A. Pendidikan Islam di kalimantan pada masa
Belanda
Madarasah yang tertua dan memiliki
andil besar dalam perjalanan sejarah pendidikan islam di Kalimantan
pada masa penjajahan Belanda adalah madrasah Najah Wal Falah di Sei Bakau Besar
Mempawah. Didirikan pada tahun 1918 Masehi. Setelah itu, berdiri madrasah
perguruan islam Assulthaniyah di Sambas pada tahun 1922 Masehi. Tidak lama
kemudian madarsa tersebut berganti nama menjadi Tarbiyatul Islam. Lama pelajarannya
lima tahun dan
ada penambahan khusus satu tahun untuk mata pelajaran agama.
1.
Nahwu
2.
Bahasa Arab
3.
Fiqih
4.
Saraf
5.
Tafsir
6.
Hadis
7.
Tarikh
8.
Al Qur’an dan terjemahnya
Mata pelajaran umu yang dipelajari :
1.
Berhitumg
2.
Ilmu tumbuh-tumbuhan
3.
Ilmu kesehatan
4.
Akhlak
5.
Gerak Badan
6.
Ilmu Alam
7.
Ilmu Ukur
8.
Sejarah Indonesia/umum
Normal Islam Amuntai didirikan pada tahun 1928 oleh H.Abdur Rasyd,
tamatan Universitas Al-Azhar Khairo. Madrasah ini telah memberikan sumbangan
yang besar bagi pendikan di Kalimantan.
Disamping itu, di Martapura didirikan juga madrasah Imad Darus Salam dan pada
tahun 1914 berdiri juga madrasah Al-Ashirah di Banjarmasin.
B. Kerajaan
Islam di Banjarmasin
Awal berdirinya kerajaan islam banjar ini, menurut Drs. Idwar Saleh.
Ialah pada hari rabu wage, 24 September 1526 M, dua hari sebelum hari raya idul
fitri, sesudah pangeran Samudera yang kemudian berganti nama dengan sultan
Suriansyah yang menang perang dengan Pangeran Temenggung di Negara Daha.
Sesudah kerajaan islam berdiri dan
dipimpin oloeh raja Suriansyah perkembangan islam semakin berkembang
masjid-masjid dibangun hampir disetiap desa.
Perkembangan
yang sangat menggembirakan, pada tahun 1710 M (tepatnya 13 Shafar 122 H) di
zaman Kerajaan Islam Banjar ke 7 di bawah pemerintahan Sultan Tahmilllah
(1700-1748) telah lahir serang ulama terkenal kemudiannya yaitu syekh Muhammad
Arsyad al Banjiry di desa Kalampayan Martapura.
Syekh Muhammad
Arsyad yang sejak kecil diasuholeh Sulatn Tahmillah ini cukup lamber studi
makkah yaitu sekitar 30 tahun, sehingga pada gilirannya beliau terkena
keulamaannya dan kedalaman ilmunya, tidak saja terkenal di Kalimantan dan
Indonesia, tapi sampai keluar negeri,khususnya kawasan asia tenggara.
Syekh muhammad
Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama, diantaranya kitab yang paling
terkenal sampai sekarang adalah kitab Sabilul Muhtadin. Sultan Tahmilillah
mengangkatnya sebagai mufti di Kerajaan Banjar. Syekh Muhammad Arsyad juga
berjasa besar dalam mendirikan pndok pesantren di kampung Dalam Pagar, yang
sampai sekarang masih terkenal dengan sebutan Pesantren Darussalam.
Sistem pengajian
kitab di pesantren Kalimantan tidak jauh
berbeda dengan yang ada di jawa atau sumatera yaitu dengan sistem Halaqah,
Sebelum Syekh
Arsyad muncul di Banjar juga terdapat seorang ulama besar, yaitu Syekh Muhammad
Nafis bin Idris Al Banjiry, yang mengarang seuah kitab tasawuf
“Addarunnafis”.
C. Pendidikan
Islam Di Sulawesi Pada Masa Belanda
Tidak banyak perbedaan tentang pendidikan islam di Sulawesi
dengan pendidikan islam yang ada di Jawa dan Sumatera. Hal ini disebabkan oleh
sumber yang sama, yaitu mekkah. Perkembangan
pendidikan islam di Sulawesi pada masa penjajahan Belanda berjalan
lancer, terlebih setelah organisasi Muhammadiyah masuk dan mendirikan madrasah
pertama di Sulawesi sekitar tahun 1926 Masehi.
