CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Wednesday, 11 June 2014

MANAJEMEN LEMBAGA

A.    Pengertian Manajemen Strategi Pemberdayaan Lembaga Pendidikan
Manajemen strategi pemberdayaan lembaga pendidikan merupakan suatu metode peningkatan kualitas pada lembaga itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan tehnik, mendasarkan pada data kuantitatif dan kualiitatif, dan memberdayakan semua komponen lembaga pendidikan untuk secara berkesiinambungan meningkatkan kapasiitas dan kemampuan organisasi

Perkembangan yang terjadi dalam berbagai kehidupan cenderung menimbulkan permasalahan dan tantangan-tantangan baru, yang variasi dan intensinya cenderung meninngkat. Keadaan itu akan membawa dampak pada luas dan bervariasinya tugas-tugas pengelolaan pendidikan. Praksis pengelolaan pendidikan dewasa ini sudah tiidak memadai lagi untuk menangani perkembanbgan yang ada, apa lagi untuk menjangkau jauh kedepan sesuai dengan tuntutan terhadap peranan pendidikan yang sesungguhnya, maka kebutuhan akan apliikasi konsep Strategic Management & Strategic Planning dalam pengelolaan pendidikan amat diperlukan. Aplikasi tersebut diharapkan dapat mengurangi adanya stagnasi bagi akselerasi pembangunan pendidikan.[1]

Konsep-konsep dasar tentang manajemen strategis dikemukaan Wheelen and Hunger sebagai berikut:
  1. Manajemen stategis merupakan serangkaian keputusan dan tiindakan manajerrial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strateggi, serta evaluasi dan pengendalian.
  2. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi kesempatan (opportunity), dan ancaman (threat) lingkungan dipandang dari sudut kekuatan (strength) dan kelemahan (weajness). Variable-variabel internal dan eksternal yang paling penting untuk perusahaan di masa yang akan datang disebut factor strategis dan diidentifiikasi melalui analisis SWOT.
  3. Model manajemen strategis mulai  dari pengamatan lingkungan ke perumusan strategi, termasuk penetapan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan menuju ke implementasi strategi, termasuk pengembangan program, anggaran dan prosedur yang berakhir dengan evaluasi dan pngendalian.[2]
B. Devisi Yang Harus Diberdayakan
a.      Manajemen Siswa
Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran disekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut menurut Depdikbut adalah sebagai berikut:
1.    Siswa harus diperlakukan sebagai subyek bukan obyek.
2.    Kondisi siswa sangat beragam, ditinnjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Olehkarena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal.
3.    Siswa hanya akan termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan.
4.    Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.
Disamping prinsip-prinsip tersebut diatas, suatu hal yang sangat perlu juga diperhayikan oleh seorang pendidik dalam membimbing mueridnya adalah”kebutuhan murid”.

b. Manajemen Tenaga Kependidikan

Keberhasilan manajemen guru, tak terkecuali guru Pendidikan Agama Islam sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah.

Manajemen Tenaga kependidikan atau menejemen personalia Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kePendidikan Agama Islam secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi standar perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga kePendidikan Agama Islam, serta menyelaraskan tujuan individu dan organisasi. Pendayagunaan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien tersebut merupakan pemanfaatan tenaga sehingga bisa bekerja secara maksimal dan produktif sekaligus menekan pemborosan. Pendayagunaan ini tidak bersifat pemaksaan fisik tetapi lebih merupakan strategi kerja yang tetap mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi. Apalagi tenaga kependidikan tersebut tetaplah manusia yang tidak bisa disamakan dengan mesin, sehingga membutuhkan sentuhan-sentuhan rohani yang menyenangkan. Bahkan situasi yang menyenangkan itu bisa meringankan beban kerja.
Perimbangan ini mengandung implikasi pada dua hal: Pertama, menempatkan pegawai supaya tetap dapat mengontrol cara kerja masing-masing sebagai bentuk kesadaran kerja dan moral kerja yang tidak pamrih untuk diperhatikan oleh pimpinannya. Kedua, memaknai kerja sebagai wasilah atau perantara untuk mendapatkan nafkah sebagai bekal kehidupan. Melalui pemaknaan seperti ini, subjek kerja adalah pegawai itu sendiri, yang mampu membendung pengambilalihan peran seperti yang menjadi kekhawatiran, bahwa justru pekerjaan yang menguasai pegawai, sehingga pegawai menjadi “diperbudak” oleh pekerjaan yang tentunya mendegradasi martabat mereka. Padahal Islam senantiasa menempatkan manusia pada posisi yang terhormat dalam serangkaian mekanisme kerja.
Manajemen tenaga kePendidikan Agama Islam (guru dan personil) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai. Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yakni tersedianya tenaga kePendidikan Agama Islam yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan berkualitas.

