A.
Pengertian Manajemen
Strategi Pemberdayaan Lembaga Pendidikan
Manajemen strategi pemberdayaan
lembaga pendidikan merupakan suatu metode peningkatan kualitas pada lembaga itu
sendiri, mengaplikasikan sekumpulan tehnik, mendasarkan pada data kuantitatif
dan kualiitatif, dan memberdayakan semua komponen lembaga pendidikan untuk
secara berkesiinambungan meningkatkan kapasiitas dan kemampuan organisasi
Perkembangan yang terjadi dalam berbagai kehidupan
cenderung menimbulkan permasalahan dan tantangan-tantangan baru, yang variasi
dan intensinya cenderung meninngkat. Keadaan itu akan membawa dampak pada luas
dan bervariasinya tugas-tugas pengelolaan pendidikan. Praksis pengelolaan
pendidikan dewasa ini sudah tiidak memadai lagi untuk menangani perkembanbgan
yang ada, apa lagi untuk menjangkau jauh kedepan sesuai dengan tuntutan
terhadap peranan pendidikan yang sesungguhnya, maka kebutuhan akan apliikasi
konsep Strategic Management & Strategic Planning dalam pengelolaan
pendidikan amat diperlukan. Aplikasi tersebut diharapkan dapat mengurangi
adanya stagnasi bagi akselerasi pembangunan pendidikan.[1]
Konsep-konsep dasar tentang manajemen strategis
dikemukaan Wheelen and Hunger sebagai berikut:
- Manajemen stategis merupakan serangkaian keputusan dan tiindakan manajerrial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strateggi, serta evaluasi dan pengendalian.
- Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi kesempatan (opportunity), dan ancaman (threat) lingkungan dipandang dari sudut kekuatan (strength) dan kelemahan (weajness). Variable-variabel internal dan eksternal yang paling penting untuk perusahaan di masa yang akan datang disebut factor strategis dan diidentifiikasi melalui analisis SWOT.
- Model manajemen strategis mulai dari pengamatan lingkungan ke perumusan strategi, termasuk penetapan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan menuju ke implementasi strategi, termasuk pengembangan program, anggaran dan prosedur yang berakhir dengan evaluasi dan pngendalian.[2]
B. Devisi Yang Harus Diberdayakan
a.
Manajemen Siswa
Manajemen
kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan
agar kegiatan pembelajaran disekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur
serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut
menurut Depdikbut adalah sebagai berikut:
1. Siswa
harus diperlakukan sebagai subyek bukan obyek.
2. Kondisi
siswa sangat beragam, ditinnjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual,
sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Olehkarena itu diperlukan wahana kegiatan
yang beragam sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara
optimal.
3. Siswa
hanya akan termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan.
4. Pengembangan
potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif
dan psikomotorik.
Disamping
prinsip-prinsip tersebut diatas, suatu hal yang sangat perlu juga diperhayikan
oleh seorang pendidik dalam membimbing mueridnya adalah”kebutuhan murid”.
b. Manajemen Tenaga Kependidikan
Keberhasilan manajemen guru, tak terkecuali guru Pendidikan Agama Islam sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah.
Manajemen Tenaga kependidikan atau
menejemen personalia Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kePendidikan Agama Islam secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil
yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Sehubungan dengan
itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan pimpinan, adalah menarik,
mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil guna mencapai tujuan sistem,
membantu anggota mencapai posisi standar perilaku, memaksimalkan perkembangan
karier tenaga kePendidikan Agama Islam, serta menyelaraskan tujuan individu dan
organisasi. Pendayagunaan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien
tersebut merupakan pemanfaatan tenaga sehingga bisa bekerja secara maksimal dan
produktif sekaligus menekan pemborosan. Pendayagunaan ini tidak bersifat
pemaksaan fisik tetapi lebih merupakan strategi kerja yang tetap
mempertimbangkan unsur-unsur manusiawi. Apalagi tenaga kependidikan tersebut
tetaplah manusia yang tidak bisa disamakan dengan mesin, sehingga membutuhkan
sentuhan-sentuhan rohani yang menyenangkan. Bahkan situasi yang menyenangkan
itu bisa meringankan beban kerja.