Kebanyakan madrasah di Sulawesi pada mulanya di pimpin oleh guru-guru
agama yang berasal dari minangkabau dan Yogyakarta.
Para guru-guru tersebut dating ke Sulawesi ada
yang atas nama Muhammadiyah dan ada pula permintaan dari yayasan pemilik
madrasah.
Madrasah yang cukup terkenal di
Sulawesi Selatan adalah madrasah Amiriyah Islamiyah di Bone. Madrasah tersebut
berdiri pada tahun 1933. Pendirinya adalah para pemuka rakyat dan ulama da
bawah perlindungan Raja Bome pada masa itu, Yaitu Andi Mappanjukki. Pada
awalnya madrasah tersebut dipimpim oleh Ustadz Abdul Azis Asy-Symi Al-Misri
tetapi kemudian diambil oleh Syekh Mahmud Abdul Jawwad Al-Madani pada tahun
1935.
Pada tahun 1939 didatangkan guru
dari Sumatera, yaitu Ustadz Zainuddin Haji dan dari Jawa, yaitu M.Arifin
Jabbar. Mata pelajaran yang diberikan di madrasah ini meliputi pelajaran agama
dan pelajaran umum. Guru lain yang juga didatangkan dari Sumatera ialah Ustadz H. Dawisy Amini.
Madrasah Amiriyah Islamiyah teriri
dari 3 bagian, yaitu :
- Ibtidaiyah, lama belajarnya tiga tahun
- Tsanawiyah, lama belajarnya tiga tahun
- Muallimin, lama belajarnya tiga tahun
Rencana pelajaran yang dijalankan pada madrasah Amiriyah Islamiyah untuk
masing-masing bagian, berbeda porposinya antara pelajaran umum dengan pelajaran
agama. Pada madrasah tingkat Ibtidaiyah diajarkan ilmu agama 50%. Pada tingkat
Tsanawiyah , diajarkan ilmu agama 60% dan pengetahuan umum 40%. Sedangkan untuk
tingkat Muallimin, diajarkan ilmu agama 80% dan pengetahuan umum 20%.
Tokoh – tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan islam
di Sulawesi, antara lain adalah Syekh H.M.
As’ad bin H.A. Rasyad Bugis. Beliau adalah ulama asli Sulawesi
yang dilahirjan di Mekkah. Dalam usia 14 Tahun, beliau telah hapal Al-Qur’an.
Setelah belajar selama tujuh tahun di Masjidil Haram ( pada tahun 1928 ) beliau
pulang ke tanah airnya , yaitu Sengkang dengan bantuandari pemertintah daerah
kaum muslimin di wilayah tersebut. Madrasah yang didirikannya bernama Wajo
Tarbiyah Islamiyah yang dikemudian hari berubah menjadi Madrasah As’adiyah.
Madrasah ini terdiri dari empat tingkatan sebagai berikut :
- Tingkatan Awaliyah
- Tingkatan Ibtidaiyah
- Tingkatan Tsanawiyah
- Tingkatan aliyah
Perkembangan yang pesat di Sulawesi Selatan diikuti oleh Sulawesi Tengah,
yaitu diiringi dengan lahirnya madrasah Al-Khairat. Madrasah ini didirikan
dikota Palu pada tahun 1930 Masehi. Oleh Ulama besar syekh Al-Idrus. Sistem
pendidikan yang dijalankan pada awalnya hanya brkisar pada pelajaran agama dan
bahasa saja, lambat laun barulah dimasukkan pelajaran umum kedalam materi
pelajarannya.
Kehadiran madarsah Al-Khairat di
Sulawesi Tengah pada zaman penjajahan Belanda diikuti oleh lahirnya SMP
Cokroaminoto di Toli-Toli dan Madrasah Muhammadiyah di Donggala. Di samping
itu, berdiri pula madrasah Tarbiyah Islamiyah di Mangkoso pada tahun 1938
Masehi. Pendiri madarasa ini adalah H. Abdurrahman Ambo Dale mantan salah
seorang murid Syekh H.M. As’ad
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............