CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Tuesday 11 June 2013

PENDIDIKAN ISLAM DI KALIMANTAN



A. Pendidikan Islam di kalimantan pada masa Belanda
             Madarasah yang tertua dan memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah pendidikan islam di Kalimantan pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 Masehi. Setelah itu, berdiri madrasah perguruan islam Assulthaniyah di Sambas pada tahun 1922 Masehi. Tidak lama kemudian madarsa tersebut berganti nama menjadi Tarbiyatul Islam. Lama pelajarannya lima tahun dan ada penambahan khusus satu tahun untuk mata pelajaran agama.
      
      Mata pelajaran agama yang dipelajari :
1.      Nahwu
2.      Bahasa Arab
3.      Fiqih
4.      Saraf
5.      Tafsir
6.      Hadis
7.      Tarikh
8.      Al Qur’an dan terjemahnya
 Mata pelajaran umu yang dipelajari :
1.      Berhitumg
2.      Ilmu tumbuh-tumbuhan
3.      Ilmu kesehatan
4.      Akhlak
5.      Gerak Badan
6.      Ilmu Alam
7.      Ilmu Ukur
8.      Sejarah Indonesia/umum
Normal Islam Amuntai didirikan pada tahun 1928 oleh H.Abdur Rasyd, tamatan Universitas Al-Azhar Khairo. Madrasah ini telah memberikan sumbangan yang besar bagi pendikan di Kalimantan. Disamping itu, di Martapura didirikan juga madrasah Imad Darus Salam dan pada tahun 1914 berdiri juga madrasah Al-Ashirah di Banjarmasin.

B. Kerajaan Islam di Banjarmasin
 Awal berdirinya kerajaan islam banjar ini, menurut Drs. Idwar Saleh. Ialah pada hari rabu wage, 24 September 1526 M, dua hari sebelum hari raya idul fitri, sesudah pangeran Samudera yang kemudian berganti nama dengan sultan Suriansyah yang menang perang dengan Pangeran Temenggung di Negara Daha.   
            Sesudah kerajaan islam berdiri dan dipimpin oloeh raja Suriansyah perkembangan islam semakin berkembang masjid-masjid dibangun hampir disetiap desa.
Perkembangan yang sangat menggembirakan, pada tahun 1710 M (tepatnya 13 Shafar 122 H) di zaman Kerajaan Islam Banjar ke 7 di bawah pemerintahan Sultan Tahmilllah (1700-1748) telah lahir serang ulama terkenal kemudiannya yaitu syekh Muhammad Arsyad al Banjiry di desa Kalampayan Martapura.
Syekh Muhammad Arsyad yang sejak kecil diasuholeh Sulatn Tahmillah ini cukup lamber studi makkah yaitu sekitar 30 tahun, sehingga pada gilirannya beliau terkena keulamaannya dan kedalaman ilmunya, tidak saja terkenal di Kalimantan dan Indonesia, tapi sampai keluar negeri,khususnya kawasan asia tenggara.
Syekh muhammad Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama, diantaranya kitab yang paling terkenal sampai sekarang adalah kitab Sabilul Muhtadin. Sultan Tahmilillah mengangkatnya sebagai mufti di Kerajaan Banjar. Syekh Muhammad Arsyad juga berjasa besar dalam mendirikan pndok pesantren di kampung Dalam Pagar, yang sampai sekarang masih terkenal dengan sebutan Pesantren Darussalam.
Sistem pengajian kitab di pesantren Kalimantan tidak jauh berbeda dengan yang ada di jawa atau sumatera yaitu dengan sistem Halaqah,
Sebelum Syekh Arsyad muncul di Banjar juga terdapat seorang ulama besar, yaitu Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al Banjiry, yang mengarang seuah kitab tasawuf “Addarunnafis”.   