Perimbangan ini mengandung
implikasi pada dua hal: Pertama, menempatkan pegawai supaya tetap dapat
mengontrol cara kerja masing-masing sebagai bentuk kesadaran kerja dan moral
kerja yang tidak pamrih untuk diperhatikan oleh pimpinannya. Kedua, memaknai
kerja sebagai wasilah atau perantara untuk mendapatkan nafkah sebagai bekal
kehidupan. Melalui pemaknaan seperti ini, subjek kerja adalah pegawai itu
sendiri, yang mampu membendung pengambilalihan peran seperti yang menjadi
kekhawatiran, bahwa justru pekerjaan yang menguasai pegawai, sehingga pegawai
menjadi “diperbudak” oleh pekerjaan yang tentunya mendegradasi martabat mereka.
Padahal Islam senantiasa menempatkan manusia pada posisi yang terhormat dalam
serangkaian mekanisme kerja.
Manajemen
tenaga kePendidikan Agama Islam (guru dan personil) mencakup (1) perencanaan
pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4)
promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7)
penilaian pegawai. Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa
yang diharapkan tercapai, yakni tersedianya tenaga kePendidikan Agama Islam
yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan berkualitas.
c. Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah segenap proses
usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik
berat pada usaha, meningkatkan kualitas, interaksi belajar mengajar. Untuk
menjelaskan arti ruang lingkup, tujuan, jenis kegiatan manajemen kurikulum
lebih jauh, maka tentu saja harus diberi batasan terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan kurikulum itu. Kurikulum sendiri dapat dipahami dengan arti sempit sekali, sempit dan luas.
Æ
Kurikulum
dalam arti sempit sekali adalah jadwal pelajaran
Æ Kurikulum dalam arti sempit adalah
semua pelajaran baik teori maupun praktik yang diberikan kepada siswa-siswa
selama mengikuti suatu proses pendidikan tertentu. Kurikulum
dalam pengertian ini terbatas pada pemberian bekal pengetahuan dan keterampilan
kepada siswa untuk kepentingan mereka untuk melanjutkan pelajaran maupun terjun
ke dunia kerja. Dengan melihat pada kurikulum sebagai suatu lembaga pendidikan
maka dapat dilihat apakah apakah lulusannya mempunyai keahlian dalam level apa.
Æ Kurikulum
dalam arti luas adalah semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga pendidikan
kepada anak didik selama mengikuti pendidikan. Dengan pengertian ini maka
pengaturan halaman sekolah, penempatan keranjang sampah atau ketatnya disiplin sekolah dijalankan ikut
termasuk dalam cakupan kurikulum karena semuanya itu akan menghasilkan suatu
yang tercermin pada lulusan.
Dengan membedakakn
pengertian-pengertian kurikulum seperti ini akan berakibat pula ruang lingkup
manajemennya. Jika yang diikuti
pengertian kurikulum dalam arti yang sangat sempit sekali, maka manajemen
kurikulum hanya menyangkut usaha dalam rangka melancarkan pelaksanaan jadual
pelajaran. Tetapi jika yang dianut pengertian kurikulum dalam arti luas, maka
manajemen kurikulum bukan hanya dibatasai dalam ruang kelas, tetapi menyangkut
pula kegiatan pengelolaan di luar kelas. Bahkan di luar sekolah (asalkan masih
diprogramkan oleh sekolah) yang terarah pada efektifitas pelaksanaan kurikulum.[3]
d.
Manajemen Kelas
Dalam rangka menciptakan suasana
kelas yang kondusif dalam proses pembelajaran, seorang guru harus memahami dan
dapat memilih pendekatan yang tepat dalam mengelola kelas sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan beik. Berkaitan dengan hhal tersebut, di
bawah ini akan diuraikan beberapa pendekatan pengelolaan kelas sebagai berikut:
1.
Pendekatan Perubahan
Perilaku (Behavior Modification Approach)
Dalam pendekatan perilaku ini
dapat dikemukakan bahwa mengabaikan perilaku siswa yang tidak diinginkan dan
menunjukkan persetujuan atas perilaku yang diinginkan amat efektif dalam
menumbuhkan perilaku yang baik bagi para siswa di kelas, sedangkan menunjukkan
persetujuan atas perilaku siswa yang baik merupakan kunci pengelolaan kelas yang
efektif.
