan tidak akan jelas.
2) Gunakan kata-kata konkret.
Bahasa yang konkrit memilki arti khusus atau lebih terbatas. Kata kompor lebih konkrit (khusus) dari pada istilah alat pemanas, kata benang lebih konkrit dari pada bahan menjahit.
3) Pemberian petunjuk.
Jelaslah bahwa sebuah gaya akan mempermuda seseorang menyimak dan mengikuti fikiran komunikator. Pedannyaji yang jelas menunjukkan kemana mereka pergi, memberi tahu para penyimak kapan tiba di tujuan.
b. Kelugasan
Gaya bahasa yang baik itu adalah hidup dan lugas. Bahasa yang lugas tertarik kepada rasa dan membuat kesan yang tak terlupakan, hal ini membantu untuk melihat, mendengar, menyentuh, merasa, dan mencium kesan-kesan dan gagasan-gagasan.
c. Ketepatan
Membahas ketepatan tanpa membahas kejelasan dan kelugasan merupakan hal yang sulit. Bahasa yang jelas dan lugas mungkin masih belum tepat jika bahasa mengganggu rasa atau perasaan penyimak. Misalnya, bahasa yang kasar harus dihindari dalam presentasi. Bahasa seperti itu mungkin ekspresif, tapi tidak mendatangkan tanggapan yang positif dari khalayak.
Bahasa yang tepat juga membentuk hubungan pribadi yang langsung dengan khalayak.[1]
2. Kiat-kiat Penggunaan gaya bahasa yang efektif
a. Jangan menggayakan bahasa secara berlebihan. Integrasikan perangkat-perangkat ilmu gaya bahasa, tetapi gunakan pengendali. Terlalu banyak menyatakan hal-hal yang baru dapat mengalihkan perhatian dari isi pesan jika khalayak lebih memusatkan perhatian pada bahasa daripada isi materi presentasi.
b. Pertimbangkan penggunaan perangkat-perangkat ilmu gaya bahasa saat mengembangkan kalimat terbuka, pernyataan gagasan utama, dan kesimpulan. Ini merupakan hal yang penting. Khalayak harus memberikan 100% perhatian selama pendahuluan, pengembangan pokok utama, dan kesimpulan. Karena permulaan yang baik adalah berarti terselesaikanya setengah pekerjaan.
c. Gunakan kata-kata biasa yang pendek dengan cara unik. Anda dapat menggunakan kata-kata yang panjang untuk meminjamkan gaya ke dalam bahasa, tetapi kata-kata pendek membantu penyimakan yang efektif dan efisien. Dan apabila istilah teknik terlalu sulit dimengerti atau susah dipakai, gunakan kiasan untuk menyampaikan gagasan.
d. Menggayakan bahasa untuk berhemat. Ketika kalimat-kalimat atau frase terlalu panjang atau rumit, pertimbangkan penyusunan beberapa kalimat dengan menggunakan antithesis atau suspensi. Pertimbangkan pula penggunaan omisi atau repetisi pemikiran-pemikiran utama penting untuk memahami kerumitan kalimat yang panjang.
e. Amati penggunaan gaya, bahasa orang lain. Pada saat anda menyimak radio dan televisi, serta membaca surat kabar, majalah dan jurnal perdagangan, carilah pesan yang digayakan secara efektif. Amati siaran berita sore dan carilah kiasan yang mengesankan atau perangkat ilmu gaya bahasa lain yang efektif. Catatlah bahwa pembicaraan terus menerus menggunakan inversi (dalam bentuk pertanyaan) ketika mereka menginginkan tanggapan khalayak dengan segera.
f. Praktekkan pengayaan pesan-pesan anda. Aktifkanlah mengkaji cara-cara memasukkan beragam teknik ilmu gaya bahasa ke dalam presentasi anda. Anda mungkin telah mengetahui nilai fungsional omisi ketika Anda menginginkan seseorang melakukan sesuatu (misalnya “ke mari” bukan “datanglah ke kantor saya”, “berhenti” bukan “berhentilah mengerjakan apa yang hendak Anda lakukan”. Masukkanlah perangkat ilmu gaya bahasa lain yang cocok untuk presentasi Anda.[2]
B. Mendengarkan Dengan Efektif
Suatu penyebab kesalahpahaman tentang “mendengarkan” (listening) tumbuh dari ketidak jelasan istilahnya. Mendengarkan sesungguhnya sesuatu proses yang rumit, yang melibatkan empat unsur:
1. Mendengarkan (hearing).
2. Memperhatikan.
3. Memahami.
4. Mengingat.
Jadi definisi mendengarkan yang sesuai adalah “proses efektif untuk memperhatikan, mendengar, memahami, dan mengingat symbol-simbol pendengaran”.
1. Mendengar
Unsur pertama dalam proses mendengarkan adalah mendengar yang merupakan proses fisiologis otomatik penerimaan rangsangan pendengaran (aural stimuli). Dalam tahap inilah gangguan fisik pada alat pendengaran seseorang dapat menimbulkan kesulitan dalam proses mendengarkan. Frekuensi bicara manusia berkisar dari 125 sampai 8.000 putaran per detik; kebanyakan kata berfrekuensi antara 1.000 sampai 7.500 putaran per detik, yang merupakan wilayah kritis kemampuan pendengaran.
Meskipun kemampuan memproses informasi yang empat kali lebih cepat raeipada rata-rata orang bicara tampaknya merupakan keuntungan, ternyata itu merupakan masalah dalam arti bahwa tiga permpat bagian dari mendengarkan merupakan “waktu luang”. Hal ini berarti bahwakita mampu menangkap apa yang kita dengar jauh lebih cepat daripada kemampuan membicara melisankan pikirannya; jadi kita jadi bosandan mulai melamun. Kenyataan ini tampaknya dapaat menjelaskan temuan bahwa berbicara lebih menarik daripada mendengarkan. Nanti akan kita lihat bagaiman cara kita menggunakan “waktu luang” tersebut untuk memperbaiki kemampuan mendengarkan.