c.   Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha, meningkatkan kualitas, interaksi belajar mengajar. Untuk menjelaskan arti ruang lingkup, tujuan, jenis kegiatan manajemen kurikulum lebih jauh, maka tentu saja harus diberi batasan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kurikulum itu. Kurikulum sendiri dapat dipahami dengan arti sempit sekali, sempit dan luas.
Æ  Kurikulum dalam arti sempit sekali adalah jadwal pelajaran
Æ  Kurikulum dalam arti sempit adalah semua pelajaran baik teori maupun praktik yang diberikan kepada siswa-siswa selama mengikuti suatu proses pendidikan tertentu. Kurikulum dalam pengertian ini terbatas pada pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk kepentingan mereka untuk melanjutkan pelajaran maupun terjun ke dunia kerja. Dengan melihat pada kurikulum sebagai suatu lembaga pendidikan maka dapat dilihat apakah apakah lulusannya mempunyai keahlian dalam level apa.
Æ  Kurikulum dalam arti luas adalah semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada anak didik selama mengikuti pendidikan. Dengan pengertian ini maka pengaturan halaman sekolah, penempatan keranjang sampah atau  ketatnya disiplin sekolah dijalankan ikut termasuk dalam cakupan kurikulum karena semuanya itu akan menghasilkan suatu yang tercermin pada lulusan.

Dengan membedakakn pengertian-pengertian kurikulum seperti ini akan berakibat pula ruang lingkup manajemennya.  Jika yang diikuti pengertian kurikulum dalam arti yang sangat sempit sekali, maka manajemen kurikulum hanya menyangkut usaha dalam rangka melancarkan pelaksanaan jadual pelajaran. Tetapi jika yang dianut pengertian kurikulum dalam arti luas, maka manajemen kurikulum bukan hanya dibatasai dalam ruang kelas, tetapi menyangkut pula kegiatan pengelolaan di luar kelas. Bahkan di luar sekolah (asalkan masih diprogramkan oleh sekolah) yang terarah pada efektifitas pelaksanaan kurikulum.[3]

d. Manajemen Kelas
Dalam rangka menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memahami dan dapat memilih pendekatan yang tepat dalam mengelola kelas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan beik. Berkaitan dengan hhal tersebut, di bawah ini akan diuraikan beberapa pendekatan pengelolaan kelas sebagai berikut:
1.    Pendekatan Perubahan Perilaku (Behavior Modification Approach)
Dalam pendekatan perilaku ini dapat dikemukakan bahwa mengabaikan perilaku siswa yang tidak diinginkan dan menunjukkan persetujuan atas perilaku yang diinginkan amat efektif dalam menumbuhkan perilaku yang baik bagi para siswa di kelas, sedangkan menunjukkan persetujuan atas perilaku siswa yang baik merupakan kunci pengelolaan kelas yang efektif.