2.
Pendekatan Iklim
Sosioemosional (Socio Emotional Climate Approach)
Menurut Rogers William Glasser
Rogers bahwa pengajar perlu bersifat tulus terhadap siswanya, menerima dan
menghargai siswa sebagai manusia, serta memahami siswa dari sudut siswa itu
sendiri (Ephatic Understanding), sedangkan Glasser lebih menekankan pada
pentingnya pengajar membina rasa tanggungjawab dan harga diri siswa. Adapun
RudolfDreikurs menekankan pentingnya proses suasana dalam kelas yang demokratis
(Democratic Classroom Processes.
3.
Pendekatan Proses
Kelompok (Group Processes Approach)
Menurut R.A. Schmuck dan P.A.
Schmuck bahwa terdapat enam unsure yang berkaitan dengan pengelolaan kelas.
Unsure-unsur yang dimaksud adalah harapan, kepemimpinan, kemenarikan, norma,
komunikasi, dan keeratan hubungan. Johnson dan Bany mengemukakan dua jenis
pengelolaan penting adalah kemudahan dan pemeliharaan (maienance).
Kemudahan merupakan kegiatan
pengelolaan kelas dalam mengembangkan atau mempermudah perkembangan
kondisi-kondisi positif dalam kelas sehingga bisa membentuk iklim kelas yang
produktif. Adapun pemeliharaan (maintenancel) merupakan perilaku dalam
mengadakan pengelolaan kelas untuk memperbaiki atau mempertahankan
kondisi-kondisi yang efektif dan dinamis dalam kelas. Guru sebagai pengelola
kelas dalam proses pembelajaran dituntut agar bisa melaksanakan kedua unsure
pengelolaan kelas tersebut secara efektif dan efisien.
Dari ketiga pendekatan di atas
perlu dipahami dan dikuasai oleh guru dalam rangka mengadakan pengelolaan kelas
secara baik. Pendekatan-pendekatan tersebut dalam realisasinya perlu
digabungkan dalam pelaksanaannya dengan mempertimbangkan kondisi kelas,
karakteristik siswa, materi pembelajaran yang akan diajarkan.[4]
e.
Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan seolah perlu
memperhatikan sejumalah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48
enyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan,
efisiensi, transportasi, dan akuntabilitas publik, disamping itu prinsip
efektifitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing
prinsip terebut, yaitu transparasi, akuntabilitas, efektifitas, dan efisiensi.
1.
Transparasi
Trasparan berarti adanya
keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam
mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajeme keuangan yang
transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga
pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian
penggunaan, dan pertanggung jawabanya harus jelas sehingga bisa memudahkan
pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparasi keuangan
sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan
pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping
itu transparasi dapat menciptakan kepercayaan timbale balik antara pemerintah,
masyaraakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang
bebas diketahuioleh semua warga sekolah dan orang tua siswamisalnya rencana
anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan
pengmuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja
yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua
bisa mengetahui beberapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa
dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah
kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi
seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas perfonmasinya dalam
menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya.
Akuntabilitas did ala manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat
dipertyanggung jawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapka,
berdasarka perencanaan yang telah ditetapkan dan perlakuan yang berlaku maka
pihak sekolah membelanjaka uang secara bertanggung jawab. Pertanggung jawaban
dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar
utama yang menjadi prasayarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya
trasparasi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan
mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah, (2) adanya standar
kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas fungsi
dan wewenangnya, (3) adanya patisipasi untuk saling menciptakan suasana
kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah,
biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.
3.
Efektivitas
Efektif sering kali di artikan
sebagaipencapai tujuan yang telah ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan
efektifitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektifitas tidak berhenti
sampai tujuab tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan
dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness “characterized by qualitative
outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen
keuangan dikatakn memenuhi prinsip efektifitas kalau kegiatan yang dilakukan
dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan
lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
4.
Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan
kuantitas hasil suatu kegiatan. Efficiency ”characterized by quantitative
outputs”(garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara
masukan (input)dan keluaran (out put) atau antara daya dengan hasil. Daya yang
dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktum biaya. Perbandingan tersebut dapat
dilihat dari dua hal:
a.