2. Perhatian
Memperhatikan rangsangan di lingkungan kita berarrti memusatkan kesadaran kita pada rangsangan khusus tertentu. Indera penerima kita secara konstan dihujani sekian banyak rangsanagn sehingga kita tidak mungkin menanggapi semuanya sekaligus pada saat yang sama. Sel khusus dalam sisten syaraf kita (saraf penghambat) berfungsi membuang sejumlah sensasi yang datang, menjauhkan sensasi-sensasi tersebut dari kesadaran kita. Seorang penulis menyatakan bahwa, kalau tidak ada syaraf penghanbat, kita akan mengalami sensasi yang serupa dengan seranagn epileptic setiap kali kita membukakan mata kita.
3. Memahami
Memahami biasanya diartikan sebagai proses pemberian makna pada kata yang kita dengar, yang sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh si pengirim pesan.
4. Mengingat
Kebanyakan tes mendengarkan sampai tingkat tertentu menguji berapa banyak kita dapat mengingat apa yang telah kita dengar dan yang kita pahami. Menginngat adalah menyimpan informasi untuk diperoleh kenbali. Bila seseorang menunjukkan kepada anda arh kesuatu tempat tertentu dan anda memahaminya tetapi melupakan arah itu sebelum anda mencatatnya, maka anda mendengarkan tidak sebagaimana yang seharusnya.
Ada dua macam jenis memori , yakni memori jangka pendek (MJpe) dan memori jangka panjang (MJpa). Memori jangka pendek adalah sesuatu yang memungkinkan kita mengingat suatu nomor telepon yang cukup panjang untuk diputar, tetapi tidak mampu untuk mengingatnya kembali hanya lima menit kemudian. Sedangkan memori jangka panjang adalah menyimpan suatu informasi yang biasa kita anggap sebagai sesuatu yang sudah melekat pada memori, misalnya tanah air dan nama orang tua kita. Pada dasarnya perbedaan antara MJpe dan MJpa adalah jumlah pengulangan dan pelatihan yang terjadi pada suatu informasi tertentu dan kemudahanya untuk menyesuaikan informasi tersebut dengan informasi yang telah disimpan.[3]
C. Ketrampilan Berbicara
Sehubungan dengan ketrampilam berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi dalm berbicara, yaitu interaktif, semiaktif, dan non interaktif.
1. Interaktif, yaitu percakapan secara tatap muka atau berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan mendengarkan dan juga memungkinkan kita meminta klarisfikas, pengulangan, atau kita dapat meminta lawan berbicara memperlambat tempo berbicara dari lawan berbicara.
2. Semiaktif, yaitu ketrampilan berbicara yang biasanya digunakan dalam pidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini audien memandang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah bahsa tubuh mereka.
3. Non interaktif, yaitu ketrampilan berbicara secara tidak langsung misalnya melalui radio atau televisi.
D. Gaya Komunikasi
1. Gaya Komunikasi Konteks Tinggi
Komunikasi konteks tinggi mengandung pesan yang kebanyakannya ada dalam konteks fisik, sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks pesan tersebut. Dalam budaya konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkuta, dan pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat homogen berbudaya konteks tinggi. Dalam masayrakat demikian, mengetahui suatu kata atau huruf hanya memberi makna sedikit bila kita tidak mengetahui konteks penggunaannya. Oleh karena kebutuhan untuk secara penuh memahami makna kontekstual simbol, Hall berpendapat bahwa komunikasi konteks tinggi merupakan kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah yang panjang, lamban berubah dan berfungsi untuk menyatukan kelompok.[4]
Orang budaya konteks tinggi menekankan isyarat kontekstual. Suatu pertanyaan atau suatu jawabanharus dimaknai berdasarkan konteksnya. Orang boleh jadi mengajukan pertanyaan atau memberikan jawaban, tapi makna sebenarnya terdapat dalam konteks (budaya) orang-orang yang bersangkutan, bukan pada pesannya sendiri. Maka, dalam budaya konteks tinggi mengharapkan orang lain memahami suasana hati yang tak terucapkan, isyarat halus, dan isyarat lingkungan yang diabaikan orang berbudaya konteks rendah.[5]
2. Gaya Komunikasi Konteks Rendah
Komunikasi konteks rendah cepat dan mudah berubah, karenanyatidak mengikat kelompok. Oleh karena perbedaan ini, orang-orang dalam budaya konteks tinggi cenderung lebih curiga terhadap pendatangatau orang asing. Orang berbudaya konteks rendah dianggap berbicara berlebih-lebihan, mengulang-ulang apa yang sudah jelas, sedangkan orang berbudaya konteks tinggi gemar berdiam diri, tidak suka berterus terang dan misterius. Orang Amerika yang berbudaya konteks rendah menganggap orang yang banyak berbicara sebagai lebih menarik, sedangkan orang jepang yang berbudaya konteks tinggi sebaliknya menganggap orang yang banyak bicara sebagai berpikiran dangkal.[6]
[1] James, J. floye and Jerry L. winsor, Komunikasi bisnis dan professional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005. Hal 336-341.
[2] Ibid. hal 349-350
[3] Steward L. Tubbs and Sylvia Moss, Human Communication, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005. Hal 160-166.
[4] Deddy Mulyana, Komunikasi efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 130-131
[5] Deddy Mulyana, Ibid, hal. 132
[6] Deddy Mulyana, Ibid, hal. 132
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............