2.    Pendekatan Iklim Sosioemosional (Socio Emotional Climate Approach)
Menurut Rogers William Glasser Rogers bahwa pengajar perlu bersifat tulus terhadap siswanya, menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, serta memahami siswa dari sudut siswa itu sendiri (Ephatic Understanding), sedangkan Glasser lebih menekankan pada pentingnya pengajar membina rasa tanggungjawab dan harga diri siswa. Adapun RudolfDreikurs menekankan pentingnya proses suasana dalam kelas yang demokratis (Democratic Classroom Processes.
3.    Pendekatan Proses Kelompok (Group Processes Approach)
Menurut R.A. Schmuck dan P.A. Schmuck bahwa terdapat enam unsure yang berkaitan dengan pengelolaan kelas. Unsure-unsur yang dimaksud adalah harapan, kepemimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi, dan keeratan hubungan. Johnson dan Bany mengemukakan dua jenis pengelolaan penting adalah kemudahan dan pemeliharaan (maienance).
Kemudahan merupakan kegiatan pengelolaan kelas dalam mengembangkan atau mempermudah perkembangan kondisi-kondisi positif dalam kelas sehingga bisa membentuk iklim kelas yang produktif. Adapun pemeliharaan (maintenancel) merupakan perilaku dalam mengadakan pengelolaan kelas untuk memperbaiki atau mempertahankan kondisi-kondisi yang efektif dan dinamis dalam kelas. Guru sebagai pengelola kelas dalam proses pembelajaran dituntut agar bisa melaksanakan kedua unsure pengelolaan kelas tersebut secara efektif dan efisien.
Dari ketiga pendekatan di atas perlu dipahami dan dikuasai oleh guru dalam rangka mengadakan pengelolaan kelas secara baik. Pendekatan-pendekatan tersebut dalam realisasinya perlu digabungkan dalam pelaksanaannya dengan mempertimbangkan kondisi kelas, karakteristik siswa, materi pembelajaran yang akan diajarkan.[4]


e. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan seolah perlu memperhatikan sejumalah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 enyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transportasi, dan akuntabilitas publik, disamping itu prinsip efektifitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip terebut, yaitu transparasi, akuntabilitas, efektifitas, dan efisiensi.
1.      Transparasi
Trasparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajeme keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggung jawabanya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparasi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparasi dapat menciptakan kepercayaan timbale balik antara pemerintah, masyaraakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahuioleh semua warga sekolah dan orang tua siswamisalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengmuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua bisa mengetahui beberapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.

2.      Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas perfonmasinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas did ala manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertyanggung jawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapka, berdasarka perencanaan yang telah ditetapkan dan perlakuan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjaka uang secara bertanggung jawab. Pertanggung jawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasayarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya trasparasi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah, (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas fungsi dan wewenangnya, (3) adanya patisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.
3.      Efektivitas
Efektif sering kali di artikan sebagaipencapai tujuan yang telah ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan efektifitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektifitas tidak berhenti sampai tujuab tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness “characterized by qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakn memenuhi prinsip efektifitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4.      Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency ”characterized by quantitative outputs”(garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input)dan keluaran (out put) atau antara daya dengan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktum biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a.       Dilihat dari segio penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisiensi kalau penggunaan waktu,tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b.      Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisiensi kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kualitas maupun kuantitasnya.[5]

f. Manajemen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Islam
          Dalam Mengelola Sarana dan prasarana sekolah, terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.
*Prinsip efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus di lakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Demikian juga pemakaiannya harus dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
*Prinsip administratif, yaitu manajemen sarana dan prasana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, intruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.
*Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus di delegasikan kepda personel sekolah yang mampu bertanggung jawab, apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemennya, maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk setiapa personel sekolah.
*Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.

g. Manajemen Humas
Dalam melaksanakan manejemen hubungan sekolah dan masyarakat agar dapat optimal perlu melalui pola tahapan  berikut:
  1. Perencanaan (planning) mencakup penerapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur, serta pembuatan rencana dan prediksi akan apa yang akan terjadi
  2. Pengorganisasian (organizing) mencakup pengaturan anggota dan sumber daya yang dibutuhkan dan pemantauan kinerja karyawan.
  3. Pengkoordinasian (coordinating) mencakup pengaturan struktur kepanitiaan, pendelegasian kerja masing-masing bagian, dan penyusunan alokasi anggaran untuk masing-masing bagian
  4. Pengkomunikasian (communicating) mencakup penyampaian rencana program kepada publik internal dan eksternal
  5. Pelaksanaan (actuating) merupakan tindakan menjalankan program sesuai dengan rencana yang telah dibuat
  6. Pengawasan (controlling) merupakan kontrol atas jalannya pelaksanaan program. Tanpa adanya kontrol atas program, kesinambungan antar tahapan tidak dapat berlangsung dengan baik.
  7. Pengevaluasian (evaluating) merupakan penilaian terhadap hasil kinerja program, apakah perlu dihentikan atau dilanjutkan dengan modifikasi tertentu.
  8. Pemodifikasian (modificating) merupakan kegiatan pembaharuan atau revisi program berdasarkan hasil evaluasi.