Dilihat dari segio
penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisiensi
kalau penggunaan waktu,tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai
hasil yang ditetapkan.
b.
Dilihat dari segi
hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisiensi
kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil
sebanyak-banyaknya baik kualitas maupun kuantitasnya.[5]
f. Manajemen Sarana Dan Prasarana Pendidikan Islam
Dalam Mengelola Sarana dan prasarana sekolah, terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.
Dalam Mengelola Sarana dan prasarana sekolah, terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan agar tujuan bisa tercapai dengan maksimal. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap pakai apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.
*Prinsip
efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus di
lakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan
prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Demikian juga
pemakaiannya harus dengan hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.
*Prinsip
administratif, yaitu manajemen sarana dan prasana pendidikan di sekolah harus
selalu memperhatikan undang-undang, peraturan, intruksi, dan petunjuk teknis
yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.
*Prinsip
kejelasan tanggung jawab, yaitu manajemen sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah harus di delegasikan kepda personel sekolah yang mampu bertanggung
jawab, apabila melibatkan banyak personel sekolah dalam manajemennya, maka
perlu adanya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk setiapa
personel sekolah.
*Prinsip
kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah
itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.
g.
Manajemen Humas
Dalam melaksanakan manejemen hubungan sekolah dan masyarakat
agar dapat optimal perlu melalui pola tahapan
berikut:
- Perencanaan (planning) mencakup penerapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur, serta pembuatan rencana dan prediksi akan apa yang akan terjadi
- Pengorganisasian (organizing) mencakup pengaturan anggota dan sumber daya yang dibutuhkan dan pemantauan kinerja karyawan.
- Pengkoordinasian (coordinating) mencakup pengaturan struktur kepanitiaan, pendelegasian kerja masing-masing bagian, dan penyusunan alokasi anggaran untuk masing-masing bagian
- Pengkomunikasian (communicating) mencakup penyampaian rencana program kepada publik internal dan eksternal
- Pelaksanaan (actuating) merupakan tindakan menjalankan program sesuai dengan rencana yang telah dibuat
- Pengawasan (controlling) merupakan kontrol atas jalannya pelaksanaan program. Tanpa adanya kontrol atas program, kesinambungan antar tahapan tidak dapat berlangsung dengan baik.
- Pengevaluasian (evaluating) merupakan penilaian terhadap hasil kinerja program, apakah perlu dihentikan atau dilanjutkan dengan modifikasi tertentu.
- Pemodifikasian (modificating) merupakan kegiatan pembaharuan atau revisi program berdasarkan hasil evaluasi.
h. Kepemimpinan
Sekolah yang Kuat
Kepala
sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan
menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia. Kepemimpinan Kepala
Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala
sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang tangguh
agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu
sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi
sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan
sekolah.
i. Manajemen Budaya
Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari
semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh
profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut
; (a) informasi kualitas harus digunakan untuk
perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas
tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau
sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus
merupakan basis untuk kerjsama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap
pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g)
imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan; dan (h) warga sekolah merasa
memiliki sekolah.
j. Manajemen
Akuntabilitas
Akuntabilitas
adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan
program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan
prestsi yang dicapaikan dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa, dan
masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai
apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang dukehendaki atau tidak. Jika
berhasil, maka pemerintah perlu membersihkan maka pemerintah perlu memberikan
penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong
untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika
program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai
hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula,
para orang tua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah
program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan
kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orang tua peserta didik
perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan
datang. Jika kurang berhasil, maka orang tua siswa dan masyarakat berhak
meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program
k. Manajemen
Sustainabilitas
Sekolah
yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya
(sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas
program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis
sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah
ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanan dapat ditunjukan oleh kemampuan
sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar
jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan
tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah
negeri.
C. Aplikasi Proses
Pembelajaran
Adapun
hirarki dalam proses pembelajaran adalah sebGi berikut: (1) proses belajar
menagajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan
kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan
perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan
sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.
1.
Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Proses
belajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih
strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling
efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi
nyata sumberdaya yang tersedia di sekolah. Secara umum,
strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student
centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan pada
keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena itu
cara-cara belajar siswa aktif seperti misalnya active learning, cooperative
learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
2.
Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah
diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya
(school-based plan). Kebutuhan yang dimaksud misalnya, kebutuhan untuk
meningkatkan mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis
kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian
sekolah membuat rencana peningkatan mutu.
Sekolah
diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan
secara internal. Evalusi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk
memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang
telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri.
Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat
mengungkap informasi yang sebenarnya.
3.
Pengelolaan Kurikulum
Kurikulum
yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara
nasionl. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu,
dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya,
dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku
secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang
diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga
dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh
diperluas dari yang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan.
Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang
diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan
karakteristik peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal.
4.
Pengelolaan Ketenagaan
Pengelolaan
ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen, pengembangan,
hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai
evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dsb)
dapat dilakukan oleh sekolah kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan
rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh
birokrasi diatasnya.
5.
Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan
fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadan,
pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh
kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik
kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat
erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
6.
Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan
keuangan, terutama pengelokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan
oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling
memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi pengalokasian/penggunaan uang
sudah seharusnya dilimpihkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan
untuk melakukan “kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income
generating activities), sehingga sumber keuangan tidak semata-mata
tergantung pada pemerintah.
7.
Pelayanan Siswa
Pelayanan
siswa, mulai dari peneriman siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan,
penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga
sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah
didesentralisasikan. Karene itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas
dan ekstensitasnya.
8.
Hubungan Sekolah Masyarakat
Esensi
hubungan sekolah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan
finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu
sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuhkan adalah
peningkatan intensitas dan ekstesitas hubungan sekolah-masyarakat.
9.
Pengelolaan Iklim Sekolah
Iklim
sekolah (fisik dan non fidik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang
aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga
sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered
activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan
semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah merupakan kewengan sekolah,
sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan
ekstentif.
INPUT
|
PROSES
|
OUTPUT
|
||
PERENCANAAN
& EVALUASI
|
||||
KURIKULUM
|
||||
KETENAGAAN
|
PROSES
BELAJAR
MENGAJAR
|
PRESTASI
SISWA
|
||
FASILITAS
|
>
|
>
|
||
KEUANGAN
|
||||
KESISWAAN
|
||||
HUBUNGAN
SEKOLAH-MASYARAKAT
|
||||
IKLIM
SEKOLAH
|
||||
Gambar. 1
Fungsi-fungsi yang disentralisasikan ke Sekolah
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
A.
Pengertian Manajemen
Strategi Pemberdayaan Lembaga Pendidikan
Manajemen strategi pemberdayaan
lembaga pendidikan merupakan suatu metode peningkatan kualitas pada lembaga itu
sendiri, mengaplikasikan sekumpulan tehnik, mendasarkan pada data kuantitatif
dan kualiitatif, dan memberdayakan semua komponen lembaga pendidikan untuk
secara berkesiinambungan meningkatkan kapasiitas dan kemampuan organisasi
B. Devisi Yang Harus Diberdayakan
a.
Manajemen Siswa
b. Manajemen
kependidikan
c. Manajemen kurikulum
d.
Manajemen kelas
e.
Manajemenkeuangan
f.
Manajemen sarana dan prasarana
g.
Manajemen humas
h.
Manajemen kepemimpinan sekolah yang kuat
j.
Manajemen budaya mutu
k.
Manajemen akuntabilitas
l. Manajemen sustainabinitas
C.
Aplikasi Proses Pembelajaran
1. Pengelolaan Proses belajar Mengajar
2.
Perencanaan dan Evaluasi
3. Pengelolaan Kurikulum
5. Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan
Perlengkapan)
6. Pengelolaan Keuangan
B.
Kritik
dan Saran
Dengan tersusunnya makalah ini,
kami mengharap semoga bermanfaat bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi
pembaca. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalm
penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi perbaikan dan
pengembangan makalah ini sangat kami harapkan.
C.
Harapan
Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca.
0 komentar:
Post a Comment
COMMENT PLEASE.............