C. Pendidikan Islam Di Sulawesi Pada Masa Belanda

Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan islam di Sulawesi dengan pendidikan islam yang ada di Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan oleh sumber yang sama, yaitu mekkah. Perkembangan  pendidikan islam di Sulawesi pada masa penjajahan Belanda berjalan lancer, terlebih setelah organisasi Muhammadiyah masuk dan mendirikan madrasah pertama di Sulawesi  sekitar tahun 1926 Masehi.
Kebanyakan madrasah di Sulawesi pada mulanya di pimpin oleh guru-guru agama yang berasal dari minangkabau dan Yogyakarta. Para guru-guru tersebut dating ke Sulawesi ada yang atas nama Muhammadiyah dan ada pula permintaan dari yayasan pemilik madrasah.
            Madrasah yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Madrasah tersebut berdiri pada tahun 1933. Pendirinya adalah para pemuka rakyat dan ulama da bawah perlindungan Raja Bome pada masa itu, Yaitu Andi Mappanjukki. Pada awalnya madrasah tersebut dipimpim oleh Ustadz Abdul Azis Asy-Symi Al-Misri tetapi kemudian diambil oleh Syekh Mahmud Abdul Jawwad Al-Madani pada tahun 1935.
            Pada tahun 1939 didatangkan guru dari Sumatera, yaitu Ustadz Zainuddin Haji dan dari Jawa, yaitu M.Arifin Jabbar. Mata pelajaran yang diberikan di madrasah ini meliputi pelajaran agama dan pelajaran umum. Guru lain yang juga didatangkan dari Sumatera ialah  Ustadz H. Dawisy Amini.
            Madrasah Amiriyah Islamiyah teriri dari 3 bagian, yaitu :
  1. Ibtidaiyah, lama belajarnya tiga tahun
  2. Tsanawiyah, lama belajarnya tiga tahun
  3. Muallimin, lama belajarnya tiga tahun
Rencana pelajaran yang dijalankan pada madrasah Amiriyah Islamiyah untuk masing-masing bagian, berbeda porposinya antara pelajaran umum dengan pelajaran agama. Pada madrasah tingkat Ibtidaiyah diajarkan ilmu agama 50%. Pada tingkat Tsanawiyah , diajarkan ilmu agama 60% dan pengetahuan umum 40%. Sedangkan untuk tingkat Muallimin, diajarkan ilmu agama 80% dan pengetahuan umum 20%.
Tokoh – tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan islam di Sulawesi, antara lain adalah Syekh H.M. As’ad bin H.A. Rasyad Bugis. Beliau adalah ulama asli Sulawesi yang dilahirjan di Mekkah. Dalam usia 14 Tahun, beliau telah hapal Al-Qur’an. Setelah belajar selama tujuh tahun di Masjidil Haram ( pada tahun 1928 ) beliau pulang ke tanah airnya , yaitu Sengkang dengan bantuandari pemertintah daerah kaum muslimin di wilayah tersebut. Madrasah yang didirikannya bernama Wajo Tarbiyah Islamiyah yang dikemudian hari berubah menjadi Madrasah As’adiyah. Madrasah ini terdiri dari empat tingkatan sebagai berikut :
  1. Tingkatan Awaliyah
  2. Tingkatan Ibtidaiyah
  3. Tingkatan Tsanawiyah
  4. Tingkatan aliyah
Perkembangan yang pesat di Sulawesi Selatan diikuti oleh Sulawesi Tengah, yaitu diiringi dengan lahirnya madrasah Al-Khairat. Madrasah ini didirikan dikota Palu pada tahun 1930 Masehi. Oleh Ulama besar syekh Al-Idrus. Sistem pendidikan yang dijalankan pada awalnya hanya brkisar pada pelajaran agama dan bahasa saja, lambat laun barulah dimasukkan pelajaran umum kedalam materi pelajarannya.
            Kehadiran madarsah Al-Khairat di Sulawesi Tengah pada zaman penjajahan Belanda diikuti oleh lahirnya SMP Cokroaminoto di Toli-Toli dan Madrasah Muhammadiyah di Donggala. Di samping itu, berdiri pula madrasah Tarbiyah Islamiyah di Mangkoso pada tahun 1938 Masehi. Pendiri madarasa ini adalah H. Abdurrahman Ambo Dale mantan salah seorang murid Syekh H.M. As’ad

0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............