h.   Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah. 
i. Manajemen Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut ;      (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjsama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah. 
j. Manajemen Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk  laporan prestsi yang dicapaikan dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang dukehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu membersihkan maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orang tua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orang tua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orang tua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program
k.   Manajemen Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanan dapat ditunjukan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri. 
C. Aplikasi Proses Pembelajaran
Adapun hirarki dalam proses pembelajaran adalah sebGi berikut: (1) proses belajar menagajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah. 
1. Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Proses belajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya  yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena itu cara-cara belajar siswa aktif seperti misalnya active learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
   2.     Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Kebutuhan yang dimaksud misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu.
Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evalusi internal dilakukan oleh warga sekolah  untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam  ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus  jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya. 


    3.     Pengelolaan Kurikulum
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasionl. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu, dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal. 
  4.      Pengelolaan Ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dsb) dapat dilakukan oleh sekolah kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya. 
  5.     Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar. 
  6.     Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengelokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpihkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan “kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income generating activities), sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah. 
  7.     Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari peneriman siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karene itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya. 
  8.     Hubungan Sekolah Masyarakat
Esensi hubungan sekolah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral  dan finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstesitas hubungan sekolah-masyarakat.

  9.     Pengelolaan Iklim Sekolah
Iklim sekolah (fisik dan non fidik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah merupakan kewengan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstentif.  
INPUT

PROSES

OUTPUT





PERENCANAAN & EVALUASI




KURIKULUM




KETENAGAAN


PROSES BELAJAR
MENGAJAR


PRESTASI
SISWA
FASILITAS
> 
> 
KEUANGAN
KESISWAAN


HUBUNGAN SEKOLAH-MASYARAKAT




IKLIM SEKOLAH









 Gambar. 1 Fungsi-fungsi yang disentralisasikan ke Sekolah 


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
A.    Pengertian Manajemen Strategi Pemberdayaan Lembaga Pendidikan
Manajemen strategi pemberdayaan lembaga pendidikan merupakan suatu metode peningkatan kualitas pada lembaga itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan tehnik, mendasarkan pada data kuantitatif dan kualiitatif, dan memberdayakan semua komponen lembaga pendidikan untuk secara berkesiinambungan meningkatkan kapasiitas dan kemampuan organisasi
B. Devisi Yang Harus Diberdayakan
a. Manajemen Siswa
b. Manajemen kependidikan
c. Manajemen kurikulum
d. Manajemen kelas
e. Manajemenkeuangan
f. Manajemen sarana dan prasarana
g. Manajemen humas
h. Manajemen kepemimpinan sekolah yang kuat
j. Manajemen budaya mutu
k. Manajemen akuntabilitas
l. Manajemen sustainabinitas
C. Aplikasi Proses Pembelajaran
1.      Pengelolaan Proses belajar Mengajar
2.     Perencanaan dan Evaluasi
   3.     Pengelolaan Kurikulum
  5.     Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
  6.     Pengelolaan Keuangan
B.                 Kritik dan Saran
Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengharap semoga bermanfaat bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalm penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi perbaikan dan pengembangan makalah ini sangat kami harapkan.
C.    Harapan
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca.




[1]  Mulyana, E. Menjadi kepala sekolah profesional. Hlm 217

[2] Ibid…218
[3] Suharsimi, lia Yuliana. Manajemen pendidikan. Hlm 131
[4] Ibid., hlm: 69-70

0 komentar:

Post a Comment

COMMENT PLEASE.............